Thursday 15 November 2007

Teman Chattingku

Sebelumnya, kuperkenalkan diriku dulu. Namaku Yeni. Aku lahir dan
dibesarkan di kota Bandung. Usiaku 33 tahun, aku bekerja di sebuah bank
swasta di Jalan Asia Afrika, Bandung. Saat ini aku hidup sendiri. Aku
pernah menikah, kurang lebih selama empat tahun. Pernikahanku tidak
dikaruniai anak. Aku bercerai, karena suamiku berselingkuh dengan rekan
bisnisnya.

Untuk mengusir kejenuhan dalam kesendirianku selama kurang lebih satu
tahun setengah, aku selalu menghibur diriku dengan membaca. Kadang aku
chatting, akan tetapi aku tidak berharaf untuk bertemu dengan teman
chatting-ku. Aku masih trauma akibat perlakuan suamiku terhadapku.

Aku kenal beberapa orang teman chatting yang asyik untuk diajak bercanda
ataupun berdiskusi, salah satunya adalah Ferdy. Dia anak kuliahan,
semester akhir di perguruan tinggi swasta di Bandung. Ferdy merupakan
teman chatting-ku yang pertama kali yang pernah bertemu denganku.

Pada awal perkenalannya aku kurang respek terhadapnya, karena email-nya
saja menyeramkan, dapat pembaca bayangkan, cari_ce_maniax@***.**
(edited). Tapi entah angin apa yang
membuatku penasaran untuk bertemu dengannya, padahal aku baru sekali
chatting dengannya. Cerita selanjutnya adalah pertemuan pertamaku dengan
Ferdy yang berakhir ke sebuah hotel di sekitar jalan Setiabudi.

Hari itu, Sabtu tanggal 16 Juni 2001, aku berjanji untuk bertemu dengan
Ferdy di sebuah cafe di belakang BIP pukul 16.00. Aku sengaja datang
lebih awal sekitar pukul 15.45, dan memilih tempat yang agak ke pojok
agar aku dapat melihat dia terlebih dahulu. Aku memesan minuman, dan
mataku tertuju terus ke arah pintu masuk cafe.

Sambil menunggu Ferdy datang, aku memperhatikan orang di sekelilingku.
Aku merasa risih sekali, karena ada anak muda (usianya sekita 25
tahunan) yang duduk sendirian di meja sebelahku memperhatikan terus
sejak pertama aku masuk cafe. Tapi aku cuek saja. Tepat pukul 16.00,
anak muda itu menghampiri diriku dan memperkenalkan dirinya. Namanya Ferdy.

Aku kaget sekali, karena tidak pernah kubayangkan sebelumnya bahwa Ferdy
itu masih muda. Dia masih sangat muda, padahal ketika chatting, dia
mengaku berusia 35 tahun. Dan tentunya juga, selama aku berkomunikasi
melalui telepon, suara Ferdy kelihatan seperti seorang bapak-bapak dan
sangat dewasa sekali. Aku sangat grogi. Untuk menghilangkan rasa grogi,
kupersilakan Ferdy duduk dan memesankan minuman.

"Maaf Bu Yeni, saya berbohong kepada Ibu. Saya mengaku berusia 35 tahun,
padahal usia saya tidak setua itu. Tentunya juga, saya mohon maaf tidak
memakai pakaian yang saya janjikan. Saya harus panggil siapa nih? Ibu
atau Mbak atau Tante atau siapa ya?"
"Yeni saja deh, biar lebih akrab," jawabku.
Selanjutnya Ferdy bercerita, kenapa dia berbohong usia, juga
aktifitasnya sehari-hari, begitu juga aku menceritakan aktifitasku dan
kehidupan sehari-hariku. Aku tidak menyangka dari cara dia berkomunikasi
sangat dewasa dan banyak dibumbui dengan kata-kata humor, sehingga aku
dibuat terpingkal-pingkal olehnya.

Tidak terasa, waktu bergulir dengan cepat. Sekitar pukul 5 sore, Ferdy
mengajak nonton bioskop di BIP. Aku tidak sungkan-sungkan, langsung
mengiyakan saja. Sepulang nonton sekitar jam 7 malam, aku mengantarkan
Ferdy pulang dengan Baleno-ku ke daerah Cihampelas. Ditengah perjalanan
Ferdy mengajakku main ke Ciater. Aku sih tidak masalah, karena di rumah
pun aku hanya tinggal sendirian.

Di daerah Lembang kami beristirahat dulu dan bercengkrama sambil
menghabiskan minuman dan jagung bakar. Tidak terasa jam sudah
menunjukkan pukul 11.30 malam. Akhirnya niat ke Ciater kubatalkan saja.
Aku mengajak Ferdy pulang saja. Dia pun mengiyakannya.

Sepanjang perjalanan pulang ke Bandung, Ferdy mulai agak-agak nakal.
Sambil bercerita, dia sudah berani mengelus-elus tanganku ketika aku
sedang memindahkan perseneling. Pada awalnya kutepis, tapi bandel juga
ini anak. Dia tidak pernah kapok, walau kutepis berkali-kali. Karena
bosan dan tidak ada hasilnya kalau kularang, maka kubiarkan dia
mengelus-elus tanganku.

Aku akui, elusannya itu membuat hatiku berdebar lebih cepat dari
biasanya. Bahkan semakin lama elusannya semakin ganas, dan sudah mulai
berani mengelus pahaku. Kubiarkan saja, dan aku tetap konsentrasi
menyetir mobil. Entah karena suasana yang mendukung, karena kami hanya
berdua-duaan, ataukah karena kesepianku selama ini, karena sudah lama
tidak dielus laki-laki. Aku membiarkan tangannya beraksi lebih jauh. Aku
mulai merinding, dan darahku serasa panas menjalar seluruh tubuhku.
Semakin lama, Aku semakin menikmati elusan tangannya.

Sekarang Ferdy sudah sangat berani! Dia sudah berani memegang
payudaraku. Aku mulai terangsang. Aku sudah tidak kuat lagi merasakan
elusan tangannya. Akhirnya mobil kupinggirkan. Aku tanyakan Ferdy,
kenapa dia berani memperlakukanku seperti itu, padahal dalam hati aku
pun menginginkannya. Dia minta maaf, tapi tangannya tetap tidak mau
lepas dari payudaraku. Aku tak kuasa menahan rangsangannya. Akhirnya
kubalas elusan tangannya dengan sebuah ciuman di keningnya. Aku tidak
menyangka dia menarik tubuhku, dan menciumi bibirku. Dia melumat
bibirku, sampai-sampai aku sulit untuk bernafas.

Dia mulai berani menyelusupkan tangannya di kaos ketat unguku. Aku
biarkan saja. Sungguh permainan yang indah, mulutku sudah tersumpal oleh
lidah Ferdy, dan tangannya pun begitu terampil mengelus-elus payudaraku.
Bahkan putingku pun sudah dia elus.
Aku melenguh, "Sh.. ah.. sh.. ah.. sh.. ah.."

Tangan kirinya mulai turun ke arah pangkal pahaku. Aku geli sehingga
menggerinjal. Tangannya mulai membuka reseletingku perlahan-lahan. Detik
demi detik kurasakan tangannya mulai mengelus kemaluanku. Aku semakin
keras mengeluarkan suara. Dan akhirnya aku kaget, ketika ada sebuah
mobil dengan kecepatan tinggi dari arah berlawanan, menyorotkan sinar
lampunya. Konsentrasiku buyar. Aku lalu membereskan reseletingku dan
kaos ketat unguku. Begitu juga Ferdy. Akhirnya permainan yang
berlangsung sekitar setengah jam itu harus berakhir karena sorotan lampu
mobil yang lewat tadi. Di sekitar selangkanganku terasa basah.

"Yeni, maafin Ferdy ya. Telah berlaku kurang ajar sama Yeni."
"Nggak apa-apa koq Fer. Tapi saya bingung, kenapa koq kamu berani
berbuat seperti itu kepada saya. Padahal kamu kan 8 tahun lebih muda
dari saya."
"Nggak tahu deh, Yen. Mungkin saya mulai menyukaimu sejak pertemuan kita
di Cafe."
"Gombal ah.." kataku agak manja.
"Aku geli banget lho, waktu kamu elus tadi. Mungkin karena aku baru
merasakan lagi sentuhan pria, ya Fer. Kalau boleh aku jujur, baru kali
ini, ada cowok yang menyentuh aku lho Fer. Sejak perceraian aku dengan
suami satu setengah tahun yang lalu."
"Sudahlah Yen, jangan ngomongin perceraian, nanti kamu sedih. Mendingan
kita melanjutkan perjalanan deh.."

Aku melanjutkan perjalanan dengan berbagai gejolak perasaan dan
kenikmatan yang baru aku raih bersama Ferdy. Sambil aku menyetir mobil,
Ferdy tidak lupa mengelus pahaku juga payudaraku.
"Yen, bagaimana kalau kita berhenti dulu di hotel. Biar kita bisa lebih
tenang melakukannya."
Aku bingung, antara mengiyakan dan tidak. Jujur saja, aku ingin
merasakan lebih jauh lagi dari elusan lembutnya itu. Tapi aku ragu dan
malu. Akhirnya kuputuskan, mengiyakan ajakkannya.

Sesampainya di kamar Hotel "S" di sekitar Setiabudi, Ferdy tidak
memberikan kesempatan untukku beristirahat. Dia langsung memelukku dan
melumat bibirku. Aku gelapan dan tidak kuasa menolaknya ketika Ferdy
mulai mebuka kaos ketat unguku dan membuka celana panjangku. Aku
disuruhnya duduk di atas meja. Dengan elusan tangannya, Ferdy telah
membuka bra-ku yang berukuran 36B dan celana dalamku. Dia semakin
beringas, bagaikan macan kelaparan. Ferdy mulai menciumi lubang
kewanitaanku.
"Ah.. uh.. ah.. uh.. ah.. teru..s Fer.. Ah.. Enaa..k ah.. uh shh.. shh..
uh.."
Rasanya tidak terlukiskan, badanku menggeliat-geliat bagai ulat
kepanasan. Lidah Ferdy merojok-rojok vaginaku dan menjilat klitorisku
yang sebesar kacang kedelai.

Lalu kubuka kemeja dan celana jeansnya Ferdy. Kaget! Ternyata
"barang"-nya Ferdy sudah keluar melewati celana dalamnya. Kelihatan
ujungnya memerah. Aku takut, apakah lubang kewanitaanku muat untuk
"barang"-nya Ferdy.

Sudah terasa satu jari dimasukkan ke dalam lubang kewanitaanku.
Dikeluar-masukkannya jari itu dan diputar-putar. Digoyang ke kanan dan
kiri. Satu jari dimasukkannya lagi. Terasa sakit, tapi nikmat. Mungkin
masih penasaran, Ferdy memasukkan jarinya yang ketiga.
Dikeluar-masukkan, digoyang kiri kanan. Nikmat sekali. Sedangkan tangan
kirinya membantu membuka lubang kewanitaanku untuk mempermudah
memasukkan jari-jari kanannya.
"Ah.. uh.. ah.. sh.. uhh.. shh.. terus Fer.. aduh.. nggak kuat Fer.. Aku
mau keluar nih.."
Akhirnya aku basah. Aku tersenyum puas.

"Sekarang gantian ya, jilatin punyaku dong Yen.." Ferdy memohon kepadaku.
"Iya Fer, tapi punyamu panjang, muat nggak ya..?" jawabku.
"Coba saja dulu, Yen. Nanti juga terbiasa."
"Auh.. aw.. jangan didorong dong Fer, malah masuk ke tenggorokkanku,
pelan-pelan saja ya. Punyamu kan panjang."

Sekitar lima belas menit kemudian erangan Ferdy semakin menjadi-jadi.
"Ah.. uh.. oh.. ah.. sh.. uh.. oh.. uh.. ah.. uh.."
Kuhisap semakin kuat dan kuat, Ferdy pun semakin keras erangannya. Ferdy
mulai ingat, tangannya bekerja lagi mengelus vaginaku yang mulai
mengering, basah kembali. Mulutku masih penuh kemaluan Ferdy dengan
gerakan keluar masuk seperti penyanyi karaoke.

"Sudah dulu Yen, aku nggak tahan.., masukkin saja ke punyamu ya..?"
pinta Ferdy.
Aku hanya menganggukkan kepala saja, sambil berharaf-harap cemas apakah
punyaku muat atau tidak dimasuki kepunyaannya Ferdi. Kedua kakiku
diangkat ke pundak kiri dan kanannya, sehingga posisiku mengangkang. Dia
dapat melihat dengan jelas kemaluanku yang kecil namun kelihatan gemuk
seperti bakpau.

Kulihat dia mengelus kemaluannya, dan menyenggol-nyenggolkan pada
kemaluanku, aku kegelian. Dibukanya kemaluanku dengan tangan kirinya,
dan tangan kanan menuntun kemaluannya yang besar dan panjang menuju
lubang kewanitaanku. Didorongnya perlahan, "Sreett..," dia melihatku
sambil tersenyum dan dicobanya sekali lagi. Mulai kurasakan ujung
kemaluan Ferdy masuk perlahan. Aku mulai geli, tetapi agak sakit
sedikit. Mungkin karena lubang kewanitaanku tidak pernah lagi dimasuki
kemaluan laki-laki. Ferdy melihat aku meringis menahan sakit, dia
berhenti dan bertanya.
"Sakit ya..?"
Aku tidak menjawab, hanya kupejamkan mataku ingin cepat merasakan
kemaluan besarnya itu.

Digoyangnya perlahan dan, "Bleess.." digenjotnya kuat pantatnya ke depan
hingga aku menjerit, "Aaauu.."
Kutahan pantat Ferdy untuk tidak bergerak. Rupanya dia mengerti
kemaluanku agak sakit, dan dia juga ikut diam sesaat. Kurasakan kemaluan
Ferdy berdenyut dan aku tidak mau ketinggalan. Aku berusaha mengejang,
sehingga kemaluan Ferdy merasa kupijit-pijit. Selang beberapa saat,
kemaluanku rupanya sudah dapat menerima semua kemaluan Ferdy dengan baik
dan mulai berair, sehingga ini memudahkan Ferdy untuk bergerak. Aku
mulai basah dan terasa ada kenikmatan mengalir di sela pahaku. Perlahan
Ferdy menggerakkan pantatnya ke belakang dan ke depan. Aku mulai
kegelian dan nikmat. Kubantu Ferdy dengan ikut menggerakkan pantatku
berputar.

"Aduuhh.., Yeni..," erang Ferdy menahan laju perputaran pantatku.
Rupanya dia juga kegelian kalau aku menggerakkan pantatku. Ditahannya
pantatku kuat-kuat agar tidak berputar lagi, justru dengan menahan
pantatku kuat-kuat itulah aku menjadi geli dan berusaha untuk
melepaskannya dengan cara bergerak berputar lagi, tapi dia semakin kuat
memegangnya. Kulakukan lagi gerakan berulang dan kurasakan telur
kemaluan Ferdy menatap pantatku licin dan geli. Rupanya Ferdy termasuk
kuat juga, berkali-kali kemaluannya mengocek kemaluanku masih tetap saja
tidak menunjukkan adanya kelelahan bahkan semakin meradang.

Kucoba mempercepat gerakan pantatku berputar semakin tinggi dan cepat,
kulihat hasilnya Ferdy mulai kewalahan, dia terpengaruh iramaku yang
semakin lancar. Kuturunkan kakiku menggamit pinggangnya, dia semakin
tidak bergerak berputar lagi, tapi dia semakin kuat memegangnya.
Kuturunkan kakiku menggamit pinggangnya, dia semakin tidak leluasa untuk
bergerak, sehingga aku dapat mengaturnya. Aku merasakan sudah 4 (empat)
kali kemaluanku mengeluarkan cairan untuk membasahi kemaluan Ferdy,
tetapi Ferdy belum keluar juga.

Kupegang batang kemaluan Ferdy yang keluar masuk liang kewanitaanku,
ternyata masih ada sisa sedikit yang tidak dapat masuk ke liang senggamaku.
Aku pun terus mengerang keasyikan, "Auh.. auh.. terus Fer.. auh.. Ena..k
Fer.. Ugh.. ah.. lebih cepat lagi Fer.. ugh.. ah.. sshh.. uh.. oh.. uh..
ash.. sshh.."
"Kecepek.., kecepek.., kecepek..," bunyi kemaluanku saat kemaluan Ferdy
mengucek habis di dalamnya.
Aku kegelian hebat, "Yeni.. aku mau keluar, Tahan ya..," pintanya menyerah.

Tanpa membuang waktu, kutarik kemaluanku dari kemaluannya, kugenggam dan
dengan lincah kumasukkan bonggol kemaluan tersebut ke dalam mulutku,
kukocok sambil kuhisap kuat-kuat, kuhisap lagi dan dengan cepat mulutku
maju mundur untuk mencoba merangsang agar air maninya cepat keluar.
Mulutku mulai payah tapi air mani yang kuharapkan tidak juga keluar.
Kutarik kemaluan dari mulutku, Ferdy tersenyum dan sekarang telentang.
Tanpa menunggu komando, kupegang kemaluannya, kutuntun ke lubangku
dengan aku mendudukinya. Aku bergerak naik turun, dan dia memegang
susuku dengan erat. Tidak lama kemudian ditariknya tubuhku melekat di
dadanya, dan aku juga terasa panas.

"Sreet.., sreett.., sreett..," kurasakan ada semburan hangat bersamaan
dengan keluarnya pelicin di kemaluanku, dia memelukku erat demikian pula
aku.
Kakinya dijepitkan pada pinggangku kuat-kuat seolah tidak dapat lepas.
Dia tersenyum puas.
"Yeni.., aku baru merasakan kemaluan seorang wanita. Kamu adalah wanita
pertama yang merenggut bujanganku. Aku selama ini paling banter hanya
melakukan peting saja. Sungguh luar biasa, enak gila, kepunyaanmu
memijit punyaku sampai nggak karuan rasanya, aku puas Yen.."
"Aahh kamu bohong, masa seusiamu baru pertama kali melakukan kayak
beginian," manjaku.
Dia hanya tersenyum dan kembali mengulum bibirku kuat-kuat.

"Sumpah, Yen..! Apakah kamu masih akan memberikannya lagi untukku..?"
tanyanya.
"Pasti..! Tapi ada syaratnya..," jawabku.
"Apa dong syaratnya, Yen..?" tanyanya penasaran.
"Gampang saja, asal kamu bisa kuat seperti tadi. Atau nanti saya kasih
pil untuk kamu ya, biar lebih kuat lagi..!"
"Oke deh.. Mandi bareng yuk, Yen.." ajaknya.
Dan kami pun mandi bersama, dan sekali lagi Ferdy memberikan kepuasan
yang selama ini tidak kudapatkan selama kurang lebih satu setengah tahun.

Aku bersiap-siap pulang. Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 8
pagi. Aku langsung check out menuju Cihampelas mengantarkan Ferdy
pulang. Mobil keluar hotel dengan berjalan perlahan.
Sepanjang perjalanan aku berfikir, "Kok bisa-bisanya aku mmberikan
sesuatu hal yang aku jaga selama ini, padahal Ferdy baru pertama kali
bertemu denganku. Sekaligus juga aku membayangkan kapan lagi aku dapat
memperoleh kepuasan dari Ferdy."

Kini tangan Ferdy menempel pada pahaku, dan tanganku menempel di
celananya. Sesekali Ferdy menyandarkan wajahnya ke dadaku dan jari nakal
Ferdy mulai beraksi dengan manja. Kurasakan gumpalan daging kemaluan
Ferdy mulai mengeras lagi, dia tersenyum melihatku. Akhirnya tidak
terasa aku sudah sampai di Cihampelas, dan menurunkan Ferdy. Selanjutnya
aku pulang ke rumahku di sekitar Sukarno-Hatta.

No comments: