Thursday 15 November 2007

The Club

Joseph telah lama menantikan malam ini. Semua orang selalu membicarakan
tentang klub itu tetapi tak seorangpun akan mekatakan secara persisn apa
yang ada di dalam klub itu. Banyak issue yang mengatakan bahwa sering
diadakan pesta sex liar untuk anggota klub.

Pada usia ke 15, ia telah banyak memikirkan masalah sex. Ia juga telah
banyak menjumpai para anggota yang susianya sebaya dengannya atau
sedikit lebih muda. Malam ini dia berniat untuk mendaftar ke dalam klub
itu. akhirnya ia akan menemukan apa yang selama ini diperbincangkan orang.

Tak seorangpun akan menceritakan kepadanya tentang maksud mereka
masing-masing. Bermacam-Macam pikiran jelek timbul dikepalanya ketika
dia sedang duduk menunggu diluar ruang pertemuan itu. Sampai kemudian
mereka memanggilnya untuk masuk keruang tersebut. Ruangan pertemuan itu
terletak diluar ruang tidur pimpinan club.

Ia bisa dengar pergerakan dan tertawa genit yang berlangsung di dalam
kamar tersebut. Untuk pertama kali dalam hidupnya dia mendengar suara
wanita seperti itu. Ia melihat pada dirinya sendiri. Ia telah mengenakan
pakaian persis seperti apa yang telah diperintahkan; sepasang celana dan
kemeja, dan telanjang kaki tanpa mengenakan sepatu.

Shelly adiknya yang berusia 13 tahun melihatnya ketika dia pergi dan
bertanya mau pergi kemana. Dia hanya mengatakan kepadanya agar tidak
mencampuri urusannya dan kemudian pergi tanpa mengatakan apapun kepada
adiknya yang cerewet itu.

Gagasan untuk melakukan pembuatan itu datang dari para tetangganya. Ia
pikir sebaiknya segera bangun dan metinggalkan tempat itu. Akan tetapi
sudah terlambat, piintu telah terbuka dimana Ralph. Sang pemimpin muncul
dihadapannya. Ia berdiri dengan mengenakan celana pendek memegang topeng
Halloween plastik. Ralph kemudia menghampirinya.
"Buka pakaianmu dan pakai ini." katanya sambil memberikan topeng itu.

Joseph tidak dapat menolak. Tapi dia ragu-ragu untuk melepas semua
pakaiannya. Ada orang lain disana yang bisa melihatnya telanjang bulat.
Tidak pernah sebelumnya ada orang yang melihatnya telanjang, kecuali,
dia duga suatu ketika Shelly pernah mengintipnya, tapi dia adalah
adiknya sehingga tidak pernah diperhitungkan.

Ralph melihat keraguannya.
"Jika kamu tidak ingin masuk klub, aku tidak memaksanya."
"Tidak, aku benar-benar ingin masuk," kata Joseph segera sambil melepas
bajunya.
Ralph tersenum melihatnya. "Bagus, segera buka pakaianmu dan pakai topeng."

Joseph segera melepas semua pakaiannya, ia tidak ingin mengambil resiko
buat keanggotaan klubnya. Kemudian dia berdiri didepan Ralph tanpa
sehelai benangpun kecuali topeng.
Ralph melihat kebawah kearah lemaluan Joseph dan tersenyum kecil,
"Kita akan memperbaikinya segera, ayo masuk kedalam!"

Joseph mengikuti sang pemimpin masuk kedalam kamarnya. Laki-laki anggota
klub lainnya ikut masuk, Ada 7 orang didalam kamar itu, semuanya hanya
memakai celana pendek. Dan dia segera melihat bahwa diatas tempat tidur
ada anak lain yang juga memakai topeng, dan selimut menutupi tubuhnya
sehingga dia tidak tahu siapa dia.

"Ini ujian buatmu!" kata Ralph.

Joseph melihat kearah sang pemimpin yang berjalan ke tempat tidur. "Kamu
harus lakukan apa yang kita perintahkan. Pertama, kepada semua diruang
ini, kalian tidak boleh berbicara apa-apa sampai semuanya selesai."

Ralph memegang ujung sudut selimut dan pelan-pelan menariknya. Joseph
segera dapat melihat kemulusan kulit yang hanya dimiliki seorang gadis.
Kemudia ketika ia melihat dengan jelas sepasang bukit dada kecil yang
menggairahkan, penisnya pun segera bangkit. Ia merasa batang penisnya
menjadi lebih keras dan lebih keras lagi ketika melihat semakin banyak
bagian tubuh telanjang anak gadis itu. Gadis cilik itu tiba-tiba merasa
malu dan segera menutup sepasang buah dada kecilnya itu dengan lengan
tangannya.

"Kamu harus tetap terbuka jika kamu ingin masuk kedalam klub." Kata
Ralph yang dapat didengar oleh Joseph dengan jelas.

Dan gadis cilik itupun segera menurunkan tangannyanya. Joseph tiba-tiba
mernysadari bahwa ia bukan satu-satunya yang akan diproses masuk ke
dalam klub malam ini.

"Kemari kamu." Kata Ralph kepada Joseph.

Joseph segera mendekat dan berdiri disamping Ralph sehingga langsung
berhadapan dengan tubuh telanjang itu. Dari lekukan tubuhnya itu
menunjukan dengan bahwa tubuh anak gadis itu baru mulai berkembang.
Joseph benar-benar terpesona melihat tubuh yang sangat menggairahkan
ini. Ini adalah juga untuk pertama kalinya ia melihat seorang anak
perempuan yang telanjang secara nyata. Ia merasa akan orgasme hanya
kerena melihat kemolekan tubuh gadis cilik ini.

Ralph cukup waspada dengan keadaan Joseph. Dia tidak mau membiarkan
terjadinya kegagalan pada proses upacara ini, maka segera memberi
instruksi yang berikutnya nya. "Aku ingin kamu segera orgasme diatas
dadanya."

Kedua-duanya Joseph dan anak perempuan saling berpandangan dengan shock.

"Well, kamu sudah berjanji akan mengikuti perintah kami, segera lakukan
itu!" Joseph memang sudah merasakan bahwa penisnya sudah
berdenyut-denyut nikmat sebagai tanda bahwa orgasmenya sudah tidak lama
lagi, segera mengangguk kearah sang pemimpin, kemudian kembali melihat
kearah tubuh anak gadis cilik yang sangat menggairahkan itu, sambil
menggusap-usap batang penisnya.

Si gadis cilik cuman bisa diam terbengong-bengong tidak tahu harus
melakukan apa. Dan gadis itu mulai tegang dan terangsang melihat anak
laki-laki asing yang sedang melakukan onani didepanya. Tanpa
disadarinya, tanganya mengusap-usap kulit tubuhnya yang mulus, dan
beberapa saat kemudian beberapa kali semburan yang cukup kuat dari
sperma Joseph menimpa sepasang bukit dadanya yang baru mulai mengembang
itu.

Kejadian itu membuatnya jijik dan sekaligus menggairahkan perasaan
birahi gadis cilik ini. Cairan sperma berwarna putih susu yang kental,
liat dan lengket itu sepertinya membuat gairah gadis cilik ini semakin
membara, juga kepada anak laki-laki asing yang demikian bergairah
sehingga orgasme hanya karena melihat tubuhnya yang telanjang bulat itu.

"Ambil sperma itu dan usap-usapkan ke vaginamu sampai kamu juga
orgasme." Perintah Ralph pada gadis cilik itu. Sekali lagi keduanya
terkejut dan saling pandang. Gadis cilik itu membuka mulutnya untuk
mengatakan sesuatu, tapi segera dipotong Ralph. "Ingat instruksi yang
pertama, tidak ada yang boleh bicara!"

Pertama-tama gadis cilik itu benar-benar shock, akan tetapi kemudian
mulai menhikuti perintah Ralph dengan patuh; meraup cairan sperma
didadanya dan mengusapkannya ke vaginanya dan digosok-gosokkannya ke
celah-celah vaginanya. Dia memang pernah melakukan onani seperti tu,
kadang-kadang juga dengan menggunakan minyak baby oil, tapi tidak pernah
terbanyang dalam pikirannya bahwa dia akan menggunakan cairan sperma
untuk beronani sampai orgasme. Perasaan malu, takut dan bergairah saling
berpacu dalam diri gadis cilik ini tapi segera dilupakannya, dia segera
berkonsentrasi untuk membuatnya mencapai orgasme tanpa perduli lagi
bahwa hal itu bisa membuatnya hamil.

Joseph juga benar-benar menikmati proses untuk orgasme gadis cilik itu.
Penisnya dengan cepat bangkit lagi. Ia kembali mengocok-kocok batang
penisnya lagi, tetapi Ralph segera mencegahnya. Joseph jadi gelisah
dengan berkobarnya kembali gairah seksualnya, tapi dia menuruti perintah
Ralph sambil menikmati pemandangan menggairahkan dari sesosok gadis
cilik dihadapannya itu.

Gadis cilik itu sampai menggigit bibirnya untuk menahan agar dia tidak
mengeluarkan suara. Gejolak gairah seksualnya benar-benar telah
menyelimuti seluruh tubuhnya. Tubuhnya bergetar ketika setapak-demi
setapak dia mencapai puncak orgasmenya.

"Perhatikan baik-baik," kata Ralph kepada Joseph. "Usahakan sekuatnya
untuk menahan spermamu sampai waktunya nanti kau masukkan kedalam
vaginanya dan jadilah ayah dari anak bayimu."

Pernyataan Ralph semakin meningkatkan gairah seksual gadis cilik itu
sehingga akhirnya dibarengi dengan keluhan agak keras, tubuh gadis cilik
itu mengejang dan bergetar ketika dia mencapai puncak orgasmenya.
Beberapa saat kemudia tiubuh itu tergoleh lemas.

"Sekarang aku ingin kamu mengambil keperawanannya seperti juga dirinya
mengambil keperjakaanmu."

"Hah?" seru gadis cilik dari balik topengnya. Matanya melotot lebar
ketakutan.

Joseph tidak berkata apa-apa selain memandang Ralph dengan penuh
keraguan. Ralph hanya mengibas-ngibaskan jarinya pada mereka berdua dan
berkata lagi, "Kamu benar-benar ingin di menjadi anggota klub, ya kan?"
kedua pasang remaja cilik itupun saling pandang dan kemudian mengangguk
hapir bersamaan.

Gadis cilik segera membuka pahanya, yang memberikan tanda kepada Joseph
bahwa dia sudah siap. Joseph melihat vagina cilik itu berkilat basah
oleh cairan spermanya. Pemandangan itu benar-benar semakin meningkatkan
gairahnya, sehingga dengan ragu-ragu diusapnya dengan lembut bagian
paling rahasia dari gadis cilik ini. Mereka saling pandang, tapi
masing-masing tidak bisa melihat perubahan mimik wajah mereka yang
tertutup topeng.

Selama ini Joseph tidak pernah menyentuh seorang gadis, ini pengalaman
pertamanya bersama gadis cilik ini, demikian pula si perawan cilik ini.
Benar-benar detik-detik yang sangat mendebarkan buat keduanya ketika
penis Joseph ditempelkan dan ditekan di gerbang liang kecil vagina itu.
Tubuh mereka berdua bergetar seiring dengan deru napasnya yang semakin
cepat. Sampai Gadis cilik itu mengerang tertahan ketika pelahan-lahan
ujung penis Josep yang bulat melesak masuk keliang sempit itu.

Joseph juga mengerang pelan ketika merasakan jepitan kuat diujung
penisnya. Pemuda itu jadi semakin bersemangat menekan penisnya sampai
tiba-tiba dia merasa ujung penisnya menabrak dinding keperawanan gadis
cilik itu. gadis cilik ini ternyata juga masih perawan tulen seperti
juga dirinya.

Joseph benar-benar berjuang keras, disamping berusaha keras menjebol
keperawanan gadis cilik ini, dia juga berusaha sekuat tenaga menahan
agar spermanya tidak muncrat dulu sebelum menyelesaikan tugasnya. Ini
benar-benar perjuangan sulit buat Joseph, karena jepitan dinding vagina
gadis cilik itu begitu kuatnya sehingga menimbulkan kenikmatan yang
sangat luar biasa, yang benar benar tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

Gadis cilik itu juga merasakan perasaan yang serupa. Disamping rasa
sakit, dia juga merasakan kenikmatan yang teramat luar biasa sehingga
dia tidak mampu lagi menahan diri untuk tidak desisan dan rintihan
nikmat yang keluar dari mulutnya. Pinggulnya sampai terangkat-angkat
menahan gempuran penis Joseph.

Sesaat Joseph menghentikan gerakannya. Dia perlu konsentrasi sejenak
untuk segera menyelesaikan tugasnya. Mereka saling pandang tanpa
mengucapkan sepatah katapun. Joseph melihat sorot mata gadis cilik ini
memohon dengan amat sangat agar dia segera menuntaskan tugasnya. Perawan
cilik ini benar-benar sudah pasrah sepenuhnya untuk menyerahkan
keperawanannya apapun yang terjadi.

Joseph menarik sedikit ujung penisnya, kemudian dengan tanpa memberikan
aba-aba dia tekan dengan cepat dan kuat penisnya, tembuslah benteng
keperawanan gadis cilik ini. Pemuda ini tidak tega memandang mata gadis
cilik ini, dia yakin pasti gadis ini merasakan kesakitan, tapi ini
adalah cara yang terbaik yang bisa diusahakan. Joseph pun terus menekan
penisnya sehingga seluruh batang penisnya tenggelam kedalam liang
perawan itu.

Gadis itu sepertinya sudah tidak perduli lagi dengan rasa sakit yang
dideritanya, dengan penuh semangat dipeluknya tubuh pemuda itu,
pinggullnya digerakkan kekiri dan kekanan mengimbangi gerakan Joseph,
sesaat kemudian keduanya menjerit keras hampir bersamaan ketika keduanya
mencapai puncak orgasmenya yang paling dasyat. Joseph merasakan betapa
spermanya berkali-kali menyemprot kuat didalam liang perawan itu.

Kemudian kedua remaja cilik ini terkulai sambil berpelukan. Mereka
dengan jelas mendengar dengan jelas betapa napas pasangannya masih
memburu seperti baru selesai lari marathon.

Joseph terkejut ketika melihat sekeliling, Ralph sekarang sudah
telanjang bulat sedang ngentot adiknya Cathy dengan buasnya, demikian
pula anggota klub lainnya juga sedang ngentot dengan pasangannya
masing-masing yang dia kenal sebagai keluarga mereka sendiri.

Tanpa dapat menahan diri lagi, Joseph melepas topengnya sambil berseru,
"Apa yang sedang terjadi disini?"

"Joseph?" jerit tertahan gadis cilik dibawahnya. Suara itu begitu sangat
dikenalnya.

Dengan penis masih tertanam penuh diliang vagina gadis dibawahnya ini,
dia buka topeng gadis ini. Ternyata dia adalah Shelly, adik perempuannya
sendiri yang baru berusia 13 tahun. Dia benar-benar tidak memimpikannya
untuk berhubungan sex dengan adiknya sendiri.

"Shelly!" hanya itu yang bisa muncul dari mulutnya. Kedua bibir mereka
kemudian saling berciuman, saling mengunci dan menghisap dengan ganas,
tangan-tangan mereka saling mengelus, meraba dan mengusap ketubuh
pasangannya. Joseph merasakan penisnya langsung tegang lagi, dan kembali
pinggulnya digerakkan naik-turun. Shelly juga menjadi demikian
bergairah, bahkan lebih dari tadi ketika pemuda itu memerawaninya.
Dipeluknya tubuh kakaknya dengan penuh kasih sayang, dan pinggulnya
digerakkan kekiri-kekanan lebih cepat mengimbangi gerakan pinggul kakaknya.

Kemudian mereka kembali tenggelam dalam arus birahinya, berhubungan
intim dengan ritme yang lebih menggelora. Shelly sampai orgasme empat
kali lagi sebelum Joseph mencapai orgasmenya yang ketiga. Mereka
benar-benar lupa akan keadaan sekelilingnya, dimana semua anggota klub
juga sedang berhubungan intim dengan pasangannya masing-masing yang
sekaligus juga keluarganya mereka sendiri.

Tapi Joseph dan shelly melakukannya bukan hanya karena dorongan
nafsunya, keduanya juga saling mengasihi dan mencintai sepenuh hatinya.

"Ini adalah rahasia terbesar dari klub ini!" kata Joseph kepada adiknya.

"Ya." Jawab Shelly, "Ini juga merupakan rahasia terbesarku, karena
akhirnya aku bisa memberikan kasih sayang dan cintaku kepadamu, Joseph."
Katanya sambil mengerling manja dan penuh kasih sayang.

Teman Chattingku

Sebelumnya, kuperkenalkan diriku dulu. Namaku Yeni. Aku lahir dan
dibesarkan di kota Bandung. Usiaku 33 tahun, aku bekerja di sebuah bank
swasta di Jalan Asia Afrika, Bandung. Saat ini aku hidup sendiri. Aku
pernah menikah, kurang lebih selama empat tahun. Pernikahanku tidak
dikaruniai anak. Aku bercerai, karena suamiku berselingkuh dengan rekan
bisnisnya.

Untuk mengusir kejenuhan dalam kesendirianku selama kurang lebih satu
tahun setengah, aku selalu menghibur diriku dengan membaca. Kadang aku
chatting, akan tetapi aku tidak berharaf untuk bertemu dengan teman
chatting-ku. Aku masih trauma akibat perlakuan suamiku terhadapku.

Aku kenal beberapa orang teman chatting yang asyik untuk diajak bercanda
ataupun berdiskusi, salah satunya adalah Ferdy. Dia anak kuliahan,
semester akhir di perguruan tinggi swasta di Bandung. Ferdy merupakan
teman chatting-ku yang pertama kali yang pernah bertemu denganku.

Pada awal perkenalannya aku kurang respek terhadapnya, karena email-nya
saja menyeramkan, dapat pembaca bayangkan, cari_ce_maniax@***.**
(edited). Tapi entah angin apa yang
membuatku penasaran untuk bertemu dengannya, padahal aku baru sekali
chatting dengannya. Cerita selanjutnya adalah pertemuan pertamaku dengan
Ferdy yang berakhir ke sebuah hotel di sekitar jalan Setiabudi.

Hari itu, Sabtu tanggal 16 Juni 2001, aku berjanji untuk bertemu dengan
Ferdy di sebuah cafe di belakang BIP pukul 16.00. Aku sengaja datang
lebih awal sekitar pukul 15.45, dan memilih tempat yang agak ke pojok
agar aku dapat melihat dia terlebih dahulu. Aku memesan minuman, dan
mataku tertuju terus ke arah pintu masuk cafe.

Sambil menunggu Ferdy datang, aku memperhatikan orang di sekelilingku.
Aku merasa risih sekali, karena ada anak muda (usianya sekita 25
tahunan) yang duduk sendirian di meja sebelahku memperhatikan terus
sejak pertama aku masuk cafe. Tapi aku cuek saja. Tepat pukul 16.00,
anak muda itu menghampiri diriku dan memperkenalkan dirinya. Namanya Ferdy.

Aku kaget sekali, karena tidak pernah kubayangkan sebelumnya bahwa Ferdy
itu masih muda. Dia masih sangat muda, padahal ketika chatting, dia
mengaku berusia 35 tahun. Dan tentunya juga, selama aku berkomunikasi
melalui telepon, suara Ferdy kelihatan seperti seorang bapak-bapak dan
sangat dewasa sekali. Aku sangat grogi. Untuk menghilangkan rasa grogi,
kupersilakan Ferdy duduk dan memesankan minuman.

"Maaf Bu Yeni, saya berbohong kepada Ibu. Saya mengaku berusia 35 tahun,
padahal usia saya tidak setua itu. Tentunya juga, saya mohon maaf tidak
memakai pakaian yang saya janjikan. Saya harus panggil siapa nih? Ibu
atau Mbak atau Tante atau siapa ya?"
"Yeni saja deh, biar lebih akrab," jawabku.
Selanjutnya Ferdy bercerita, kenapa dia berbohong usia, juga
aktifitasnya sehari-hari, begitu juga aku menceritakan aktifitasku dan
kehidupan sehari-hariku. Aku tidak menyangka dari cara dia berkomunikasi
sangat dewasa dan banyak dibumbui dengan kata-kata humor, sehingga aku
dibuat terpingkal-pingkal olehnya.

Tidak terasa, waktu bergulir dengan cepat. Sekitar pukul 5 sore, Ferdy
mengajak nonton bioskop di BIP. Aku tidak sungkan-sungkan, langsung
mengiyakan saja. Sepulang nonton sekitar jam 7 malam, aku mengantarkan
Ferdy pulang dengan Baleno-ku ke daerah Cihampelas. Ditengah perjalanan
Ferdy mengajakku main ke Ciater. Aku sih tidak masalah, karena di rumah
pun aku hanya tinggal sendirian.

Di daerah Lembang kami beristirahat dulu dan bercengkrama sambil
menghabiskan minuman dan jagung bakar. Tidak terasa jam sudah
menunjukkan pukul 11.30 malam. Akhirnya niat ke Ciater kubatalkan saja.
Aku mengajak Ferdy pulang saja. Dia pun mengiyakannya.

Sepanjang perjalanan pulang ke Bandung, Ferdy mulai agak-agak nakal.
Sambil bercerita, dia sudah berani mengelus-elus tanganku ketika aku
sedang memindahkan perseneling. Pada awalnya kutepis, tapi bandel juga
ini anak. Dia tidak pernah kapok, walau kutepis berkali-kali. Karena
bosan dan tidak ada hasilnya kalau kularang, maka kubiarkan dia
mengelus-elus tanganku.

Aku akui, elusannya itu membuat hatiku berdebar lebih cepat dari
biasanya. Bahkan semakin lama elusannya semakin ganas, dan sudah mulai
berani mengelus pahaku. Kubiarkan saja, dan aku tetap konsentrasi
menyetir mobil. Entah karena suasana yang mendukung, karena kami hanya
berdua-duaan, ataukah karena kesepianku selama ini, karena sudah lama
tidak dielus laki-laki. Aku membiarkan tangannya beraksi lebih jauh. Aku
mulai merinding, dan darahku serasa panas menjalar seluruh tubuhku.
Semakin lama, Aku semakin menikmati elusan tangannya.

Sekarang Ferdy sudah sangat berani! Dia sudah berani memegang
payudaraku. Aku mulai terangsang. Aku sudah tidak kuat lagi merasakan
elusan tangannya. Akhirnya mobil kupinggirkan. Aku tanyakan Ferdy,
kenapa dia berani memperlakukanku seperti itu, padahal dalam hati aku
pun menginginkannya. Dia minta maaf, tapi tangannya tetap tidak mau
lepas dari payudaraku. Aku tak kuasa menahan rangsangannya. Akhirnya
kubalas elusan tangannya dengan sebuah ciuman di keningnya. Aku tidak
menyangka dia menarik tubuhku, dan menciumi bibirku. Dia melumat
bibirku, sampai-sampai aku sulit untuk bernafas.

Dia mulai berani menyelusupkan tangannya di kaos ketat unguku. Aku
biarkan saja. Sungguh permainan yang indah, mulutku sudah tersumpal oleh
lidah Ferdy, dan tangannya pun begitu terampil mengelus-elus payudaraku.
Bahkan putingku pun sudah dia elus.
Aku melenguh, "Sh.. ah.. sh.. ah.. sh.. ah.."

Tangan kirinya mulai turun ke arah pangkal pahaku. Aku geli sehingga
menggerinjal. Tangannya mulai membuka reseletingku perlahan-lahan. Detik
demi detik kurasakan tangannya mulai mengelus kemaluanku. Aku semakin
keras mengeluarkan suara. Dan akhirnya aku kaget, ketika ada sebuah
mobil dengan kecepatan tinggi dari arah berlawanan, menyorotkan sinar
lampunya. Konsentrasiku buyar. Aku lalu membereskan reseletingku dan
kaos ketat unguku. Begitu juga Ferdy. Akhirnya permainan yang
berlangsung sekitar setengah jam itu harus berakhir karena sorotan lampu
mobil yang lewat tadi. Di sekitar selangkanganku terasa basah.

"Yeni, maafin Ferdy ya. Telah berlaku kurang ajar sama Yeni."
"Nggak apa-apa koq Fer. Tapi saya bingung, kenapa koq kamu berani
berbuat seperti itu kepada saya. Padahal kamu kan 8 tahun lebih muda
dari saya."
"Nggak tahu deh, Yen. Mungkin saya mulai menyukaimu sejak pertemuan kita
di Cafe."
"Gombal ah.." kataku agak manja.
"Aku geli banget lho, waktu kamu elus tadi. Mungkin karena aku baru
merasakan lagi sentuhan pria, ya Fer. Kalau boleh aku jujur, baru kali
ini, ada cowok yang menyentuh aku lho Fer. Sejak perceraian aku dengan
suami satu setengah tahun yang lalu."
"Sudahlah Yen, jangan ngomongin perceraian, nanti kamu sedih. Mendingan
kita melanjutkan perjalanan deh.."

Aku melanjutkan perjalanan dengan berbagai gejolak perasaan dan
kenikmatan yang baru aku raih bersama Ferdy. Sambil aku menyetir mobil,
Ferdy tidak lupa mengelus pahaku juga payudaraku.
"Yen, bagaimana kalau kita berhenti dulu di hotel. Biar kita bisa lebih
tenang melakukannya."
Aku bingung, antara mengiyakan dan tidak. Jujur saja, aku ingin
merasakan lebih jauh lagi dari elusan lembutnya itu. Tapi aku ragu dan
malu. Akhirnya kuputuskan, mengiyakan ajakkannya.

Sesampainya di kamar Hotel "S" di sekitar Setiabudi, Ferdy tidak
memberikan kesempatan untukku beristirahat. Dia langsung memelukku dan
melumat bibirku. Aku gelapan dan tidak kuasa menolaknya ketika Ferdy
mulai mebuka kaos ketat unguku dan membuka celana panjangku. Aku
disuruhnya duduk di atas meja. Dengan elusan tangannya, Ferdy telah
membuka bra-ku yang berukuran 36B dan celana dalamku. Dia semakin
beringas, bagaikan macan kelaparan. Ferdy mulai menciumi lubang
kewanitaanku.
"Ah.. uh.. ah.. uh.. ah.. teru..s Fer.. Ah.. Enaa..k ah.. uh shh.. shh..
uh.."
Rasanya tidak terlukiskan, badanku menggeliat-geliat bagai ulat
kepanasan. Lidah Ferdy merojok-rojok vaginaku dan menjilat klitorisku
yang sebesar kacang kedelai.

Lalu kubuka kemeja dan celana jeansnya Ferdy. Kaget! Ternyata
"barang"-nya Ferdy sudah keluar melewati celana dalamnya. Kelihatan
ujungnya memerah. Aku takut, apakah lubang kewanitaanku muat untuk
"barang"-nya Ferdy.

Sudah terasa satu jari dimasukkan ke dalam lubang kewanitaanku.
Dikeluar-masukkannya jari itu dan diputar-putar. Digoyang ke kanan dan
kiri. Satu jari dimasukkannya lagi. Terasa sakit, tapi nikmat. Mungkin
masih penasaran, Ferdy memasukkan jarinya yang ketiga.
Dikeluar-masukkan, digoyang kiri kanan. Nikmat sekali. Sedangkan tangan
kirinya membantu membuka lubang kewanitaanku untuk mempermudah
memasukkan jari-jari kanannya.
"Ah.. uh.. ah.. sh.. uhh.. shh.. terus Fer.. aduh.. nggak kuat Fer.. Aku
mau keluar nih.."
Akhirnya aku basah. Aku tersenyum puas.

"Sekarang gantian ya, jilatin punyaku dong Yen.." Ferdy memohon kepadaku.
"Iya Fer, tapi punyamu panjang, muat nggak ya..?" jawabku.
"Coba saja dulu, Yen. Nanti juga terbiasa."
"Auh.. aw.. jangan didorong dong Fer, malah masuk ke tenggorokkanku,
pelan-pelan saja ya. Punyamu kan panjang."

Sekitar lima belas menit kemudian erangan Ferdy semakin menjadi-jadi.
"Ah.. uh.. oh.. ah.. sh.. uh.. oh.. uh.. ah.. uh.."
Kuhisap semakin kuat dan kuat, Ferdy pun semakin keras erangannya. Ferdy
mulai ingat, tangannya bekerja lagi mengelus vaginaku yang mulai
mengering, basah kembali. Mulutku masih penuh kemaluan Ferdy dengan
gerakan keluar masuk seperti penyanyi karaoke.

"Sudah dulu Yen, aku nggak tahan.., masukkin saja ke punyamu ya..?"
pinta Ferdy.
Aku hanya menganggukkan kepala saja, sambil berharaf-harap cemas apakah
punyaku muat atau tidak dimasuki kepunyaannya Ferdi. Kedua kakiku
diangkat ke pundak kiri dan kanannya, sehingga posisiku mengangkang. Dia
dapat melihat dengan jelas kemaluanku yang kecil namun kelihatan gemuk
seperti bakpau.

Kulihat dia mengelus kemaluannya, dan menyenggol-nyenggolkan pada
kemaluanku, aku kegelian. Dibukanya kemaluanku dengan tangan kirinya,
dan tangan kanan menuntun kemaluannya yang besar dan panjang menuju
lubang kewanitaanku. Didorongnya perlahan, "Sreett..," dia melihatku
sambil tersenyum dan dicobanya sekali lagi. Mulai kurasakan ujung
kemaluan Ferdy masuk perlahan. Aku mulai geli, tetapi agak sakit
sedikit. Mungkin karena lubang kewanitaanku tidak pernah lagi dimasuki
kemaluan laki-laki. Ferdy melihat aku meringis menahan sakit, dia
berhenti dan bertanya.
"Sakit ya..?"
Aku tidak menjawab, hanya kupejamkan mataku ingin cepat merasakan
kemaluan besarnya itu.

Digoyangnya perlahan dan, "Bleess.." digenjotnya kuat pantatnya ke depan
hingga aku menjerit, "Aaauu.."
Kutahan pantat Ferdy untuk tidak bergerak. Rupanya dia mengerti
kemaluanku agak sakit, dan dia juga ikut diam sesaat. Kurasakan kemaluan
Ferdy berdenyut dan aku tidak mau ketinggalan. Aku berusaha mengejang,
sehingga kemaluan Ferdy merasa kupijit-pijit. Selang beberapa saat,
kemaluanku rupanya sudah dapat menerima semua kemaluan Ferdy dengan baik
dan mulai berair, sehingga ini memudahkan Ferdy untuk bergerak. Aku
mulai basah dan terasa ada kenikmatan mengalir di sela pahaku. Perlahan
Ferdy menggerakkan pantatnya ke belakang dan ke depan. Aku mulai
kegelian dan nikmat. Kubantu Ferdy dengan ikut menggerakkan pantatku
berputar.

"Aduuhh.., Yeni..," erang Ferdy menahan laju perputaran pantatku.
Rupanya dia juga kegelian kalau aku menggerakkan pantatku. Ditahannya
pantatku kuat-kuat agar tidak berputar lagi, justru dengan menahan
pantatku kuat-kuat itulah aku menjadi geli dan berusaha untuk
melepaskannya dengan cara bergerak berputar lagi, tapi dia semakin kuat
memegangnya. Kulakukan lagi gerakan berulang dan kurasakan telur
kemaluan Ferdy menatap pantatku licin dan geli. Rupanya Ferdy termasuk
kuat juga, berkali-kali kemaluannya mengocek kemaluanku masih tetap saja
tidak menunjukkan adanya kelelahan bahkan semakin meradang.

Kucoba mempercepat gerakan pantatku berputar semakin tinggi dan cepat,
kulihat hasilnya Ferdy mulai kewalahan, dia terpengaruh iramaku yang
semakin lancar. Kuturunkan kakiku menggamit pinggangnya, dia semakin
tidak bergerak berputar lagi, tapi dia semakin kuat memegangnya.
Kuturunkan kakiku menggamit pinggangnya, dia semakin tidak leluasa untuk
bergerak, sehingga aku dapat mengaturnya. Aku merasakan sudah 4 (empat)
kali kemaluanku mengeluarkan cairan untuk membasahi kemaluan Ferdy,
tetapi Ferdy belum keluar juga.

Kupegang batang kemaluan Ferdy yang keluar masuk liang kewanitaanku,
ternyata masih ada sisa sedikit yang tidak dapat masuk ke liang senggamaku.
Aku pun terus mengerang keasyikan, "Auh.. auh.. terus Fer.. auh.. Ena..k
Fer.. Ugh.. ah.. lebih cepat lagi Fer.. ugh.. ah.. sshh.. uh.. oh.. uh..
ash.. sshh.."
"Kecepek.., kecepek.., kecepek..," bunyi kemaluanku saat kemaluan Ferdy
mengucek habis di dalamnya.
Aku kegelian hebat, "Yeni.. aku mau keluar, Tahan ya..," pintanya menyerah.

Tanpa membuang waktu, kutarik kemaluanku dari kemaluannya, kugenggam dan
dengan lincah kumasukkan bonggol kemaluan tersebut ke dalam mulutku,
kukocok sambil kuhisap kuat-kuat, kuhisap lagi dan dengan cepat mulutku
maju mundur untuk mencoba merangsang agar air maninya cepat keluar.
Mulutku mulai payah tapi air mani yang kuharapkan tidak juga keluar.
Kutarik kemaluan dari mulutku, Ferdy tersenyum dan sekarang telentang.
Tanpa menunggu komando, kupegang kemaluannya, kutuntun ke lubangku
dengan aku mendudukinya. Aku bergerak naik turun, dan dia memegang
susuku dengan erat. Tidak lama kemudian ditariknya tubuhku melekat di
dadanya, dan aku juga terasa panas.

"Sreet.., sreett.., sreett..," kurasakan ada semburan hangat bersamaan
dengan keluarnya pelicin di kemaluanku, dia memelukku erat demikian pula
aku.
Kakinya dijepitkan pada pinggangku kuat-kuat seolah tidak dapat lepas.
Dia tersenyum puas.
"Yeni.., aku baru merasakan kemaluan seorang wanita. Kamu adalah wanita
pertama yang merenggut bujanganku. Aku selama ini paling banter hanya
melakukan peting saja. Sungguh luar biasa, enak gila, kepunyaanmu
memijit punyaku sampai nggak karuan rasanya, aku puas Yen.."
"Aahh kamu bohong, masa seusiamu baru pertama kali melakukan kayak
beginian," manjaku.
Dia hanya tersenyum dan kembali mengulum bibirku kuat-kuat.

"Sumpah, Yen..! Apakah kamu masih akan memberikannya lagi untukku..?"
tanyanya.
"Pasti..! Tapi ada syaratnya..," jawabku.
"Apa dong syaratnya, Yen..?" tanyanya penasaran.
"Gampang saja, asal kamu bisa kuat seperti tadi. Atau nanti saya kasih
pil untuk kamu ya, biar lebih kuat lagi..!"
"Oke deh.. Mandi bareng yuk, Yen.." ajaknya.
Dan kami pun mandi bersama, dan sekali lagi Ferdy memberikan kepuasan
yang selama ini tidak kudapatkan selama kurang lebih satu setengah tahun.

Aku bersiap-siap pulang. Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 8
pagi. Aku langsung check out menuju Cihampelas mengantarkan Ferdy
pulang. Mobil keluar hotel dengan berjalan perlahan.
Sepanjang perjalanan aku berfikir, "Kok bisa-bisanya aku mmberikan
sesuatu hal yang aku jaga selama ini, padahal Ferdy baru pertama kali
bertemu denganku. Sekaligus juga aku membayangkan kapan lagi aku dapat
memperoleh kepuasan dari Ferdy."

Kini tangan Ferdy menempel pada pahaku, dan tanganku menempel di
celananya. Sesekali Ferdy menyandarkan wajahnya ke dadaku dan jari nakal
Ferdy mulai beraksi dengan manja. Kurasakan gumpalan daging kemaluan
Ferdy mulai mengeras lagi, dia tersenyum melihatku. Akhirnya tidak
terasa aku sudah sampai di Cihampelas, dan menurunkan Ferdy. Selanjutnya
aku pulang ke rumahku di sekitar Sukarno-Hatta.

Tetanggaku

Saya adalah seorang mahasiswa yang sedang pulang untuk liburan. Di suatu
hari yang cerah, saya sedang berbaring untuk mencoba tidur siang.
Ternyata ibu memanggilku dari luar. Segera saya beranjak dari tempat
tidur untuk menemuinya, dan ternyata ibu memintaku untuk mengantarkan
sebuah bungkusan untuk diserahkan ke teman arisannya. Tanpa banyak tanya
saya segera bergerak ke alamat yang dituju yang tidak berbeda jauh dari
rumahku. Sesampainya di sana aku melihat sebuah rumah yang besar dengan
arsitektur yang menawan.

Aku segera memijit bel di pintu pagar rumah tersebut. Tidak beberapa
lama keluarlah seorang gadis manis yang memakai kaos bergambar tweety
kedodoran sehingga tidak terlihat bahwa gadis itu memakai celana,
walaupun akhirnya saya melihat dia memakai celana pendek.

Singkat kata saya segera bertanya tentang keberadaan teman ibu saya.
"Hmm.., sorry nih, Ibu Raninya ada?, saya membawa kiriman untuk beliau",
tanyaku.
"Wah lagi pergi tuh, Kak.., Kakak siapa ya?", tanyanya lagi.
"Oh saya anaknya Ibu Erlin", jawabku.

Tiba-tiba cuaca mendung dan mulai gerimis. Sehingga gadis manis itu
mempersilakan saya masuk dahulu.
"Kakak nganterin apaan sih?", tanyanya.
"Wah.., nggak tahu tuh kayaknya sih berkas-berkas", jawabku sambil
mengikutinya ke dalam rumahnya.
"Memang sih tadi Mama titip pesen kalo nanti ada orang yang nganterin
barang buat Mama.., tapi aku nggak nyangka kalo yang nganter cowo
cakep!", katanya sambil tersenyum simpul.
Mendengar pernyataan itu saya menjadi salah tingkah.

Saat saya memasuki ruang tengah rumah itu, saya menjumpai seorang gadis
manis lagi yang sedang asyik nonton TV, tapi melihat kami masuk ia
seperti gugup dan mematikan TV yang ditontonnya.
"Ehmm.., Trid siapa sih?", tanya gadis itu.
"Oh iya aku Astrid dan itu temanku Dini, kakak ini yang nganterin
pesanan mamaku..", jawab gadis pemilik rumah yang ternyata bernama Astrid.
"Eh iya nama gue Ian", jawabku.

Tidak lama kemudian aku dipersilakan duduk oleh Astrid. Aku segera
mencari posisi terdekat untuk duduk, tiba-tiba saat aku mengangkat
bantal yang ada di atas kursi yang akan aku duduki aku menemukan sebuah
VCD porno yang segera kuletakkan di sebelahku sambil aku berkata, "Eh..,
kalo ini punya kamu nyimpannya yang bener nanti ketahuan lho".
Dengan gugup Astrid segera menyembunyikan VCD tersebut di kolong
kursinya, lalu segera menyalakan TV yang ternyata sedang menayangkan
adegan 2 orang pasangan yang sedang bersetubuh. Karena panik Astrid
tidak dapat mengganti gambar yang ada.Untuk menenangkannya tanpa
berpikir aku tiba-tiba nyeletuk.
"Emang kalian lagi nonton begini nggak ada yang tahu?".

Dengan muka memerah karena malu mereka menjawab secara bersamaan tapi
tidak kompak sehingga terlihat betapa paniknya mereka.
"Ehh.., kita lagi buat tugas biologi tentang reproduksi manusia", jawab
Astrid sekenanya. Dapat kulihat mimik mukanya yang ketakutan karena ia
duduk tepat di sampingku.
"Tugas biologi?, emangnya kalian ini kelas berapa sih?", tanyaku lagi.
"Kita udah kelas 3 SMP kok!", jawab Dini. Aku hanya mengangguk tanda
setuju saja dengan alasan mereka.
"Kenapa kalian nggak nyari model asli atau dari buku kedokteran?", tanyaku.
"Emang nyari dimana Kak?", tanya mereka bersamaan.
"Hi.., hi.., hi.., siapa aja.., kalo gue jadi modelnya mo dibayar
berapa?", tanyaku becanda.
"Emang kakak mau jadi model kita?", tanyanya.
Mendengar pertanyaan itu giliran aku yang menjadi gugup.
"Siapa takut!", jawabku nekat.

Ternyata, entah karena mereka sudah 'horny' gara-gara film BF yang
mereka tonton itu, Astrid segera mendekatiku dengan malu-malu.
"Sorry Kak boleh ya 'itunya' kakak Astrid pinjem", bisiknya.
Dengan jantung yang berdegup kencang aku membiarkan Astrid mulai membuka
retsleting celanaku dan terlihat penisku yang masih tergeletak lemas.
"Hmm.., emangnya orang rumah kamu pada pulang jam berapa?", tanyaku
mengurangi degup jantungku. Tanpa dijawab Astrid hanya memegangi penisku
yang mulai menegang.
"Kak, kalo cowok berdiri itu kayak gini ya?", tanyanya.
"Wah segini sih belum apa-apa", jawabku.
"Coba kamu raba dan elus-elus terus", jawabku.
"Kalo di film kok kayaknya diremas-remas terus juga dimasukin mulut
namanya apa sih?", tanyanya lagi.
Ketegangan penisku hampir mencapai maksimal.
"Nah ukuran segini biasanya cowok mulai dapat memulai untuk bersetubuh,
gimana kalo sekarang aku kasih tahu tentang alat kelamin wanita, Emm..,
vagina namanya", mintaku.

Tanpa banyak tanya ternyata Astrid segera melepaskan celananya sehingga
terlihat vaginanya yang masih ditutupi bulu-bulu halus, Astrid duduk di
sampingku sehingga dengan mudah aku mengelus-elus bibir vaginanya dan
mulai memainkan clitorisnya.
"Ahh.., geli.., Kak.., ahh.., mm..", rintihnya dengan mata yang terpejam.
"Ini yang namanya clitoris pada cewek (tanpa melepaskan jariku dari
clitorisnya) nikmat kan kalo aku beginiin", tanyaku lagi. Dan dijawab
dengan anggukan kecil.

Tiba-tiba Dini yang sudah telanjang bulat memasukkan penisku ke mulutnya.
"Kok kamu sudah tahu caranya", tanyaku ke Dini.
"Kan nyontoh yang di film", jawabnya.

Tiba-tiba terjadi gigitan kecil di penisku, tapi kubiarkan saja dan
mengarahkan tangan kiriku ke vaginanya sambil kuciumi dan kujilati
vagina Astrid. Vagina Astrid mulai dibasahi oleh lendir-lendir pelumas
yang meleleh keluar.
Tiba-tiba Astrid membisiku, "Kak ajarin bersetubuh dong..?".
"Wah boleh", jawabku sambil mencabut penisku dari mulut Dini.
"Tapi bakal sedikit sakit pertamanya, Trid. Kamu tahan yah..", bisikku.

Aku mengangkangkan pahanya dan memainkan jariku di lubang vaginanya agar
membiasakan vagina yang masih perawan itu. Dan aku pelan-pelan mulai
menusukkan penisku ke dalam liang vagina Astrid, walau susahnya setengah
mati karena pasti masih perawan. Ketika akan masuk aku segera mengecup
bibirnya, "Tahan ya sayang..".
"Aduh.., sakit..", teriaknya.
Kubiarkan penisku di dalam vaginanya, beberapa menit baru kumulai
gerakan pantatku sehingga penisku bergerak masuk dan keluar, mulai
terlihat betapa menikmatinya Astrid akan pengalaman pertamanya.
"Masih sakit nggak, Trid", tanyaku.
"mm.., nggak.., ahh.., ahh.., uhh.., geli Kak".

Hampir 30 menit kami bersetubuh dan Astrid mulai mencapai klimaksnya
karena terasa vaginanya basah oleh lendir.
"Kak Astrid pingin pipis!", tanyanya.
"Jangan ditahan keluarin aja", jawabku.
"Ah.., ahh.., emm.., e..mm", terasa otot vaginanya menegang dan meremas
penisku.
"Nah Trid kamu kayaknya udah ngerasain ejakulasi tuh".

Aku merebahkan tubuh Astid di sampingku dan segera menarik Dini yang
sedang onani sambil melihat film porno di TV.
"Sini kamu mau nggak?", tanyaku.
Tanpa banyak tanya Dini segera bergerak mendekatiku, kuhampiri dia dan
segera mengangkat kaki kirinya dan kumasukkan penisku ke vaginanya dan
tampaknya ia menahan sakit saat menerima hunjaman penisku di lubang
vaginanya sambil memejamkan matanya rapat-rapat, tapi sekian lama aku
mengocokkan penisku di vaginanya mulai ia merintih keenakan. Aku terus
melakukannya sambil berdiri bersender ke tembok.
"aahh.., Kak.., Dini.., Dini", jeritnya dan tiba-tiba melemas, ia sudah
kelur juga pikirku.

Aku bopong gadis itu ke kursi dan rupanya Astrid sudah di belakangku dan
menyuruhku duduk dan memasukkan penisku ke vaginanya dengan dibimbing
tangannya. Aku telah berganti tempat dan gaya, yang semua Astrid yang
memerintahkan sesuai adegan di film sampai akhirnya Astrid memberitahuku
bahwa ia akan keluar.
"Trid tahan yah.., aku juga udah mau selesai nih.., ahh.., aahh..,
croot.., creett.., creet", aku muntahkan beberapa cairan maniku di dalam
vaginanya dan sisanya aku semprotkan di perutnya.
"Enak.., yah Kak.., hanget deh memekku.., hmm.., ini sperma kamu?",
bisiknya dan kujawab dengan ciuman di bibirnya sambil kubelai seluruh
tubuh halusnya.

Setelah itu kami mandi membersihkan diri bersama-sama sambil kuraba
permukaan payudara Astrid yang kira-kira berukuran cukup besar untuk
gadis seusianya, karena terangsang mereka menyerangku dan memulai
permainan baru yang di sponsori gadis-gadis manis ini, yang rupanya
mereka telah cepat belajar.

Yang Tak Terlupakan

Cerita ini merupakan pengalaman pribadi yang sangat berkesan sekali bagi
saya. Kisah ini terjadi beberapa tahun yang lalu. Awalnya bermula pada
pertengahan masa-masa kuliah saya di sebuah Perguruan Tinggi ternama di
Jakarta. Bukan apa, selama ini entah kenapa selalu timbul rasa penasaran
dalam diri saya untuk ingin mengungkapkan semua yang pernah terjadi pada
diri saya. Secara kebetulan saya bertemu dengan seorang teman sekerja
dan menyarankan untuk menceritakan kembali pengalaman saya ini. Terus
terang saya baru tahu ada site semacam ini di Internet.

Saya sangat tertarik dan ingin membagi cerita pada seluruh pembaca.
Tentang kenyataan yang ada dan mungkin sering terjadi disekeliling kita.
Kelebihan dan kekurangan dari isi cerita ini adalah menurut yang saya
alami. Terserah apapun tanggapan dari para pembaca. Dan ucapan terima
kasih saya kepada 17tahun.com bila cerita sederhana ini dimuat. Sebutlah
nama saya Fandy tetapi teman-teman biasa memanggil saya Andy saja.

Saya mengenal sex bisa dikatakan belum terlalu lama juga. Baru mulai
semester 3 semasa duduk dibangku kuliah dulu (saat itu usia saya baru 20
tahun). Kali pertama keperjakaan saya terenggut oleh Mbak Dewi (salah
seorang karyawati XX di kampus yang sempat menjadi kekasih saya selama
kurang lebih 2 tahun). Semenjak itu sex bagi saya seolah sudah menjadi
salah satu kebutuhan utama sehari-hari. Saya seolah terjebak dengan
keindahan fantasi kenikmatan surgawi yang Mbak Dewi berikan dan ajarkan
kepada saya.

Hubungan saya dengan Mbak Dewi bisa dibilang lumayan lama juga, dan
malahan sampai beberapa kali membuahkan kehamilan. Meski begitu Mbak
Dewi selalu saja menggugurkannya. Hal ini terjadi berulang sampai lima
kali. Gila memang, tetapi entah kenapa Mbak Dewi justru sangat menikmati
hasil perbuatan saya selama hampir kurang lebih 2 tahun hubungan asmara
kami itu berlangsung. Saya tidak tahu apakah itu termasuk suatu
penyimpangan perilaku atau bukan. Yang jelas setiap kali terjadi
kehamilan dengan bangga ia memberitahukannya kepada saya dan mengatakan
bahwa saya adalah pria paling hebat yang pernah dikenalnya.

Bagi saya sendiripun Mbak Dewi adalah segala-galanya. Meski secara fisik
ia lebih tua hampir 5 tahun dibanding usiaku, namun itu tidak menjadi
beban dan halangan bagi saya untuk mengasihi dan menyayanginya sebagai
layaknya seorang kekasih. Kuakui saya bukanlah pria pertama dalam
kehidupan cintanya, tetapi itu bukan masalah karena saya sangat
mencintainya. Memang meski secara resmi kami belum menikah namun untuk
masalah sex kami sudah melakukannya sebulan semenjak pertama kali saling
berkenalan. Bercinta dengannya seakan tak pernah bosan.

Sex menurutnya adalah suatu keindahan yang setiap saat harus bisa
dinikmati. Ibarat nasi, 2 atau 3 hari saja rutinitas intim itu tertunda
pasti keesokan harinya Mbak Dewi langsung uring-uringan tanpa alasan
yang jelas. Kalau sudah demikian hanya ada satu obat paling manjur untuk
mengatasinya. Meredamnya dengan buaian-buaian kenikmatan surgawi.
Menurutnya saya adalah pria yang paling berharga dan paling
menggairahkan dalam hidupnya. Saat itu sudah begitu besar keyakinan dan
perasaan cinta saya terhadapnya dan kukira begitu pula sebaliknya. Dan
tak pernah terlintas sekalipun di benak saya hubungan indah ini akan
berakhir begitu saja.

Sampai suatu ketika, kebetulan saya ada suatu keperluan mendadak yang
sangat penting dan harus ke Bandung selama hampir 2 minggu. Mbak Dewi
melepas kepergianku dengan berat hati. Ia tak akan sanggup bila terlalu
lama berpisah denganku. Saya sendiri sangat memaklumi perasaannya.
Bagaimanapun selama ini tiada hari tanpa kami lewati bersama-sama. Saya
ingin mengajaknya turut serta namun itu berarti ia harus bolos kerja.
Aku tak menginginkan itu jika ia sampai kena teguran lagipula saat itu
saya tak meragukan kesetiaannya.

Namun kenyataannya tanpa pernah kuduga sama sekali Mbak Dewi melakukan
kesalahan besar dan membuat geger karena tertangkap basah sedang
melakukan hubungan intim dengan salah seorang dosen senior. Hanya sehari
sebelum kedatanganku pulang. Fatalnya mereka melakukannya justru disalah
satu ruang kantor ketika pegawai yang lain sedang mengikuti rapat rutin
mingguan. Memalukannya lagi kejadian tersebut sempat menjadi tontonan
gratis beberapa orang mahasiswa yang kebetulan mengetahui kejadian mesum
tersebut.

Terus terang saya sangat kecewa, malu dan sakit hati dengan perbuatannya
tersebut. Saya benar-benar tidak menyangka Mbak Dewi tega menghianati
saya dan berselingkuh dengan orang lain. Saya merasa benar-benar telah
tertipu dengan perasaan saya sendiri. Padahal saya sangat menyayangi
Mbak Dewi sebagaimana layaknya seorang kekasih bahkan calon istri. Saya
tidak pernah menghianati cinta saya kepadanya, karenanya ini benar-benar
sangat menusuk perasaan. Akhirnya karena terlanjur malu mereka berdua
menikah hanya kurang dari 1 minggu semenjak kejadian memalukan tersebut.
Mbak Dewi setengah mati berusaha meminta maaf kepadaku atas segala
perbuatannya. Dia mengaku khilaf dan meminta pengertianku.

Meski dengan berat hati apapun alasannya saya berusaha memaafkan dan
mengikhlaskan semuanya. Saya berusaha untuk tak menemuinya lagi. Hal ini
terasa terlalu sangat menyakitkan. Namun anehnya, hanya 2 hari menjelang
pernikahannya entah kenapa aku merasa begitu cemburu dan ingin sekali
berjumpa dengannya. Seolah tahu akan perasaan dan keinginanku, Mbak Dewi
ternyata memang telah menunggu kedatanganku. Tidak perlu saya ceritakan
detilnya, yang jelas saat itu kembali terulang kemesraan yang biasa kami
lakukan sebelum kejadian tak mengenakkan tersebut. Bahkan saking
rindunya saya sampai menyebadaninya berulang-ulang kali tanpa henti
selama beberapa jam. Apalagi bila melihat kemolekan dan kemulusan kulit
tubuhnya yang tergeletak pasrah telanjang bulat diatas ranjang begitu
mempesona penglihatanku. Membuat gairah birahiku terus bergelora seakan
tak pernah padam.

Kenikmatan demi kenikmatan kami raih dan entah sudah berapa kali kami
berdua saling menyemburkan cairan kenikmatan. Rintihan dan erangan
kepuasan berulang kali terdengar lembut dari mulut mungilnya yang indah.
Kedua bibir merahnya selalu digigitnya gemas setiap kali kuberhasil
memberinya seteguk demi seteguk anggur kenikmatan. Seakan pengantin baru
hampir sepanjang siang sampai sore kami berdua menikmati indahnya surga
dunia meskipun hanya sesaat itu saja. Kusadari sepenuhnya bahwa
kemungkinan ini adalah terakhir kalinya kami dapat tidur bersama. Satu
yang tak bisa kulupakan hingga detik ini dan sampai kapanpun juga, hasil
perbuatan kami tersebut ternyata kembali membuahkan kehamilan. Hanya
saja kali ini Mbak Dewi sama sekali tidak menggugurkannya sebagai bukti
rasa kasihnya kepadaku.

Beruntung suaminya tidak pernah curiga dengan kehadiran anak laki-laki
pertama mereka yang mukanya sangat mirip sekali denganku. Saat ini
usianya hampir menginjak 4,5 tahun. Hampir 3 minggu kemudian setelah
pernikahan mereka kami mulai jarang bertemu apalagi bertatap muka. Di
kampus pun Mbak Dewi seakan berusaha menghindar bila melihat
kedatanganku. Aku berusaha mengerti atas semua sikapnya karena
bagaimanapun juga ia sekarang telah menjadi milik orang lain. Aib yang
ia alami dulu seolah menjadi trauma yang memalukan baginya. Hari-hari
yang biasanya selalu indah ceria seakan berubah dan berbalik 180
derajat. Saya sering melamun dan dilanda rasa cemburu yang berlebihan.
Ingin marah tetapi entah kepada siapa.

Pada dasarnya saya bukanlah orang pendendam, sehingga sedikitpun tidak
ada keinginanku untuk membalas semua perbuatannya. Hanya saja rutinitas
sex yang biasanya saya lakukan hampir setiap hari bersama Mbak Dewi
seakan terhenti total. Hal ini ternyata sangat mengganggu pikiran dan
baru saya sadari setelah sekitar 3 minggu kebiasaan rutin tersebut
terhenti. Bagaimanapun saya adalah laki-laki normal yang sebelumnya
sudah terbiasa melakukan rutinitas sexual. Saya kira pembaca pasti
mengerti apa yang saya maksudkan.

Itulah kenyataannya, pada mulanya saya sering merasa pusing tanpa sebab,
sering sampai tidak bisa tidur dan yang paling menyiksa bila alat
kelelakian saya hampir setiap saat sering tegang sendiri. Kalo sudah
begitu bisa sehari semalam saya tidak bisa tidur sama sekali. Saya
sendiri bukanlah pria yang senang bermasturbasi atau onani. Sejak dulu
bisa dikatakan hanya sekali atau dua kali saja saya melakukannya sebelum
mengenal Mbak Dewi. Setelah itu paling sering justru Mbak Dewi sendiri
yang melakukannya bila ia sudah tak sanggup lagi melayaniku atau kalau
kebetulan dia sedang kepingin melakukan oral sex.

Aku hanya tersenyum geli dan mengiyakan permintaannya yang sedikit
diluar kebiasaan. Karena terus terang saya lebih senang mengeluarkan air
mani saya didalam liang vaginanya. Mungkin karena saat itu saya merasa
hanya Mbak Dewi saja satu-satunya wanita didalam hidup ini yang paling
kucintai, saya mengira hanya Mbak Dewi sajalah yang memiliki (maaf)
liang vagina paling nikmat di dunia. Lucu memang. Dan setiap kali bahkan
sampai kapanpun saya akan selalu teringat atas segala keindahan dan
pesona sexual yang dimilikinya.

Bercinta dan bersetubuh dengannya membuatku benar-benar merasa sangat
berharga dilahirkan sebagai seorang laki-laki. Saya merasa bangga dan
bahagia bisa melihatnya merintih merasakan kenikmatan yang kuberikan dan
membuatnya orgasme hingga berkali-kali. Mbak Dewi sangat menyukai
perlakuanku setiap kali aku memuasinya. Mungkin saja dia termasuk
golongan wanita yang hiperaktif, karena apapun bentuk kenikmatan yang
sedang dirasakannya ketika orgasme selalu diekspresikan seketika itu
juga. Menjerit, memekik, menggeliat bahkan kadang sampai
menendang-nendang. Bila sedang mencapai puncak Mbak Dewi seakan seperti
terkencing-kencing dan begitu hebat tubuhnya menggeliat sambil
menyemprotkan cairan kemaluannya.

Terkadang saya nggak pernah habis pikir bila Mbak Dewi sedang berada di
puncak gejolak birahinya. Bila sedang orgasme cairan yang disemburkannya
relatif sangat banyak untuk ukuran wanita seperti dia. Mungkin jauh
lebih banyak dibanding semburan air mani pria manapun juga. Dan uniknya
Mbak Dewi sanggup melakukannya berkali-kali. Bila sedang terangsang
paling tidak saya harus mengulang menyetubuhinya maksimal sebanyak 7-8
kali dalam setiap permainan. Mbak Dewi selalu memuntahkan cairan
orgasmenya sampai menyembur keluar dari liang vaginanya. Persis seperti
air mancur kecil. Waktu itu saya tidak tahu apa setiap wanita memang
begitu adanya bila sedang orgasme. Bila sudah demikian dengan sabar
terpaksa saya harus mencabut keluar batang penis saya dari jepitan liang
vaginanya agar cairan kewanitaannya bisa tumpah keluar. Kalau tidak,
rasanya seperti sedang berada di dalam kolam renang air panas.

Dengan manja Mbak Dewi mencium bibir saya mesra lalu segera beranjak ke
kamar mandi untuk membersihkan kemaluan dan selangkangannya yang basah.
"Mmm ..cupp .. kau hebat sekali Andy .. mm ..sebentar sayang .. aku ke
kamar mandi dulu yaa .. cupp ..", bisiknya penuh kemesraan setelah
orgasme pertamanya selesai. Ia tertawa kecil melihat alat kelelakianku
yang basah berlendir terkena semburannya. Sementara diatas sprei juga
tampak mulai basah tersiram cairan orgasmenya yang luar biasa banyaknya.
"Oooh .. kau luar biasa sekali Dewi .. benar-benar membuatku terangsang
..", ujarku takjub. "O yaa .. mm ..sabar sayang .. tunggu saja giliranmu
..mm ..cupp .. aku juga menginginkan semburanmu Andy ..hh .. aku ingin
benih kita benar-benar menyatu sayang ..mm ..", bisiknya genit. Dua
menit kemudian ia kembali lagi keatas ranjang dan menyuruhku langsung
menyetubuhinya seperti semula. Demikian berulang-ulang saya selalu
melakukannya sampai sebanyak 4-5 kali dan begitu pula ia selalu
membersihkan diri ke kamar mandi setiap kali selesai orgasme. Selebihnya
biasanya Mbak Dewi hanya bisa terbaring lemas kelelahan diatas kasur.

Ia memang sangat sensitif dan mudah sekali orgasme. Setiap kali alat
vitalku menekan kedalam dan merangsang dinding vaginanya, paling tidak
selama kurang lebih 2-3 menit Mbak Dewi sudah mencapai klimak dan cairan
orgasmenya langsung menyemprot keluar mengguyur batang kelelakianku.
Karena itu, setiap kali menyetubuhinya harus saya lakukan secara
perlahan-lahan. Jangan sampai penis saya menggesek liang vaginanya
terlalu cepat.

Waktu sudah menjelang sore ketika ia kembali mencapai klimak, .. kucabut
keluar alat kejantananku yang liat dan panjang dari dalam jepitan liang
vaginanya. Mbak Dewi sontak menggeliat dan mengejan sambil mengangkat
pinggulnya keatas. Aku segera bergeser sedikit ke sisi kanan tubuhnya.
Dan .. Pyuurr .. untuk kelima kalinya cairan orgasmenya menyemprot
keluar dari sela-sela celah vaginanya membasahi selangkangannya sendiri
dan sebagian sprei tempat tidur. "Fuuhh .. kau keluar lagi Dewi ..
nikmat ya sayang ..". "Aaahh ..Andy ..nngghh ..uuwwhh ..oohh ..",
pekiknya keras setengah tertahan sebelum akhirnya pinggulnya terhempas
kembali keatas ranjang.. Sejenak kuusap seluruh batang kejantananku yang
basah kuyub dengan selimut, lalu dengan bernafsu kuarahkan kembali
kepala penisku yang semakin mengkilat ke liang vagina Mbak Dewi yang
mulai menutup rapat lagi.

"Aaww ..uuhh .. Andy ..", rintihnya nikmat sambil memelukku lagi. Aku
kembali mengayuh naik turun menggoyang tubuhnya. Memberikannya
kenikmatan. Mbak Dewi hanya menatapku pasrah melihatku kembali
menyetubuhinya seakan ingin membuat dirinya orgasme berulang-ulang kali
tanpa henti. " Su ..sudah Andy .. a ..aku lemas sekali .. aku bisa
keluar lagi ..oohh .. ja ..jangan .. jangan sekarang Andy .. ooww ..
ooww ..uuhh .. yaahh .. ", rintihnya lemas menahan nikmat ketika hanya
dalam 2 menit cairan orgasmenya yang panas kembali menyembur dan seolah
mendorong kepala penisku keluar.

Untuk kesekian kali kembali kucabut batang kelelakianku dari jepitan
rapat liang vaginanya. Dan .. pyuur .. cairan orgasme Mbak Dewi langsung
tumpah keluar membasahi bibir kemaluan dan selangkangannya lagi.
Sebagian besar langsung meresap kedalam sprei tempat tidurnya yang
semakin basah lembab berair. "Wooww .. kau luar biasa sekali Dewi .. mm
.. kau cepat sekali keluar sayang ..", ujarku takjub. "Nngg ..hh ..su
..sudah Andy .. aku lemas sekali .. oohh .. ayo dong Andy sekarang
giliranmu .. beri aku semburanmu sayang ..", rintihnya lemas. "Mmm ..
sebentar lagi sayang .. kau menggairahkan sekali Dewi .. hh ..aku ingin
melihatmu orgasme sekali lagi ..", ujarku gemas sambil kubenamkan
kembali batang penisku yang besar dan panjang ke dalam liang vaginanya.
"Nngghh .. ja ..jangan Andy ..a..aaku lemas sekali ..aaww ..", rintihnya
kecil ketika batang kelelakianku kembali menembus dan membelah liang
vaginanya sampai menekan peranakannya. " Ooohh Dewi .. ahh .. nikmat
sekali sayang ..", erangku keenakan merasakan gesekan lembut dinding
vaginanya yang basah dan rapat. " A.. ahh ..Andy .. a..aku bisa pingsan
sayang .. nngghh .. ja ..jangan teruskan Andy ..aaww .. oohh .. duh
gusti .. uuhh .. ooww .. ooww yaahh ..", pekiknya nikmat ketika begitu
singkat ia kembali orgasme entah untuk kesekian kalinya. "Wooww .. Dewii
.. kau luar biasa sekali sayang .. mm .. oohh .. vaginamu mudah sekali
terangsang sayang..", ujarku gemas melihatnya kembali mereguk anggur
kenikmatan.

Kurasakan cairan kewanitaannya yang menyembur hebat berusaha mendorong
batang kelelakianku keluar. " Aahh .. A..andy .. su ..sudah ..sudah
sayang .. aku sudah lemas sekali ..", rintihnya semakin lemah.
Kupandangi wajah cantiknya yang berkeringat. Terlihat rona-rona
kenikmatan yang amat sangat terbayang di wajahnya. Bibir merahnya yang
mungil sedikit megap-megap mengatur napas. Aku tersenyum bahagia
melihatnya. Kukecup lembut bibirnya yang hangat dan mengajaknya bercumbu
untuk sesaat. "Andy .. kenapa kau belum juga keluar sayang .. oohh
..berapa lama lagi aku harus menunggumu sayang .. a ..aku sudah lemas
sekali Andy ..", bisiknya masih kelelahan. "Fuuhh .. nanti saja sayang
.. kita istirahat dulu ..", ujarku penuh kasih sayang. Aku jadi tak tega
melihatnya. "Andy .. jangan begitu sayang .. lakukanlah .. aku juga
ingin melihatmu puas ..ayo dong sayang .. jangan bersikap begitu ..",
bisiknya mesra. "Tapi kau masih letih Dewi .. kau bisa keluar lagi nanti
..", ujarku khawatir. "Hehh .. lakukanlah Andy .. aku tak peduli sayang
.. atau ..atau aku akan meng-onani alat vitalmu ..", ujarnya nakal.
"Wooww ..kau nakal sekali Dewi .. tadi kau minta berhenti .. mm ternyata
kau masih kurang puas juga sayang .. mm cupp ..ok .. kau ingin melihatku
puas juga sayang ..", bisikku penuh gairah. Mbak Dewi tersenyum gemas
lalu mencubit pinggulku mesra. "He-eh .. Andy .. kau tahu aku sangat
menyukainya sayang .. semburan hangatmu yang mm ..", bisiknya lembut
penuh gairah.

Selama kurang lebih 3 menit aku kembali menggoyang pinggul turun naik
menyetubuhinya. Dinding vaginanya yang hangat dan lembut seakan
meremat-remat hebat pertanda Mbak Dewi akan segera orgasme kembali.
"Andy ..ooh ..Andy ..duh gusti .. aku mau keluar lagi .. ooh .. oohh ja
..jangan terlalu cepat sayang .. a..a ..aku.. ooww ..oww ..uuww ..",
pekiknya kuat menahan rasa nikmat. " Keluarkanlah Dewi .. yaahh .. aku
ingin merasakan semburanmu ..sshh .." "A..andy .. sekaraang ..sekarang
.. aakkhh .. oowwhgk ", teriaknya tertahan. Secepat kilat kucabut batang
kelelakianku dari jepitan dinding vaginanya yang rapat lalu kugeser
tubuhku kebawah sehingga mukaku kini persis berada diatas
selangkangannya. Jemari tangan kananku secepat kilat meraih dan
memlintir daging clitorisnya. Dan .. Pyuurr .. Kembali Mbak Dewi
memuntahkan keluar cairan orgasmenya yang bening. Begitu kuat
semprotannya hingga sebagian besar sampai mengenai dan menyiram mukaku.
Dengan cepat mulutku menangkap cairan kenikmatannya dan langsung kutelan
nikmat. Terasa hangat dan encer. Mmm .. tiada yang lebih nikmat dan
indah kecuali merasakan seutuhnya air surgawinya. Kerongkonganku yang
tadinya agak kering kini sedikit terasa lebih segar dan basah. Kukecup
dan kukulum gemas pentil daging clitorisnya yang kemerahan. Sementara
ujung lidahku menggapai masuk kedalam liang kemaluannya sembari menyedot
sisa-sisa cairan orgasmenya yang masih merembes keluar.

Kali ini Mbak Dewi benar-benar lemas tak berdaya. Napasnya semakin
megap-megap karena nikmat luar biasa yang dirasakannya. Selangkangannya
benar-benar basah kuyub oleh cairan orgasme yang berulangkali ia
semburkan. "Mmm .. aku menyukai rasanya sayang .. aah .. kau
menikmatinya Dewiku sayang ..", ujarku puas melihatnya tak berdaya.
"A..andy .. a..a..aku su..sudah tak kuat lagi sayang .. oohh ..a..aku
seperti terkuras Andy ..", rintihnya lemas. " Aku tahu sayang ..
sekarang tidurlah .. kau kelihatan capek sekali ..", ujarku mesra. "Ka
..kau bagaimana sa..sayang ..", bisiknya setengah bingung melihatku
masih belum terpuaskan. " Sudahlah Dewi .. tidak apa-apa ..tidurlah ..",
kataku pelan.

Kupeluk mesra tubuh telanjangnya yang basah berkeringat dan menina
bobokkannya. Kubelai dan kuremas lembut kedua buah payudaranya secara
bergantian. " Oohh ..Andy ..aku akan memuasimu setelah ini sayang ..
mmhh ..hh ..hh..", rintihnya perlahan sambil mengatur napas. " Sudahlah
Dewi .. tidurlah dulu .. nanti setelah segar kau boleh memuasi aku ..Ok
..!", bisikku penuh kasih sayang. Dewi mencium bibirku sampai lama
sekali sebelum akhirnya kemudian ia jatuh terlelap saking lelahnya.
Wajahnya yang cantik terlihat sedikit pucat, namun tampak rona kepuasan
yang tak terhingga terbayang disitu. Mulutnya yang indah merekah
terlihat tersenyum. Senyum kepuasan.

Sunday 11 November 2007

Tari, Perawan Innocent

Kring.. Kring.. HP-ku berbunyi. Saat itu aku berada di kantorku sedang membaca surat-surat dan dokumen yang barusan dibawa Lia, sekretarisku, untuk aku setujui. Kulihat di layar tampak sebuah nomor telepon yang sudah kukenal.

“Hello.. Dita.. Apa kabar” sapaku.
“Hi.. Pak Robert.. Kok udah lama nih nggak kontak Dita”
“Iya habis sibuk sih” jawabku sambil terus menandatangani surat-surat di mejaku.
“Ini Pak Robert.. Ada barang bagus nih..” terdengar suara Dita di seberang sana.

Dita ini memang kadang-kadang aku hubungi untuk menyediakan wanita untuk aku suguhkan pada tamu atau klienku. Memang terkadang untuk menggolkan proposal, perlu adanya servis semacam itu. Terkadang lebih ampuh daripada memberikan uang di bawah meja.

“Bagusnya gimana Dit?” tanyaku penasaran.
“Masih anak-anak Pak.. Baru 15 tahun. Kelas 3 SMP. Masih perawan”

Mendengar hal itu langsung senjataku berontak di sarangnya. Memang sering aku kencan dengan wanita cantik, ABG atupun istri orang. Tetapi jarang-jarang aku mendapatkan yang masih perawan seperti ini.

“Cantik nggak?” tanyaku
“Cantik dong Pak.. Tampangnya innocent banget. Bapak pasti suka deh..” rayu Mami Dita ini.

Setelah itu aku tanya lebih lanjut latar belakang gadis itu. Namanya Tari, anak keluarga ekonomi lemah yang perlu biaya untuk melanjutkan sekolahnya. Orang tuanya tidak mampu menyekolahkannya lagi sehabis SMP nanti, sehingga setelah dibujuk Dita, dia mau melakukan hal ini.

“Minta berapa Dit? ” tanyaku
“Murah kok Pak.. cuma lima juta”

Wah.. Pikirku. Murah sekali.. Aku pernah dengar ada orang yang beli keperawanan sampai puluhan juta. Singkat kata, akupun setuju dengan tawaran Dita. Aku berjanji untuk menelponnya lagi setelah aku sampai di lokasi nanti.

“Lia.. Ke sini sebentar” kutelpon sekretarisku yang sexy itu. Tak lama Lia pun masuk ke ruanganku. Sambil tersenyum manis dia pun duduk di kursi di hadapanku.
“Ada apa Pak Robert?” tanyanya sambil menyilangkan kakinya memamerkan pahanya yang putih.

Belahan buah dadanya tampak ranum terlihat dari balik blousenya yang agak tipis. Ingin rasanya aku nikmati dia saat itu juga, tetapi aku lebih ingin menikmati perawan yang ditawarkan Dita. Toh masih ada hari esok untuk Lia, pikirku.

“Saya perlu uang lima juta untuk entertain klien. Tolong minta ke bagian keuangan ya” kataku.
“Baik Pak” jawabnya.
“Ada lagi yang bisa saya bantu Pak Robert..?” Lia berkata genit sambil menatapku menggoda.
“Nggak.. Mungkin lain kali Lia.. Saya sibuk banget nih” kataku pura-pura.

Aku tak ingin staminaku habis sebelum bertempur dengan Tari, anak SMP itu. Liapun beranjak pergi dengan raut muka kecewa, dan tak lama dia kembali membawa uang yang aku minta beserta slip tanda terima untuk aku tandatangani.

“Nanti kalau perlu lagi, panggil Lia ya Pak” katanya masih mengharap.
“Baik Lia.. Saya pergi dulu sekarang. Jangan telepon saya kecuali ada emergency ya” jawabku sambil mengemasi laptopku.

Tak lama akupun sudah meluncur dengan Mercy kesayanganku menuju hotel di kawasan Semanggi. Akupun cek in di hotel yang berdekatan dengan plaza yang baru dibangun di daerah itu. Setelah mendapatkan kunci akupun bergegas menuju kamar suite di hotel itu.

Setiba di kamar, kutelpon Dita untuk memberitahukan lokasiku. Dia berjanji untuk datang sekitar satu jam lagi. Sambil menunggu kunyalakan TV dan menonton siaran CNN di ruang tamu kamarku. Sedang asyik-asyiknya melihat berita perang di Irak tiba-tiba HP-ku berbunyi.

“Sialan Lia. Aku khan sudah bilang jangan telepon.” pikirku sambil mengangkat telepon tanpa melihat caller ID-nya.
“Halo. Pak Robert.. Ini Santi” kata suara di seberang sana. Santi ini adalah istri dari Pak Arief, manajer keuangan di kantorku.
“Oh Santi.. Aku pikir sekretarisku. Ada apa San?”
“Nggak Pak Robert.. Cuma kangen aja. Pengin ketemu lagi nih Pak.. Aku pengin ulangi kejadian yang di pesta dulu itu. Bisa ketemuan nggak Pak hari ini?”
“Wah.. Kalau hari ini nggak bisa San.. Aku sedang di tempat klien nih” jawabku mengelak.
“Khan minggu depan suamimu sudah pergi.. Jadi kita bisa puas deh nanti seharian” lanjutku.
“Habis Santi udah kangen banget Pak..” rengeknya.
“Sabar ya sayang.. Tinggal beberapa hari lagi kok” hiburku.
“OK deh.. Sorry kalau mengganggu ya Pak” katanya menyudahi pembicaraan.

Wah, ternyata dia sudah tak sabar kepengin aku kencani, pikirku. Mungkin baru pertama dia bertemu dengan laki-laki jantan sepertiku di pesta perkawinan dulu. Kemudian aku telepon Lia untuk menanyakan kepastian kepergian Pak Arief ke Singapore, yang dijawab bahwa semuanya sudah confirm dan Pak Arief akan berangkat tiga hari lagi.

Setelah satu jam setengah aku menunggu, terdengar bunyi bel kamarku. Kubuka pintu kamarku dan tampak Dita bersama seorang gadis belia, Tari.

“Maaf Pak Robert. Tadi Tari baru pulang dari latihan pramuka di sekolahnya” alasan Dita. Mungkin tampak di wajahku kalau aku kesal menunggu mereka.
“OK nggak apa.. Ayo masuk” kataku sambil memperhatikan Tari.

Hari itu dia mengenakan tanktop yang memperlihatkan bahunya yang putih mulus. Juga rok mini jeans yang dikenakan menambah cantik penampilannya. Tubuhnya termasuk bongsor untuk anak seusia dirinya. Dari balik tanktopnya tersembul buah dadanya yang baru tumbuh. Yang membuat aku kagum adalah wajahnya yang cantik dan terkesan innocent.

“Tari.. Ini Oom Robert” kata Dita memperkenalkanku padanya.
Kuulurkan tanganku dan disambutnya sambil berkata lirih, “Tari..”

Kemudian kami bertiga duduk di sofa, dengan Tari duduk disamping sedangkan Dita berhadapan denganku. Kurengkuh pundak Tari dengan tangan kiriku, sambil kuelus-elus sayang.

“Gimana Pak.. OK khan” Dita bertanya
“OK.. Kamu jemput lagi aja nanti” jawabku sambil mengelus dan meremas lengan Tari yang mulus itu gemas. Setelah itu Dita pamitan, tentu saja setelah menerima pembayarannya.
“Kamu lapar nggak Tari? Kita pesan makanan dulu yuk” saranku.

Dia hanya menganggukkan kepalanya. Sekarang memang sudah waktunya makan malam, dan aku tak mau staminaku tidak prima hanya karena perutku yang lapar. Apalagi ternyata gadis yang dibawa Dita ini cantik sekali.

“Pesan apa?” tanyaku sambil memberikan room service menu padanya.
“Nasi goreng aja Oom”
“Minumnya?”
“Minta susu boleh Oom?” jawabnya.

Langsung aja aku pesan beefsteak dan bir untukku, dan nasi goreng serta susu untuk Tari. Sambil menunggu pesanan datang, kamipun menonton TV.

“Channelnya Tari ganti ya Oom” katanya sambil mengambil remote.
“Oh ya.. Oom juga bosen lihat perang terus” jawabku sambil mengagumi keindahan Tari.

Setelah dia duduk, kuelus-elus rambutnya yang berpita dan panjangnya sebahu itu. Tari kemudian mengubah channel TV ke channel Disney. Rupanya dia suka menonton film kartun. Maklum masih anak-anak, pikirku.

“Kamu sudah punya pacar?” tanyaku setelah kami terdiam beberapa saat.
“Belum Oom..”
“Kenapa?” tanyaku lagi
“Tari khan masih kecil..” katanya sambil terus menatap adegan kartun di TV.

Aku pun makin bernafsu mendengar jawabannya. Yah.. Akulah nantinya yang akan menikmatimu untuk pertama kalinya he.. He.. Kuciumi pipinya sambil kuelus-elus pahanya. Tari nampak tak terbiasa dan bergerak agak menghindar. Pahanya yang putih mulus makin tersibak menampakkan pemandangan yang indah. Tanganku kemudian meraba dadanya yang baru tumbuh itu. Kemudian kupegang wajahnya dan kucium bibirnya. Tampak sekali bahwa dia belum berpengalaman dalam hal seperti ini. Tanganku sudah ingin melucuti tanktopnya ketika tiba-tiba bel kamarku berbunyi.

“Room Service” terdengar suara di depan kamarku.

Akupun berdiri meninggalkan Tari untuk membuka pintu. Tampak ada perasaan lega di raut wajah Tari ketika aku beranjak pergi.

“Ada pesanan lagi Pak?” tanya petugas room service setelah meletakkan makanan di meja.
“Nggak” jawabku
“Mungkin buat anaknya?” tanyanya lagi
“Mungkin nanti menyusul” kataku sambil menandatangani bill yang diserahkannya.

Aku geli juga mendengar si petugas menyangka Tari adalah anakku. Memang pantas sih dilihat dari perbedaan umur kami.

Kamipun lalu menyantap makanan kami. Tari menikmati nasi goreng dan segelas susunya sambil terus menonton kartun kesayangannya.

“Mau buah Tari?” kataku sambil mengambil buah-buahan dari minibar.
“Nggak Oom.. Udah kenyang. Dibungkus aja boleh ya Oom.. Untuk adik di rumah” katanya.

Hm.. Benar-benar manis ini anak, pikirku. Dalam hati aku kasihan juga pada dia, tapi aku tak dapat menahan nafsu birahiku untuk menikmati tubuhnya yang muda itu.

Aku makan satu buah apel dan kuberikan sisanya padanya. Diterimanya buah-buahan itu dan kemudian dimasukkan dalam tasnya. Akupun kembali duduk disampingnya dan kemudian kuambil remote dan kumatikan TVnya.

“Ayo sayang kita mulai ya..” kataku sambil menciumi pundaknya yang terbuka.

Aku kemudian beralih menciumi bibirnya sambil tanganku meremas-remas dadanya. Tak ada response darinya. Ketika tangannya yang mungil aku letakkan di atas kemaluanku, dia diam saja.

“Kok diam saja sih!!” Bentakku.
“Oom.. Tari nggak pernah Oom.. Belum ngerti” jawabnya lirih ketakutan.
“Ya sudah sini kamu..” kataku sambil beranjak ke meja dimana laptopku berada. Tari mengikutiku dari belakang. Langsung kusetel film BF yang aku simpan di dalam harddiskku.
“Ayo sini duduk Oom pangku” kataku.

Taripun duduk di atas pangkuanku sambil melihat adegan persetubuhan dimana seorang wanita bule cantik sedang dengan rakusnya mengulum kemaluan orang berkulit hitam.

Mata Tari tampak takjub melihat adegan yang pasti baru pertama kalinya dia lihat itu. Sementara aku menciumi dan menjilati pundak dan lehernya yang jenjang dari belakang. Tangankupun telah masuk ke dalam tanktopnya dan meremas-remas buah dadanya yang masih tertutup BH itu. Kutarik ke atas cup BHnya sehingga tangankupun leluasa menjelajahi dan meremas buah dadanya yang mulai tumbuh itu. Kupilin perlahan puting dadanya yang mulai mengeras.

“Oom.. Jangan Oom.. Tari malu” katanya sambil menatap adegan di laptopku dimana si wanita bule sedang mengerang-erang nikmat disetubuhi dari belakang.
“Nggak usah malu sayang” jawabku sambil agak memutar tubuhnya sehingga aku leluasa menikmati dadanya.

Kulumat buah dada yang baru tumbuh itu dan kujilat lalu kuisap putingnya yang kecil berwarna merah muda itu. Sementara tanganku yang satu telah merambah paha sampai mengenai celana dalamnya.

“Pelan-pelan Oom.. Sakit” desahnya ketika tanganku mengusap-usap kemaluannya setelah celana dalamnya aku sibak. Mulutku masih sibuk mencari kepuasan dari buah dada anak belia ini.
“Kamu cantik sekali Tari.. Ohh yeah..” kataku meracau sambil mengulum dan menjilati buah dadanya.

Tanganku mengelus-elus pundaknya yang jernih, sedangkan yang satunya sedang merambah kemaluan anak perawan ini. Kemaluanku tampak memberontak di dalam celanaku, bahkan sudah mengeluarkan cairannya karena sudah sangat terangsang.

Kuturunkan Tari dari pangkuanku, dan akupun berdiri didepannya. Kuciumi bibirnya dengan ganas sambil tanganku meremas-remas rambutnya.

“Emmhh.. Emmhh..” hanya itu yang terdengar dari mulut Tari.

Kumasukkan lidahku dan kujelajahi rongga mulutnya. Sementara kuraih tangan Tari dan kuletakkan ke kemaluanku yang sudah sangat membengkak. Tetapi lagi-lagi dia hanya diam saja. Memang dasar anak-anak, belum tahu cara memuaskan lelaki, pikirku. Dengan agak kesal kutekan pundaknya sehingga dia berlutut di depanku. Dia agak berontak akan bangun lagi.

“Ayo.. Berlutut!!” kataku sambil menarik rambutnya.

Tampak air mata Tari berlinang di sudut matanya. Dengan cepat aku lepas celana dan celana dalamku, sehingga kemaluanku berdiri dengan gagah di depannya.

“Ayo isap!!” perintahku pada Tari yang tampak ketakutan melihat kemaluanku yang sebesar lengannya itu. Kugenggamkan tangannya pada kemaluanku itu.
“Ampun oomm.. Jangan Oom.. Besar sekali.. Nggak muat Oom” katanya mengiba-iba. Terasa tangannya bergetar memegang kemaluanku.
“Ayo!!” bentakku sambil menarik rambutnya sehingga kemaluankupun menyentuh wajahnya yang imut dan innocent itu.

Tampak Tari sambil menahan tangisnya membuka mulutnya dan akupun sambil berkacak pinggang menyorongkan kemaluanku padanya.

“Aahh.. Yes.. Make Daddy happy..” desahku ketika kemaluanku mulai memasuki mulutnya yang mungil. Akupun mengelus-elus rambutnya yang berpita itu dengan penuh kasih sayang ketika Tari mulai menghisapi kemaluanku.
“Ayo jilati batangnya.. Sayang” kataku sambil mengeluarkan kemaluanku dari mulutnya. Taripun mulai menjilati batang kemaluanku dengan perlahan.
“Ayo isap lagi” instruksiku lagi sambil tanganku mengangkat dagunya dan menyorongkan kemaluanku padanya.

Taripun mulai lagi mengulum kemaluanku, walaupun hanya ujungnya saja yang masuk ke dalam mulutnya. Kutekan kemaluanku ke dalam mulutnya sehingga hampir separuhnya masuk kedalam mulutnya. Tampak dia tersedak ketika kemaluanku mengenai kerongkongannya. Dikeluarkannya kemaluanku untuk mengambil nafas, sementara aku tertawa geli melihatnya.

“Sudah. Oom.. Jangan lagi Oom” Tari memohon. Air matanya tampak menetes di pipinya
“Oom belum puas. Ayo lagi!!” bentakku sambil menjambak rambutnya, sehingga wajahnya terdongak ke atas menatapku.

Taripun terisak menangis, tetapi kemudian dia kembali menjilati dan mengulum kemaluanku. Pemandangan di kamar hotel itu sangatlah indah menurutku. Seorang laki-laki dewasa dengan tubuh tinggi besar sedang berkacak pinggang, sementara seorang anak di bawah umur dengan wajah tanpa dosa sedang mengulum kemaluannya.

Mungkin sekitar 15 sampai 20 menit aku ajari anak perawan itu cara untuk memberikan kepuasan oral pada lelaki. Setelah itu aku merasakan kemaluanku akan meledakkan cairan ejakulasinya.

“Buka mulutmu!!” perintahku pada Tari sambil mengeluarkan kemaluanku dari kulumannya.

Kemudian kukocok-kocok kemaluanku sebentar, dan kemudian muncratlah cairan spermaku ke dalam mulutnya dan sebagian mengenai wajahnya.

“Oh.. Yeahh.. Nikmat.. Kamu hebat Tari..” erangku saat orgasme.
“Ayo telan!!” perintahku lagi ketika melihat dia akan memuntahkan spermaku keluar.

Tampak dia berusaha menelan spermaku, walaupun karena jumlahnya yang banyak, sebagian meleleh keluar dari mulutnya. Diambilnya tisu dan dibersihkannya wajahnya sambil membetulkan pakaiannya sehingga rapi kembali. Dia pun kemudian mengambil dan meminum habis sisa susunya. Sementara aku pergi ke toilet untuk buang air kecil.

Sekembalinya aku dari toilet, tampak Tari sedang duduk gelisah di sofa. Pandangan matanya tampak kosong dan berubah menjadi takut ketika melihat aku menghampirinya. Aku tersenyum dan duduk disampingnya. Kembali kuelus-elus pundak dan tangannya.

“Omm.. Tari pengin pulang Oom.. Tari capek..” katanya.
“Yach kamu istirahat dulu aja sayang” jawabku sambil mencium pipinya.

Kamipun duduk terdiam. Kusetel kembali TV yang masih menayangkan acara kartun kesukaannya itu. Kuusap-usap tubuhnya yang duduk di sampingku sambil sesekali kuciumi. Aku menunggu hingga kejantananku bangkit kembali.

Aku beranjak ke meja dimana laptopku masih menayangkan adegan syur semenjak tadi. Di layar sekarang seorang pria bule sedang dihisap kemaluannya oleh dua wanita cantik. Yang satu bule juga, sedangkan yang lain wanita Asia, kalau tidak salah Asia Carrera namanya. Memang film produksi Vivid ini bagus sehingga aku menyimpannya di harddiskku. Melihat adegan demi adegan di layar, kejantananku pun perlahan bangkit kembali. Kudatangi sofa dimana Tari berada. Tari tampak gelisah ketika aku berlutut di depannya.

“Aku ingin menikmati memekmu sayang” kataku sambil menyibakkan rok mininya. Kuciumi pahanya dan kujilati sampai mengenai celana dalamnya. Kemudian kulepas celana dalamnya itu sehingga vaginanya yang bersih tak berbulu itu tampak mempesonaku.
“Jangan Oom.. Tolong Oom” kata Tari ketika tanganku mulai meraba kemaluannya. Karena gemas, langsung aku jilati dan isap vaginanya. Lidahku menari-nari dan kumasukkan ke dalam liangnya yang perawan itu.
“Uhh.. Ampun Oom..” erangnya ketika aku menemukan klitorisnya dan langsung kuhisap. Sementara tanganku naik ke atas meremas buah dadanya. Kupilin-pilin putingnya sehingga mulai mengeras. Sementara vaginanya pun sudah mengeluarkan lendir tanda dia telah siap untuk disetubuhi.
“Ayo kita lanjutkan di ranjang, manis..” kataku sambil merengkuh tubuhnya dan menggendongnya. Aku ciumi bibirnya sambil badannya tetap aku gendong menuju kamar tempat tidur.

Kurebahkan tubuhnya di ranjang, dan akupun mulai melucuti pakaianku. Tampak kemaluanku sudah kembali membengkak ingin diberi kenikmatan oleh anak kecil ini. Tari tampak memandangku dengan tatapan mengiba. Matanya menampakkan ketakutan melihat ukuran kemaluanku.

Langsung kuterkam tubuhnya di ranjang dan kuciumi wajahnya yang manis. Kubuka tanktopnya juga BHnya dan kulempar ke lantai. Langsung kusantap buah dadanya yang masih dalam masa pertumbuhan itu, dan kujilati dan kuisapi putingnya hingga mengeras.

Lalu kubuka rok mininya, sehingga Taripun sudah telanjang bulat pasrah di atas ranjang. Jariku kemudian menari merambah vaginanya dan mengusap-usap klitorisnya.

“Tolong jangan Oom.. Aduh.. Oom.. Jangan Oom.. Tari masih perawan Oom.” rengeknya. Aku menghentikan kegiatanku dan menatapnya
“Memangnya Bu Dita bilang apa?” tanyaku
“Katanya Tari nggak akan diperawani. Cuma dipegang dan diciumi aja” jawabnya terisak. Mendengar itu timbul perasaan iba karena ternyata dia telah dibohongi oleh Dita.
“Ya sudah..
“Kataku.
“Kamu hisap lagi aja kontol Oom seperti tadi” perintahku.

Akupun lalu tidur telentang dan Taripun kutarik hingga wajahnya berada di depan kemaluanku yang sudah berdiri tegak. Kutekan kepalanya perlahan, hingga Taripun kembali memberikan kenikmatan mulutnya pada kemaluanku. Tampak dari tatapanku, kepalanya naik turun menghisapi kemaluanku. Tangankupun mengelus-elus rambutnya penuh rasa sayang seperti rasa sayang bapak kepada anaknya.

“Ya terus.. Sayang” erangku menahan nikmat yang tiada tara.

Setelah beberapa menit, kutarik tubuhnya sehingga wajahnya tepat berada diatas wajahku. Kuciumi bibirnya sambil tanganku meremas-remas pantatnya. Kemudian kubalikkan badannya, sehingga badanku yang tinggi besar menindih tubuh belianya. Kusedot puting buah dadanya dan kugigit-gigit sehingga menimbulkan bekas memerah.

Lalu kurenggangkan pahanya, dan kuarahkan kemaluanku ke vaginanya.

“Jangan Oom.. Ampun Oom.. Jangan.. Ampun..” rengek Tari ketika kemaluanku mulai menyentuh bibir vaginanya.

Aku tambah bernafsu saja mendengar rengekannya, dan kutekan kemaluanku sehingga mulai menerobos liang vagina perawannya. Terasa sesuatu menghalangi kemaluanku, yang pasti adalah selaput daranya

“Ahh.. Sakiitt..” jeritnya menahan tangis ketika kutekan kemaluanku merobek selaput daranya.

Kutahan sebentar menikmati saat aku mengambil keperawanan anak ini, kemudian kugerakkan pantatku maju mundur menyetubuhinya.

“Ah.. Nikmat.. Ahh.. God.. Memekmu enak Tari.” racauku
“Oh.. Ampun.. Sakit.. Udah Oom.. Ampun..” Tari merintih kesakitan sambil menangis.
“Yes.. You naughty girl.. Daddy must punish you.. Yeah..” aku kembali meracau kenikmatan.

Kugenjot terus kemaluanku, dan aku merasakan nikmatnya jepitan vagina Tari yang sangat sempit itu. Tampak air mata Tari meleleh membasahi pipinya, dan ketika kugenjot kemaluanku tampak wajahnya menyeringai menahan sakit.

Kemudian kutarik pahanya sehingga melingkari pinggangku, dan sambil duduk di ranjang kugenjot lagi vaginanya. Tanganku sibuk menjelajahi buah dadanya.

Bosan dengan posisi itu, kubalikkan badannya dan kusetubuhi dia dengan gaya “doggy style”. Sudah tak terdengar lagi rengekan Tari, hanya suara erangannya dan isak tangisnya yang memenuhi ruangan itu.

“Ahh.. Sakit Oom ampun..” rengeknya kembali ketika rambutnya kutarik sehingga wajahnya terdongak ke atas.

Sambil kusetubuhi tubuhnya, kadang kuciumi dan kugigiti pundak dan lehernya dari belakang, sambil tanganku memerah buah dadanya.

Setelah kurang lebih satu jam aku setubuhi dia dengan berbagai macam posisi, akupun tak tahan untuk mengeluarkan cairan ejakulasiku. Kubalikkan badannya dan kugesek-gesekkan kemaluanku di dadanya. Kadang kugesek-gesekkan juga ke seluruh wajahnya.

“Ahh.. Memang enak perawan kamu Tari..” erangku sambil menumpahkan spermaku di dadanya.

Akupun kemudian bergegas menuju toilet untuk membersihkan diri. Kemaluanku pun kubersihkan dari sisa sperma bercampur darah perawan Tari. Sekembalinya aku dari toilet, kulihat Tari masih terbaring di ranjang sambil menangis terisak-isak. Kubiarkan saja dia di sana, karena aku sudah merasa puas dan merasa menjadi lebih muda setelah mereguk kenikmatan dari anak itu.

Kuminum sisa birku, dan kutelepon Dita untuk menjemput Tari. Tak lama, Dita pun datang.

“Gimana Pak Robert?” tanyanya tersenyum.
“Wah.. Puas.. Tuh anak enak banget” kataku tertawa kecil.
“Syukurlah Pak Robert puas. Sengaja saya pilihin yang bagus kok Pak” katanya lagi.
“Percaya deh sama Dita. Tuh anaknya masih di kamar”

Dita pun masuk ke kamar tidur sedangkan aku nonton TV di sofa. Lagi-lagi masih berita perang di CNN. Sementara itu, terdengar Tari menangis di kamar sedangkan Dita berusaha menghiburnya. Setelah kurang lebih setengah jam, merekapun muncul dari dalam kamar tidur.

“Saya permisi dulu Pak Robert” pamit Dita.
“Oh ya Dit.., kalau ada yang bagus lagi telepon ya. Untuk obat awet muda.” jawabku sambil mengedipkan mataku.
“Beres Pak” jawabnya sambil menggandeng Tari keluar.
“Ini tasnya ketinggalan” kataku sambil menyerahkan tas Tari yang berisi buah-buahan untuk adiknya itu. Kuperhatikan mata Tari masih sembab, dan jalannya pun agak pincang ketika meninggalkan kamar hotelku.

Tak lama akupun cek out dari hotel. Dalam perjalanan pulang ke apartemenku, aku mampir di panti pijat langgananku. Tubuhku agak pegal sehabis menyetubuhi Tari tadi. Setelah dipijat, dan mandi air hangat, tubuhku terasa sangat segar. Akupun bergegas pulang dengan mengendarai Mercy silver metalik kesayanganku. Tak lupa kusetel lagu Al Jarreau kesayanganku.

*****

Bagi para pembaca, terutama para wanita, yang ingin berkenalan, dapat menghubungiku di alamat emailku.

Di Balik Gemerlap Pesta

Pada bulan-bulan musim pesta pernikahan macam ini hampir setiap malam aku bersama istriku selalu menyempatkan untuk hadir. Terus terang yang paling kami sukai adalah berburu makanan. Kambing guling, soto sulung atau bebek Hainan atau Chech Steak merupakan makanan enak dan tak pernah kami lewatkan. Sayang malam ini istriku berhalangan hadir karena ada keperluan lain.

Dengan pakaian lengkapku, stelan jas dan dasi, aku hadir pada resepsi pernikahan anak dari relasi penting di kawasan Tebet. Pesta ini diselenggarakan di rumahnya yang memang bertanah luas dengan bangunannya yang besar pula. Mungkin ada barang 3000 m tanahnya, lengkap dengan areal parkirnya. Namun aku tak hendak parkir di halaman. Aku lebih suka parkir di jalanan yang sewaktu-waktu ingin pergi akan mudah meninggalkan tanpa kesulitan. Nampaknya pesta ini benar-benar mewah, maklum dia ini pejabat cukup tinggi dari salah satu departemen basah RI. Nampak mobil-mobil mewah berderet-deret memenuhi jalanan. Nampak Polantas dikerahkan untuk melancarkan jalanan.

Rupanya pesta di rumah yang sangat mewah. Tamu tersebar di dalam rumah, di pendopo juga di kebun yang luas dan asri ini. Ruang-ruang di taman yang nampak dibentuk oleh cahaya sungguh sangat romantis. Nampak tenda purih bersih penuh bunga dan pita menjadi pusat orientasi para tamu. Nampak di sana-sini tersebar bangku untuk tamu-tamu duduk. Semua direncanakan untuk kesan mewah dan anggun banget. Yang menonjol adalah kiriman bunga. Beratus-ratus kiriman bunga ucapan selamat itu disusun sedemikian rupa sehingga memperindah suasana taman dan kebun ini. Dengan dilokasikan pada tempat yang strategis tanpa mengganggu alur orang mondar mandir bunga-bunga itu disusun membentuk kerucut. Pasti hal ini telah diperhitungkan sehingga pemilik rumah telah menyediakan dudukan yang unik dan kokoh sebelumnya.

Begitu aku menaiki tangga aku berpapasan dengan pasangan suami istri berusia sebaya. Aku dan sang istrinya sempat bertemu mata sesaat. Dia tersenyum padaku yang langsung aku membalas dengan anggukan tanda hormatku. Aku pandang itu adalah bentuk keramahan umum dalam acara pesta macam ini. Seseorang tak perlu saling mengenal untuk langsung bertegur sapa. Dan oleh keramaian dan kemeriahan pesta aku tak lagi memikirkan soal itu.

Sesudah antre untuk bersalaman dengan pengantin dan orang tuanya aku langsung tenggelam pada hidangan yang aku pandang ’super mewah’ ini. Wooww.. Banyak makan favoritku bisa kutemui. Aku jadi ingat istriku, sayang dia nggak bisa ikut.

“Hati-hati lho Mas, nanti kena kolesterol,” tiba-tiba kudengar suara ‘jazzy’ dari arah sampingku.

Ah.. Ternyata ini ibu yang tersenyum padaku di tangga tadi. Aku mengangguk hormat, “Iya ini Bu… ehh, jeng.. Aku nggak bisa menahan diri kalau lihat yang enak-enak macam begini,” jawabku sekenanya.
“Acchh.. Bahaya dong kalau begitu”

Eehh.. Ternyata dia kembali menyambungnya. Kini aku serius menengok dia dan memperhatikan. Uuhh.. Ibu ini tidak cantik, maksud saya biasa-biasa saja, namun nampak sangat ‘charming’ dan seksi banget. Dengan gaun pesta berwarna gelap yang terbuka bahunya kecuali tali kecil yang menahan agar tidak merosot menampilkan betapa bersih dan mulus kulitnya. Aku taksir usianya belum 40 tahun. Mungkin sekitar 36 begitulah.

“Kenapa Bu.. Eehh.. Jeng..?”
“Yaa ituu… lihat saja, banyak yang ‘enak-enak’ khan?” sambil tangannya dan matanya mengarahkan aku ke audience, para tetamu wanita yang rata-rata malam itu memang nampak cantik-cantik dan ‘enak’ tentunya. Rupanya ibu ini pinter sekali memplesetkan omonganku tadi. Aku menunduk membetulkan sendokku sambil tersenyum.

“Bapak mana Bu? Kok ditinggal?” aku berusaha membelokkan pembicaraan.
“Ah, bapaknya sih, kalau sudah ketemu ‘geng’-nya lupa sama saya. Tuh lagi asyik nggerombol sama teman-temannya”.

Oo… rupanya suaminya termasuk kelompok satu departemen dengan tuan rumah. Aku lihat beberapa pejabat lain yang kukenal pula dalam gerombolan suami ibu ini.

“Mas sendiri, mana istrinya?”
“Aa.. nu Bu…” aku belum menyelesaikan omonganku.
“Ya sudah, semua lelaki memang pengin menyendiri khan? Bisa bebas menyantap yang ‘enak-enak’?”

Rupanya ibu ini kembali gencar memojokkan aku. Aku jadi penasaran. Apakah dia termasuk perempuan yang ‘kecewa sama suami’? Dan akan binal saat ada kesempatan lepas dari gandengan suaminya?

“Lhoo.. Kok begitu mandangnya sih? Marah ya?” aduh senyumnya jadi manis banget di mataku.
“Ah.. Nggaakk.. Soalnya saya baru sadar…”

Sengaja aku nggak selesaikan kata-kataku. Ibu ini nampak jadi penasaran.

“Sadar apaan, Mas?”
“Ternyata di dekat saya ada makanan yang bukan ‘enak’ namun ’sangat lezaatt’…” kataku nekat dan memberanikan diri sambil mataku melotot seakan menelanjangi tubuh seksinya.
Tahu bahwa yang kumaksud adalah dia, “Orang sudah tua macam gini kok..” dengan gayanya yang sangat menggoda libidoku. “Pasti sedap banget nih…” aku langsung tukas omongannya dengan bisikkan.

Dia menampakkan mukanya yang langsung memerah. Ehh.. Tahu-tahu tangannya cepat meraih dan mencubit lenganku. Sesungguhnya aku tak begitu heran. Sebagai lelaki yang rata-rata orang bilang ‘tampan, simpatik, seksi’ dengan posturku yang jangkung dan macho macam Reynaldi bintang iklan dan sinetron itu, aku sering ketemu perempuan macam ibu ini. Yang tanpa sungkan dan malu memang berharap aku memberikannya perhatian khusus.

“Mas jangan coba-coba. N’tar dibunuh sama suamiku lho,” kelakarnya. Aku jadi semakin yakin akan ke’binal’annya. Rejeki nomplok, nih, pikirku.
“Apa salahnya ‘makan lezat’? Salah sendiri ‘makanan lezat’ dibiarkan jalan sendiri?” kataku kalem sambil meraih tangannya yang masih mencubitku.

Tanganku meremasi tangannya. Ahh.. Dia menyambut remasanku. Aku tak akan mundur lagi. Aku mesti cari lokasi yang tersembunyi nih. Di toilet tuan rumah? Atau di balik pohon di taman? Atau di balik tumpukkan karangan bunga? Atau di mobilku? Ah, banyak pilihan.

“Kok jadi bengong sih, Mas? Mikir yaa..”
“Iyaa.. Saya lagi mikir tempat mana yang bisa aku sembunyi menyantap ‘makan enak’ ini,” jawabku sekenanya yang langsung dibalas dengan kembali mencubit berikut pelintiran yang sakit sekali di tanganku.

Kupikir agresip banget nih ibu. Adakah memang dia perempuan demikian kegatelan?!

“Aduhh, udah buu.. Ayo makan saja deh. Mendingan kita nyari kursi di luar. Makan sambil mikirin, yookk”

Dalam iringan gamelan pengantar pengantin aku beranjak keluar ruang tenda. Ibu ini tanpa ba bi bu, dengan piring makannya langsung mengekor aku mencari kursi kosong di taman. Kulihat di pojok dekat karangan bunga yang menggunung nampak kursi dan meja kosong dengan lampunya yang tak terlampau mencolok. Aku menuju kesana diikuti ibu ini.

“N’tar suami ibu nyariin, lho,” kataku khawatir.
“Biarlah. Dia khan juga asyik sendiri,” katanya acuh.

Pada kesempatan itu aku mengulurkan tangan untuk kenalan.

Aku menyebut namaku, “Hendra”
“Norma,” dia juga menyebut namanya.
“Panggil saja Nor,” katanya.

Kami saling pandang penuh makna. Pandangan yang mengartikan kesepakatan untuk berbuat apa saja tanpa batas. Matanya nampak ‘binal’ seperti perempuan yang mendambakan untuk dipuaskan. Adakah suaminya tak mampu memberikannya? Aku pikir tak usah bertanya. Kalau memang mau ya, lakukan saja apa yang ku mau. Dan aku yakin sesungguhnya ibu ini telah mengundangku. Sangat bodoh kalau aku tak tahu dan merespon undangannya. Aku harus cari akal. Kami tak lagi bisa konsentrasi makan.

Dalam keremangan kebun itu kami cukup bebas saling sentuh dan remas. Kontolku sejak tadi sudah menampilkan ketegangannya. Dalam pada itu aku mendapatkan ide untuk membawa Norma kebelakang tumpukkan karangan bunga itu. Aku pamit Norma sebentar untuk menengok kemungkinannya. Kulihat bunga-bunga itu disusun 2 tingkat ke atas dan bersandar pada dinding sehingga terjadi celah segi tiga yang cukup longgar untuk bisa aku masuk ke sana. Tanpa ragu aku gandeng Norma untuk menuju ke belakang tumpukkan karangan bunga itu. Keramaian orang dan lalu lalang tamu membuat apa yang kami lakukan tidak lagi menarik perhatian orang.

Kami langsung masuk jauh ke celah antara tumpukkan bunga dan dinding. Aku bersender dan menggamit Norma kemudian merangkul dan memagutnya. Tanpa lagi sabar Norna langsung memeluk erat aku. Aku menyambutnya. Kami berpagut bertukar lidah dan ludah. Tangan-tangan langsung saling meremasi daging lawannya. Aku raih bokongnya untuk kuremas-remas. Tangan Norman memeluk punggungku dan menancapkan kukunya. Aku mendengar desah nafsu yang tak sabar. Aku sudah pengin melihat bagaimana kehausan seksualnya perempuan ini. Kukendorkan dasiku dan kubuka kancing kemejaku.

Norma cepat meraih dan menyibakkannya. Dia langsung menyantap ujung pentilku. Dia cium dan sedoti dadaku. Aku melayang dalam nikmat birahi. Aku bergaya menyerah. Kubiarkan kehausan Norma melahap aku dengan buas dan liarnya. Ah.. Dasar perempuan yang tak pernah merasakan kepuasan dari suaminya. Aku dipepetkannya ke dinding. Dia bimbing tanganku agar kuangkat ke atas. Norma ingin melahapi ketiakku yang penuh bulu. Dia benamkan wajahnya untuk menjilati lembah ketiakku itu. Duuhh.. Bukan main nikmatnya. Kini aku semakin tak mampu menahan gelinjang syahwatku. Aku raih kepala Norma dan kutekan agar turun ke bawah. Sementara tanganku sudah membuka kancing celanaku. Aku ingin biar Norma yang membuka berikutnya.

Dia tahu. Kini dengan berjongkok di lutut, Norma menenggelamkan mukanya untuk menciumi selangkanganku. Dia ‘ngusel-usel’kan mukanya untuk menghirup aroma selangkanganku. Bibirnya mulai menggigiti tonjolan celana dalamku. Dia sangat histeris.

“Mass.. Kontolnya gede banget sihh…” desahnya dalam bisikkan yang sangat gemetar.

Aku tahu dia sangat menahan nafsunya. Sangat ingin mendapatkan obsesi seksualnya. Kemudian tangannya merenggut lepas celana dalamku. Tak ayal lagi, langsung disambutnya kontolku. Mulutnya menganga menerima batangan kemaluanku yang telah sangat keras disertai urat-urat darah yang melingkarinya. Kulihat bibirnya termonyong-monyong penuh dengan batang kerasku. Aku menyaksikan betapa ganasnya Norma menjilat-jilat dan menggigit batangku ini. Lidahnya terus menyapu kepalanya yang berkilatan karena tekanan keras dari urat darahnya. Dia reguk cairan birahiku yang terus mengalir keluar. Dia jilati bijih pelirku. Sambil mendesah dan meracau dia menyeruak ke bawah selangkangan untuk meraih kenikmatannya. Akhirnya aku tak mampu menahannya. Rasa gatal menandai bahwa spermaku mendesak untuk muncrat demikian membuat aku gelisah dan mendesah pula.

“Noorr.. Aku mau keluar niihh…”

Norma justru langsung mencaplok kepala kontolku dan memompa. Aku tahu, dia ingin aku memuntahkan air maninya ke mulutnya. Demikian memang kebanyakkan perempuan yang kehausan macam Norma. Dengan semakin aku nikmat dan melayang orgasmeku tak lagi bisa kubendung. Aku merasakan ejakulasiku di mulut Norma sungguh sangat nikmat. Perempuan dengan busana malam yang sangat seksi ini menerima 6 atau 7 kali kedutan semprotan spermaku ke mulutnya. Yang kudengar hanyalah “mmll, hheelm.. hhllmpp…” sambil tangannya terus ikut memerasi batanganku. Agaknya dia ingin yakin bahwa tak ada lagi spermaku yang tersisa pada batang kontolku.

Tiba-tiba terdengar HP-nya memanggil. Masih dengan belepotan sperma di dagu bibir dan pipinya Norma mengambil HP dari tasnya. Dia lihat rupanya suaminya yang menelpon.

“Ya, mass…”
“Yaa… aku sedang di dapur ketemu ibu-ibu. Biasa.. Ngrumpii…” katanya sambil cekikikan seakan-akan tak ada hal yang penting.

Sesudah beberapa omongan dia tutup HP-nya dan dimasukkan kembali ke tasnya.

“Ahh.. Gangguan ya sayaanngg…” sambil kembali tangannya mengelusi batang kontolku.

Nampaknya telepon itu sama sekali tak menggagunya. Dan nampaknya dia memang biasa menipu suaminya. Betapa tenangnya ini perempuan. Aku juga ikut untuk tak perlu was-was. Kembali kami saling berpagut. Bermenit-menit kami berpagut sambil tangan Norma mengurut-urut kemaluanku agar mau kembali keras ngaceng. Sementara itu tanganku juga bergerilya meremasi vaginanya. Kurogohkan tangan ke celana dalamnya.

Kurasakan betapa lebat bulu kemaluannya yang menandakan dia memang perempuan yang sangat haus belaian seks. Aku memahami apa yang diinginkan Norma. Dia belum meraih kepuasan dariku sementara aku telah ejakulasi ke mulutnya. Kini aku mesti membuatnya meronta dalam luapan nikmat syahwat. Sesudah aku merasakan cukup untuk penetrasi aku keluarkan lenguhan. Aku bimbing dia agar tangannya bertumpu ke dinding. Aku ingin melakukan penetrasi dari arah belakang. Kusingkap gaun malamnya dan kuperosotkan lepas celana dalamnya. Masih sempat aku memasukkan celana dalam itu ke tasnya agar tidak kotor kena tanah taman itu.

Kini terpampang dan kupandangi vagina Norma di bawah bokongnya. Sungguh sangat merangsang birahiku. Perempuan seusia dia masih menampilkan kencang urat dan mulusnya selangkangan. Paha dan bibir kemaluannya. Aku tak mampu menahan diri. Aku dekatkan wajahku untuik menciumi pantatnya, bahkan lubang anusnya kemudian vaginanya. Aku dengarkan desahan dan rasa pedih pada jambakan tangannya di rambutku. Norma sungguh-sungguh menerima nikmat yang tak terhingga. Lidahku bermain menjilati lubang anal dan melata hingga kelentitnya. Terkadang menyeruak menusuk gerbang vaginanya.

“Hendraa.. Kamu sangat jantaann.. Hendraa.. Aku cinta kamuu.. Aku cinta kamuu.. Aku cinta kamu Hendraa…” tangannya terus meremasi rambutku.
“Ampunn Hendra.. Jangan siksa aku.. Sudaahh.. Aku tak lagi tahann.. Hendraa.. Aarcchh…” dia menjerit kenikmatan.

Sambil tangannya yang merangkaki dinding bergerak turun hingga posisinya lebih menungging. Norma ingin aku lekas melakukan penetrasi dari arah belakang. Dia berusaha meraih kontolku untuk diarahkan ke lubang memeknya. Dengan jeritan kecil dia menyertai amblasnya kontolku ditelan memek gatalnya itu. Selanjutnya aku berayun-ayun mendorong tarik kontolku. Dan Norma menggoyang maju mundur untuk menelan kontolku lebih dalam lagi merangseki kemaluannya.

Pada detik-detik menjelang orgasmenya, seperti kuda betina yang dilanda birahi jantannya nafas Norma terdengar memburu. Dia meronta-ronta mencakari dinding menyertai goyangan pompaanku yang semakin cepat karena aku sendiri juga ingin menumpahkan sperma berbarengan dengan orgasmenya. Dan saat puncak syahwat itu datang melanda, kami berdua seakan lupa akan keberadaan kami dimana. Hampir kami tak mampu membendung desah nikmat. Teriakan kami yang tertahan telah mengantarkan orgasme Norma dan tumpahnya air maniku ke vaginanya.

Aku perlu sedikit merapikan rambutku sebelum kembali ke keramaian. Untuk menghindari perhatian orang, Norma sepakat aku akan keluar duluan. Beberapa menit kemudian dia menyusul. Aku langsung keluar menghilang dan pulang. Agak gontai aku menuju mobilku. Aku nggak tahu lagi apa dan bagaimana Norma. Mungkin dia mencari-cari aku. Aku pikir itu sudah urusan suaminya. Aku tak ingin ada hubungan panjang dan membuat repot. Aku hanya catat dalam notebook-ku hari itu adalah 20 September malam saat orang-orang ramai memperbincangkan tanda-tanda kemenangan sby di Quick Count. Memang aku sendiri yang selalu ingin bebas selalu menyenangi perubahan.