Kejadian ini terjadi bulan Febuari 2001, dan
aku ingin sekali berbagi pengalaman pada para pembaca. Aku Nissa 22
tahun, ciri-ciri diriku mempunyai tinggi 165 cm dan berat 55 kg, kulit
putih bersih, rambutku coklat ikal dan panjang. Kata teman-temanku
wajahku mirip dengan seorang artis Hollywood Catherine Jetazones.
Mereka bilang wajahku klasik dan tubuhku sexy, mungkin karena 4 darah
campuran yang kudapat dari kakek dan orangtuaku. Aku masih kuliah di
PTS Bandung dan mengontrak sebuah rumah di kawasan jalan Anggrek
bersama seorang temanku yang bernama Lia.
Suatu hari tepatnya malam minggu aku pergi ke
warnet untuk mengerjakan tugas mengetikku dan memeriksa email yang
masuk. Teman sekontrakanku sudah dari siang pergi malam mingguan dengan
pacarnya. Aku sendiri saat itu masih sendiri dan aku menikmatinya.
Selama hampir 3 jam aku mengetik, akhirnya
selesai sudah tugas-tugasku, jam sudah menunjukkan pukul 8 malam.
Setelah itu kubuka MIRC karena aku berniat chatting beberapa jam. Aku
masuk chanel Bandung. Tiba-tiba sebuah nickname ‘ayah_bdg’ mengajakku
untuk mojok, aku pun mengobrol dengannya, obrolan kami makin asyik,
mulai dari kuliah, hobi, dan sebagainya. Hingga tidak terasa hampir 1
jam aku mengobrol dengannya.
Dari obrolan itu aku mengetahui kalau dia
bernama Adit, usia 40 tahun, mempunyai perusahaan sendiri di Jakarta
dan statusnya duda beranak satu, dan saat ini sedang ada di Bandung
untuk refresing bersama anak dan baby sisternya. Pembicaraan kami pun
berubah, dia menanyakan warnet tempat aku chatting. Tanpa curiga aku
pun memberitahukannya. Lalu Adit meminta kami bertukar nomor telpon dan
photo. Aku pun memberikannya dengan senang hati. Baru saja 5 menit
berlalu, HP-ku berbunyi dan Mas Adit menelponku langsung.
“Hallo.. Nissa.”
“Hallo.. ayah_bdg, wah engga nyangka langsung telpon nih..” jawabku.
“Iya.. habis Nissa cantik sih.”
“Hmm.. gini deh.., kita jalan yuk..! Aku jemput kamu disana yah..?”
“Boleh.. aja.” jawabku lagi.
“Ok deh, tunggu 10 menit dan cari deh mobilku berplat B di depan warnet yah..!”
“Ok..” jawabku mengakhiri pembicaraan kami.
Setelah hampir 10 menit, HP-ku berbunyi dan Mas
Adit telah menungguku di tempat parkir. Kubereskan tasku dan kusisir
rambutku, lalu kubayar jasa warnet dan berjalan menuju tempat parkir.
Kulihat sebuah mobil BMW hitam berplat B berwarna hitam, dan di
dalamnya Mas Adit tersenyum. Aku pun tersenyum dan menghampiri mobilnya
lalu kubuka pintu mobilnya dan duduk di sebelahnya.
“Hallo.. ayah_bdg.” ucapku malu-malu.
“Hallo juga Nissa.., kita makan yuk..?” ajaknya sambil menjalankan mobil.
Aku pun mengangguk. Selama diperjalanan kami
cepat menjadi akrab, lagi pula kupikir Mas Adit ganteng juga, selain
badannya tinggi besar dia juga kebapakan.
Kami makan di Haritage Banda sambil meneruskan perbincangan kami.
“Hmm.. Mas, engga pa-pa kan kalo Nissa panggil ayah saja..? Seperti nickname Mas.” tanyaku padanya.
“Ah.. boleh saja, tapi khusus buat Nissa saja.” ucapnya tersenyum.
Setelah selesai makan, tiba-tiba ponsel ayah berbunyi, ternyata dari baby sitter anaknya.
“Nissa, mau ikut Ayah engga besok..?” tanya Ayah sambil mengajakku keluar dari Haritage menuju tempat parkir.
“Memangnya Ayah mau kemana..?” tanyaku sambil membuka pintu.
“Ayah mau ke Ciater dengan Deri juga Ina, baby sitter-nya.” jawab Ayah sambil menjalankan mobil keluar dari tempat parkir.
“Memangnya berapa hari di sana..?” tanyaku.
“Cuma dua hari.” jawab Ayah.
Akhirnya aku pun bersedia ikut, lalu Ayah mengantarku pulang ke kontrakanku.
Pagi-paginya Ayah sudah datang menjemputku. Aku
pun berkenalan dengan Deri anaknya juga Ina baby sitter anaknya. Selama
di perjalanan, Deri sudah dekat denganku, bahkan dia memanggilku Bunda
Nissa, aku sih cuek saja. Deri anaknya manis dan cerdas, sungguh
kasihan dia ditinggal oleh ibu kandungnya karena meninggal saat
melahirkan Deri.
Akhirnya kami sampai di Ciater setelah memesan
2 kamar di sebuah hotel. Ayah, aku dan Deri pergi berenang dan bercanda
bersama. Pada saat itu kurasa kami bertiga bagaikan sebuah keluarga
kecil yang bahagia. Setelah puas berenang, kami kembali ke hotel untuk
makan, lalu aku menidurkan Deri di kamar bersama Ayah. Kami
mendampinginya sampai Deri tertidur.
“Nissa.. terimakasih karena kamu sudah baik pada Deri.” ucap Ayah sambil bangkit berdiri di depan jendela.
Aku mengikuti Ayah dan berdiri di sampingnya.
“Tidak perlu berterimakasih.., Nissa sayang pada anak-anak, apalagi Deri anak yang lucu dan pintar.” jawabku tersenyum.
“Baiklah, jika mau istirahat, pergilah ke kamar sebelah..! Di sana Ina pasti sudah menunggu.” ucap Ayah.
“Ok.., kalau ada apa-apa, Ayah panggil Nissa ya..!” jawabku sambil berlalu dan pergi ke kamar sebelah.
Kulihat Ina sudah tertidur dengan pulas. Lalu
aku mengganti bajuku dengan lingerie yang biasa kupakai. Aku melamun
selama hampir 1 jam, dan anehnya aku mengkhayalkan bagaimana jika aku
menjadi istri Ayah. Itu ide gila ya pembaca..? Tapi aku merasa sudah
mengenal Ayah seperti bertahun-tahun. Tiba-tiba pintu kamarku diketuk,
Tok.. tok.. tok.
“Ina.., Nissa..!” kata suara di balik pintu.
“Iya.., sebentar..” jawabku sambil membuka pintu.
Ketika pintu kubuka, kulihat Ayah terkejut dan menatapku lekat-lekat.
“Nissa, kamu cantik sekali.” ucap Ayah sambil tersenyum.
“Ah.., bisa saja.” jawabku sambil merapikan lingerie yang kupakai.
“Kebetulan Ayah mau ngajak kalian makan, Ayah memesan pizza tadi.”
“Wah.. Nissa suka tuh, tapi Ina sudah tidur Yah..!” ucapku singkat.
Akhirnya aku dan Ayah pergi ke kamarnya. Kami duduk di sofa sambil menikmati pizza juga menonton televisi.
“Nissa.., Ayah sayang padamu.” kata Ayah
tiba-tiba sambil menggenggam tanganku, aku tersenyum dan entah kenapa
secara spontan kucium kening Ayah.
“Nissa juga.” ucapku.
Ayah memeluk tubuhku dan aku membiarkannya. Lalu kurasakan Ayah menatap mataku dalam-dalam.
“Kamu cantik sekali.” ucap Ayah lalu mengecup hidungku, aku diam saja dan menikmatinya.
Ayah semakin berani, diciuminya seluruh wajahku
hingga kurasakan hembusan napasnya yang hangat. Aku pasrah karena
menyukainya, lagi pula ada aliran aneh pada tubuhku yang menuntut lebih
banyak lagi. Lalu Ayah mendaratkan bibirnya di bibirku, dilumatnya dan
kubalas dengan mengulum lidahnya lembut. Kuluman Ayah membuatku mulai
sulit bernapas. Sementara itu tangan Ayah mulai menurunkan tali
lingerie-ku hingga payudaraku terlihat setengahnya.
Ditariknya tubuhku untuk berdiri dan aku
menurutinya. Sambil terus melumat bibirku, kedua tangan Ayah
menarik-narik lingerie-ku hingga akhirnya terjatuh di antara kakiku.
Ayah mengelus-elus punggungku yang sudah telanjang dan mendorong
tubuhku agar duduk di sofa. Kupandangi Ayah yang sedang membuka
kimono-nya, luar biasa..! Aku menyukai badannya yang berbulu. Lalu Ayah
membuka CD-nya, aku melongo karena kagum. Batang Ayah sangat panjang
dan besar, belum lagi bulu-bulu di sekitarnya.
Ayah mendekatiku, kemudian berjongkok di antara
kakiku. Dielus-elusnya vaginaku yang masih terbungkus g-string. Aku
melenguh saat jari-jarinya mengelus belahan vaginaku. Kemudian Ayah
menarik CD-ku hingga terlepas. Lalu Ayah tersenyum karena melihat
vaginaku merekah di depan matanya. Ayah mencium bibirku dan aku
membalasnya, kurasakan payudaraku tergesek-gesek bulu-bulu dadanya yang
membuatku kegelian.
Ciumannya makin liar karena telah beralih ke
telinga dan leherku. Aku mulai mendesah pelan, kuusap-usap rambut Ayah
dengan lembut. Ayah meneruskan jilatannya pada puting payudara kananku,
dijilatnya beruputar-putar dan berulang-ulang, membuatku semakin
mendesah. Payudara kiriku diremas-remasnya dengan lembut. Napasku mulai
memburu karena perlakuan Ayah pada kedua payudaraku. Selama beberapa
saat aku hanya mendesa-desah.
“Ayahh.., ohh.., ohh..!”
“Ayah ingin menjadikanmu sebagai istriku, kamu mau Nissa..?” tanya Ayah menghentikan jilatannya di payudaraku.
Aku menatap matanya dan kuanggukkan kepalaku
karena aku tidak dapat berpikir apa-apa lagi, karena nafsuku sudah
tinggi. Ayah tersenyum dan melumat bibirku sambil mengelus-elus
payudaraku yang sudah basah oleh air liurnya. Lalu Ayah menyuruhku
mengangkat kedua kakiku ke atas sofa dan merengganggkannya lebar-lebar.
Kemudian Ayah mendekatkan kepalanya di vaginaku
yang sudah basah, dan mulai menjilatinya. Aku mendesah saat ujung
lidahnya menyentuh vaginaku, “Ohh..!”
Ayah terus menjilatinya secara teratur dan
berulang-ulang. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku menahan kenikmatan.
Ayah terus menjilatinya dan mulai menyedot-nyedot klitorisku. Aku
meracau sambil menjambaki rambut Ayah.
“Ahh.. teruss.. teruss, enak Yahh..! Ohh..!”
Ayah terus menyedot-nyedot dan aku pun
berteriak seiring dengan menjepit kepala Ayah kuat-kuat. Kusemburkan
cairan kewanitaanku dan Ayah menjilati dan menghisapnya pelan sekali.
Mungkin dia tahu aku menahan ngilu pada vaginaku. Ayah lalu mencium
payudaraku dan menghisapnya cukup lama hingga aku terangsang kembali.
Aku langsung menggenggam batangnya yang sudah tegang itu. Kuelus-elus,
kemudian kumasukkan dalam mulutku. Kujilat-jilat, kugigit-gigit lembut
kepala batangnya. Ayah melenguh mengusap-usap rambutku.
“Nissa.. teruss.. Sayangg..! Hisapp teruss Sayangkuu..! Ohh..!” desahnya.
Aku terus menghisap dan mengeluar-masukkan batang Ayah dalam mulutku semakin cepat, kukocok-kocok semakin cepat dan kuat.
“Akhh.. Nissaa.. Ayahh.. mauu.. keluarr..!”
“Crot.. crott.. crott..!” batang Ayah menembakkan spermanya ke dalam mulutku aku tersedak dan menelan sperma Ayah.
Kuhisap-hisap ujung penisnya sampai bersih, Ayah melenguh dan ambruk di sampingku. Kemudian kucium bibir Ayah.
“Nissa sayang Ayah..!” ucapku sambil membiarkan Ayah meremas payudaraku.
Lalu Ayah menggendongku sambil terus melumat bibirku, dibaringkannya tubuhku di samping Deri.
“Ayah.., nanti Deri bangun.” ucapku pelan.
“Sstt..!” guman Ayah sambil mengangkat Deri dan dibaringkannya di sofa.
Kemudian Ayah mendekatiku dan menindih
tubuhku, diciumnya bibirku dengan hangat. Tangannya meremas-remas
pantatku, lalu bibirnya turun di atas payudaraku dan diciumnya sambil
dihisapnya bergantian. Aku hanya mendesah keenakan ketika dibukanya
kedua kakiku dan Ayah berjongkok dan mulai menjilati vaginaku. Aku
mendesah-desah tidak kuat, tapi Ayah terus menjilati dan
menghisap-hisap vaginaku yang sudah basah lagi. Ayah pun sepertinya
sudah tidak tahan, sehingga diarahkannya batangnya ke lubang vaginaku.
Kemudian digesek-gesekkannya kepala batangnya yang plontos itu di
belahan vaginaku berulang-ulang. Aku melenguh menahan sensasi nikmat di
daerah vaginaku.
Setelah semakin basah, Ayah menekan kepala batangannya untuk masuk lebih dalam pada lubang vaginaku.
Diperlakukan seperti itu aku berteriak, “Akhh.. sakitt.. Yah..!”
“Tahan sedikit Sayang..!” ucap Ayah menenangkanku.
Kemudian Ayah mencobanya lagi hingga
berkali-kali. Dan akhirnya, Blessh.. Ayah menekan batangnya dalam
sekali hingga selaput daraku robek. Aku menjerit menahan nyeri dan
merasakan vaginaku begitu sesak.
Ayah mendiamkan aktifitas tubuhnya sambil
mengelus-elus tubuhku. Tidak terasa air mataku menetes setelah beberapa
saat ayah menggerakkan pinggulnya dan mulai mengeluar-masukkan batang
kemaluannya. Aku melenguh nikmat sekaligus perih. Ayah menggenjotku
selama 10 menit. Vaginaku sudah semakin basah dan aku menjerit karena
mendapatkan orgasme lagi. Kurasakan vaginaku berdenyut-denyut. Ayah
mendiamkan batang kejantanannya di dalam vaginaku sambil
menyedot-nyedot payudaraku.
Kemudian Ayah mencabut batangnya dan menyuruhku
menungging. Kurasakan vaginaku dimasuki kembali batang kemaluan Ayah,
setelah itu mulai dikeluar-masukkan kembali ke vaginaku dengan pelan.
Sementara itu tangan Ayah masih meremas-remas dan menarik-narik puting
payudaraku dengan kuat. Aku mulai mendesah menahan rasa nikmat.
“Ayahh.., ahh.. teruss.. sodokk.. sodokk.. enakk sekali..!” racauku tidak tahu malu.
Ayah terus menekan dan menarik batangnya semakin cepat, dan aku semakin meracau tidak karuan.
“Akhh.., Nissaa suka.. ohh.. teruss.. ahh..!”
Ayah terus meyodok vaginaku dengan kuat, aku
pun memaju-mundurkan pantatku sehingga persetubuhan kami sangat
menggairahkan. Aku dan ayah mendesah-desah penuh kenikmatan.
“Ohh.. auhh.. akhh..!” aku pun makin keras mendesah.
Ayah semakin cepat mengeluar-masukkan batang kejantanannya.
“Ahh.. Nissa mau keluarr.. Yahh..!” teriakku karena aku akan orgasme.
Ayah semakin gencar menyodok-nyodok vaginaku
sambil terus menarik-narik dan meremas-remas payudaraku.
Sodokan-sodokan pada vaginaku membuatku menjerit karena merasa tidak
tahan lagi.
“Akhh.. ehhmm..!” lenguhku.
Tubuhku lemas sambil memeluk Ayah kuat-kuat.
Karena Ayah belum orgasme, Ayah terus mengeluar-masukkan batangnya
tanpa memperdulikan vaginaku yang masih ngilu.
“Ohh.. ahh.. Nissaa engga kuatt.. aughh..!”
teriakkanku malah makin membuat Ayah semakin cepat menghujamkan
batangnya pada vaginaku.
“Ayahh.. hampirr.. Sayang.., tahan sebentar.. ohh..!” lenguh Ayah.
Lalu kurasakan Ayah memelukku erat-erat seiring
dengan tembakan spermanya, rasanya hangat dan nikmat. Tubuhku lunglai
dan Ayah masih mendiamkan batangnya berada dalam vaginaku. Kami
berpelukan sambil mengatur napas.
Setelah agak tenang, Ayah mencabut batangnya.
Kemudian kami berciuman dengan mesra, lidah kami saling berpaut
diselingi hisapan-hisapan Ayah di lidahku. Tangan Ayah tentu saja
meremas-remas payudaraku. Semakin lama kami semakin terangsang kembali.
Ayah memainkan puting payudaraku, dijilat-jilatnya dengan rakus dan
terus menghisap dengan penuh nafsu. Aku mulai mendesah merasakan
vaginaku basah kembali. Ayah meneruskan jilatannya ke perutku, kemudian
menyuruhku mengangkat dan melipat kedua kakiku ke atas hingga berada di
antara kepalaku. Dengan posisi ini sudah jelas vaginaku yang basah
terbuka lebar di depan matanya.
Ayah menjilat-jilat vaginaku sambil
menusuk-nusukkan lidahnya di antara belahan vaginaku. Mendapat
rangsangan seperti itu aku mendesah tidak terkendali lagi.
“Ohh.. Ayahh.. enak sekali.. teruss.. ohh.. hisapp teruss..! Hisapp.. memekk Nissa.. ohh..!”
Ayah semakin cepat menghisap-hisap vaginaku
yang banjir oleh cairan kewanitaanku. Aku semakin merengganggkan kedua
kakiku lebar-lebar agar Ayah lebih leluasa melakukan gerakannya.
Jilatan-jilatan di vaginaku yang enak itu membuatku memohon-mohon.
“Ohh.. Ayahh.., masukkan..! Nissaa.. mohon..!” pintaku pada Ayah.
Ayah pun menggesek-gesekkan batang
kejantanannya di vaginaku yang becek. Aku melenguh nikmat, mulutku
mendesis-desis tidak tahan. Ayah memasukkan batangnya pada lubang
vaginaku.
Penetrasinya itu membuatku terus meracau, “Oh..
enakk Yahh.. yeahh.. lebih cepat.. ohh.. enakk sekali.. sodok.. terus..
memek Nissa Yahh..! Akhh.. mmff.. ohh..!”
“Iya Sayangku. Ayahh.. suka memek kamu.. ohh.. Nissaa..!” racau Ayah membalasku.
Genjotan ayah di vaginaku semakin cepat dan liar hingga terasa menyentuh rahimku.
“Nissa.. mau keluar Yahh.., ohh..!” teriakku.
“Ayahh.. juga Sayang.., ohh..!”
Crott.. crott.. crott..! Kami berdua menjerit,
bersamaan itu kurasakan tembakan sperma Ayah yang kuat. Ayah mencium
bibirku. Karena kelelahan, kami pun tertidur lelap.
Paginya saat kami bangun, Deri naik ke ranjang.
Dia yang tidak mengerti apapun tersenyum manis sambil berkata, “Deri juga mau.. bobo ama Bunda Nissa yah.”
Kami hanya berpandangan dengan penuh kemesraan sambil memeluk Deri.
Keesokannya ketika aku datang ke kamar Ayah, dia sedang berbaring di tempat tidur. Kudekati dan duduk di tepian ranjang.
“Kenapa Deri dan Ina pergi jalan-jalan tanpa Ayah..?” tanyaku pada Ayah.
“Ayah sedikit pusing Sayang.” jawab Ayah sambil tersenyum.
“Hmm.. Nissa pijit ya..?” Ayah pun mengangguk.
Aku pun memijit dahi Ayah sambil menatap
matanya. Mungkin karena gemas, Ayah menarik kepalaku dan mencium
bibirku dengan lembut, lalu dikulumnya dan dihisap-hisapnya lidahku,
aku pun membalasnya. Tiba-tiba tubuhku ditarik ke sampingnya dan Ayah
menindihku sambil menciumi leherku, kemudian kembali lagi melumat
bibirku yang basah.
Ayah menarik baju ketat yang kupakai. Aku pun
membantu Ayah melepaskan seluruh pakaiannya hingga kami berdua telah
telanjang. Lalu Ayah berbisik di telingaku.
“Sayang.., Ayah ingin bercinta denganmu.” aku hanya tersenyum.
Tanpa dikomando, Ayah mencium bibirku dan tangannya sibuk meremas-remas payudaraku.
Aku pun mulai meresponnya dengan desahan, “Ahh.. Ayahh..!”
Ayah meneruskan jilatannya ke leherku, ketiak
dan mengakhirinya di payudara kiriku. Dijilatinya seluruh payudaraku
hingga basah.
Lalu Ayah berdiri menuju selangkanganku. Aku
pun mengangkangkan kedua kakiku dan kurasakan jari Ayah menyibakkan
vaginaku. Jilatan lidahnya membuatku tersentak dan medesah tidak
karuan, apalagi Ayah melakukannya berulang-ulang. Refleks kakiku
bergerak menjepit kepala Ayah, tapi Ayah memegangi kedua kakiku agar
tetap dalam posisi mengangkang. Yang kurasakan saat itu adalah
jilatan-jilatan Ayah yang sungguh luar biasa. Cairan kewanitaanku
meleleh keluar terus menerus.
“Ohh.. Ayahh.. Nissa engga kuatt lagi.. ahh..!” jeritku sambil mencengkram seprei yang kami tiduri.
Setelah hampir 10 menit menjilati dan
menghisap-hisap vaginaku, akhirnya aku mencapai orgasme, kujepit kepala
Ayah. Ayah pun bangkit, kemudian tubuhku ditindihnya, bibirnya mencium
bibirku dengan sangat bernafsu. Tangannya tidak mau kalah meremas-remas
payudaraku dengan kuat. Lalu Ayah bersimpuh di antara pahaku dan
menggesek-gesekkan jempolnya di belahan vaginaku yang masih basah.
Aku medesah keenakan, “Ahh.. Ayahh.. enakk.. Sayangg.., nikmat sekalii..!”
Aku semakin membuka kakiku lebar-lebar, Ayah
dengan sigap mengarahkan batang kejantanannya yang sudah menegang itu
ke vaginaku. Lalu kurasakan gesekan-gesekan kepala batang penisnya yang
sangat enak dan hangat.
“Ohh.. Ayahh.., teruss.. Sayangg.. aughh.. enak sekali..!”
Ayah pun menekan batang kemaluannyanya hingga amblas.
“Akhh..!” jeritku.
Lalu ayah mengeluar-masukkan batangnya. Saat itu juga aku mendesah-desah lagi, cairan kewanitaanku mulai keluar dari vaginaku.
Ayah nampaknya mengerti keadaanku, sehingga
dinaikkannya tempo gerakannya. Ditarik.. ditekan.. berulang-ulang.
Dengan refleks kugoyang pinggulku ke kanan dan ke kiri. Akhirnya aku
merasakan ada kekuatan yang menjalar di vaginaku.
Aku meracau keras, “Ahh.. Sayang.. teruss.., Ayahh.. ohh.. ohh.. Nissa.. mauu..”
Ayah pun ikutan meracau, “Iya.. Sayang.. ayo keluarkan.. ayo..! Agar memekmu bisa meremas kontolku..! Aohh..!”
Tanpa dapat kami bendung lagi, aku dan Ayah menjerit bersamaan.
“Ayahh.. keluarr.. ohh..!”
“Ayahh.. ohh..!” jeritku sambil berpelukan dengan erat.
Kurasakan lelehan cairan keluar dari vaginaku. Ayah mencium bibirku, tubuh kami terkulai lemas.
Beberapa saat kami terdiam sambil berpelukan.
Lalu Ayah menyuruhku berdiri di dekat meja. Aku menurutinya saat satu
kakiku dinaikkan di atas meja dan kedua tanganku bertumpu pada dinding.
Ayah mencium bibirku, sedangkan tangan kirinya mengorek-ngorek vaginaku
yang terbuka lebar. Aku mendesis saat jari-jari ayah menggesek-gesek
klitorisku.
“Ahh.. Sayang.., teruss..! Ohh memek Nisa.. ohh..!” racauku.
Ayah tersenyum dan menimpali racauanku, tetapi tangannya masih mengorek-ngorek vaginaku yang sudah lembab.
“Kenapa memek kamu Nisa sayang..?”
“Ohh.. Ayahh.. memek Nissaa.. basahh.. Yahh.. ohh..!” jawabku sambil melenguh tidak kuat.
“Iya.. Sayang, memek kamuu basah.. Ayahh.. suka. Nanti kontol Ayah akan bersarang di sana sayangku..!”
Mendengar kata-kata jorok Ayah, aku semakin gila dan terangsang.
“Ohh.. Ayahh.. teruss.. lebihh.. cepatt..! Nisaa.. mauu..” ucapku lirih.
“Mau.. apaa.. Sayang..?” ucap Ayah sambil terus menggesek-gesekkan klitorisku yang semakin besar.
“Ohh.. Nissaa.. mauu.. kontol Ayahh.. ahh..
Ayahh.. masukin dong..! Memek.. Nissaa.. inginn.. kontol.. Ayahh..!”
jawabku tidak terkendali lagi.
“Baikk.. Sayang.., memekmu sudahh tak tahan
ya..? Rasakan kontol.. Ayahh.. ini.. ohh..!” ucap Ayah sambil
mengarahkan batang kejantanannya pada lubang vaginaku dan
menggesekkannya ke atas ke bawah.. berulang-ulang.
Aku medesah penuh kenikmatan, “Ohh.. enakk.. Yahh.. masukkan lagii.. ohh..!” pintaku pada Ayah.
Ayah pun langsung menekannya hingga amblas pada vaginaku.
“Akhh..!” jeritku menahan rasa sakit.
Ayah mengeluar-masukkan batangnya dengan cepat. Aku semakin menjerit histeris.
“Oh.. Ayahh.. enakk.. kontolmu.. masukk.. memekku.. ohh..!”
“Iya.. Sayang.. terimalahh.. kontolku.. oughh..!” lenguh Ayah sambil terus menggenjot vaginaku semakin cepat.
Gerakanku semakin liar, napas kami turun naik menahan kenikmatan yang telah sampai pada ubun-ubun kepala kami.
Akhirnya aku menyerah sambil menjerit keras, ” Ahh.. Sayang.. memek.. Nissa.. mauu.. keluarr.. ohh..!”
“Iya.. Ayah.. jugaa.. tahan.. Sayangku.. rasakan.. pejuhku.. yang banyak ini.. ohh..!”
“Ayah, Nissaa.. ohh.. ohh..!” desahku menyambut orgasme yang kurasa akan meledak.
“Iyaa.. Sayang, keluarkan.. Sayang.. Ayahh..
ingin.. memek.. kamu mejepit kontol Ayahh.. ahh..!” racau Ayah
menggenjotku keras dan sangat cepat.
Aku dan Ayah memekik bersamaan, “Akh.. ohh..!”
“Crott.. crot.. crot..!” sperma Ayah memenuhi vaginaku.
Ayah memelukku erat sambil menahan tubuhku yang
sudah ambruk pada pundaknya. Dicabutnya batangnya, kemudian kujilati
hingga bersih. Kami pun naik ke ranjang dan tertidur.
Kejadiaan itu terus berulang selama 3 bulan
setelah aku mencoba memberanikan diri untuk mendekatkan diriku pada
seseorang pria. Dan hubungan kami bertumbuh menjadi hubungan yang
serius, aku menjadi kekasihnya. Akhirnya aku pun kemudian menikah
dengannya.