Aku adalah seorang mahasiswa tingkat akhir
di perguruan tinggi di Bandung, dan sekarang sudah tingkat akhir. Untuk
saat ini aku tidak mendapatkan mata kuliah lagi dan hanya mengerjakan
skripsi saja. Oleh karena itu aku sering main ke tempat abangku di
Jakarta.
Suatu hari aku ke Jakarta. Ketika aku sampai ke
rumah kakakku, aku melihat ada tamu, rupanya ia adalah teman kuliah
kakakku waktu dulu. Aku dikenalkan kakakku kepadanya. Rupanya ia sangat
ramah kepadaku. Usianya 40 tahun dan sebut saja namanya Firman. Ia pun
mengundangku untuk main ke rumahnya dan dikenalkan pada anak-istrinya.
Istrinya, Dian, 7 tahun lebih muda darinya, dan putrinya, Rina, duduk
di kelas 2 SMP.
Kalau aku ke Jakarta aku sering main ke
rumahnya. Dan pada hari Senin, aku ditugaskan oleh Firman untuk menjaga
putri dan rumahnya karena ia akan pergi ke Malang, ke rumah sakit untuk
menjenguk saudara istrinya. Menurutnya sakit demam berdarah dan dirawat
selama 3 hari. oleh karena itu ia minta cuti di kantornya selama 1
minggu. Ia berangkat sama istrinya, sedangkan anaknya tidak ikut karena
sekolah.
Setelah 3 hari di rumahnya, suatu kali aku
pulang dari rumah kakakku, karena aku tidak ada kesibukan apapun dan
aku pun menuju rumah Firman. Aku pun bersantai dan kemudian menyalakan
VCD. Selesai satu film. Saat melihat rak, di bagian bawahnya kulihat
beberapa VCD porno. Karena memang sendirian, aku pun menontonnya.
Sebelum habis satu film, tiba-tiba terdengar pintu depan dibuka. Aku
pun tergopoh-gopoh mematikan televisi dan menaruh pembungkus VCD di
bawah karpet.
“Hallo, Oom Ryan..!” Rina yang baru masuk tersenyum.
“Eh, tolong dong bayarin Bajaj.. uang Rina sepuluh-ribuan, abangnya nggak ada kembalinya.”
Aku tersenyum mengangguk dan keluar membayarkan Bajaj yang cuma dua ribu rupiah.
Saat aku masuk kembali.., pucatlah wajahku!
Rina duduk di karpet di depan televisi, dan menyalakan kembali video
porno yang sedang setengah jalan. Mia memandang kepadaku dan tertawa
geli.
“Ih! Oom Ryan! Begitu, tho, caranya..? Rina sering diceritain temen-temen di sekolah, tapi belon pernah liat.”
Gugup aku menjawab, “Rina.. kamu nggak boleh nonton itu! Kamu belum cukup umur! Ayo, matiin.”
“Aahh, Oom Ryan. Jangan gitu, dong! Tu, liat.. cuma begitu aja! Gambar yang dibawa temen Rina di sekolah lebih serem.”
Tak tahu lagi apa yang harus kukatakan, dan
khawatir kalau kularang Rina justru akan lapor pada orangtuanya, aku
pun ke dapur membuat minum dan membiarkan Rina terus menonton. Dari
dapur aku duduk-duduk di beranda belakang membaca majalah.
Sekitar jam 7 malam, aku keluar dan membeli
makanan. Sekembalinya, di dalam rumah kulihat Rina sedang tengkurap di
sofa mengerjakan PR, dan.. astaga! Ia mengenakan daster yang pendek dan
tipis. Tubuh mudanya yang sudah mulai matang terbayang jelas. Paha dan
betisnya terlihat putih mulus, dan pantatnya membulat indah. Aku
menelan ludah dan terus masuk menyiapkan makanan.
Setelah makanan siap, aku memanggil Rina.
Dan.., sekali lagi astaga.. jelas ia tidak memakai BH, karena puting
susunya yang menjulang membayang di dasternya. Aku semakin gelisah
karena penisku yang tadi sudah mulai “bergerak”, sekarang benar-benar
menegak dan mengganjal di celanaku.
Selesai makan, saat mencuci piring berdua di
dapur, kami berdiri bersampingan, dan dari celah di dasternya, buah
dadanya yang indah mengintip. Saat ia membungkuk, puting susunya yang
merah muda kelihatan dari celah itu. Aku semakin gelisah. Selesai
mencuci piring, kami berdua duduk di sofa di ruang keluarga.
“Oom, ayo tebak. Hitam, kecil, keringetan, apaan..!”
“Ah, gampang! Semut lagi push-up! Khan ada di tutup botol Fanta! Gantian.. putih-biru-putih, kecil, keringetan, apa..?”
Mia mengernyit dan memberi beberapa tebakan yang semua kusalahkan.
“Yang bener.. Rina pakai seragam sekolah, kepanasan di Bajaj..!”
“Aahh.. Oom Ryan ngeledek..!”
Mia meloncat dari sofa dan berusaha mencubiti
lenganku. Aku menghindar dan menangkis, tapi ia terus menyerang sambil
tertawa, dan.. tersandung!
Ia jatuh ke dalam pelukanku, membelakangiku.
Lenganku merangkul dadanya, dan ia duduk tepat di atas batang
kelelakianku! Kami terengah-engah dalam posisi itu. Bau bedak bayi dari
kulitnya dan bau shampo rambutnya membuatku makin terangsang. Dan aku
pun mulai menciumi lehernya. Rina mendongakkan kepala sambil memejamkan
mata, dan tanganku pun mulai meremas kedua buah dadanya.
Nafas Rina makin terengah, dan tanganku pun
masuk ke antara dua pahanya. Celana dalamnya sudah basah, dan jariku
mengelus belahan yang membayang.
“Uuuhh.. mmhh..” Rina menggelinjang.
Kesadaranku yang tinggal sedikit seolah
memperingatkan bahwa yang sedang kucumbu adalah seorang gadis SMP, tapi
gariahku sudah sampai ke ubun-ubun dan aku pun menarik lepas dasternya
dari atas kepalanya.
Aahh..! Rina menelentang di sofa dengan tubuh hampir polos!
Aku segera mengulum puting susunya yang merah
muda, berganti-ganti kiri dan kanan hingga dadanya basah mengkilap oleh
ludahku. Tangan Rina yang mengelus belakang kepalaku dan erangannya
yang tersendat membuatku makin tak sabar. Aku menarik lepas celana
dalamnya, dan.. nampaklah bukit kemaluannya yang baru ditumbuhi rambut
jarang. Bulu yang sedikit itu sudah nampak mengkilap oleh cairan
kemaluan Rina. Aku pun segera membenamkan kepalaku ke tengah kedua
pahanya.
“Ehh.. mmaahh..,” tangan Rina meremas sofa dan pinggulnya menggeletar ketika bibir kemaluannya kucium.
Sesekali lidahku berpindah ke perutnya dan mengemut perlahan.
“Ooohh.. aduuhh..,” Rina mengangkat
punggungnya ketika lidahku menyelinap di antara belahan kemaluannya
yang masih begitu rapat.
Lidahku bergerak dari atas ke bawah dan bibir
kemaluannya mulai membuka. Sesekali lidahku akan membelai kelentitnya
dan tubuh Rina akan terlonjak dan nafas Rina seakan tersedak. Tanganku
naik ke dadanya dan meremas kedua bukit dadanya. Putingnya sedikit
membesar dan mengeras.
Ketika aku berhenti menjilat dan mengulum, Rina
tergeletak terengah-engah, matanya terpejam. Tergesa aku membuka semua
pakaianku, dan kemaluanku yang tegak teracung ke langit-langit,
kubelai-belaikan di pipi Rina.
“Mmmhh.. mmhh.. oohhmm..,” ketika Rina membuka bibirnya, kujejalkan kepala kemaluanku.
Mungkin film tadi masih diingatnya, jadi ia pun
mulai menyedot. Tanganku berganti-ganti meremas dadanya dan membelai
kemaluannya.
Segera saja kemaluanku basah dan mengkilap. Tak
tahan lagi, aku pun naik ke atas tubuh Rina dan bibirku melumat
bibirnya. Aroma kemaluanku ada di mulut Rina dan aroma kemaluan Rina di
mulutku, bertukar saat lidah kami saling membelit.
Dengan tangan, kugesek-gesekkan kepala
kemaluanku ke celah di selangkangan Rina, dan sebentar kemudian
kurasakan tangan Rina menekan pantatku dari belakang.
“Ohhmm, mam.. msuk.. hh.. msukin.. Omm.. hh.. ehekmm..”
Perlahan kemaluanku mulai menempel di bibir
liang kemaluannya, dan Rina semakin mendesah-desah. Segera saja kepala
kemaluanku kutekan, tetapi gagal saja karena tertahan sesuatu yang
kenyal. Aku pun berpikir, apakah lubang sekecil ini akan dapat
menampung kemaluanku yang besar ini. Terus terang saja, ukuran
kemaluanku adalah panjang 15 cm, lebarnya 4,5 cm sedangkan Rina masih
SMP dan ukuran lubang kemaluannya terlalu kecil.
Tetapi dengan dorongan nafsu yang besar, aku
pun berusaha. Akhirnya usahaku pun berhasil. Dengan satu sentakan,
tembuslah halangan itu. Rina memekik kecil, dahinya mengernyit menahan
sakit. Kuku-kuku tangannya mencengkeram kulit punggungku. Aku menekan
lagi, dan terasa ujung kemaluanku membentur dasar padahal baru 3/4
kemaluanku yang masuk. Lalu aku diam tidak bergerak, membiarkan
otot-otot kemaluan Rina terbiasa dengan benda yang ada di dalamnya.
Sebentar kemudian kernyit di dahi Rina
menghilang, dan aku pun mulai menarik dan menekankan pinggulku. Rina
mengernyit lagi, tapi lama kelamaan mulutnya menceracau.
“Aduhh.. sshh.. iya.. terusshh.. mmhh.. aduhh.. enak.. Oomm..”
Aku merangkulkan kedua lenganku ke punggung
Rina, lalu membalikkan kedua tubuh kami hingga Rina sekarang duduk di
atas pinggulku. Nampak 3/4 kemaluanku menancap di kemaluannya. Tanpa
perlu diajarkan, Rina segera menggerakkan pinggulnya, sementara
jari-jariku berganti-ganti meremas dan menggosok dada, kelentit dan
pinggulnya, dan kami pun berlomba mencapai puncak.
Lewat beberapa waktu, gerakan pinggul Rina
makin menggila dan ia pun membungkukkan tubuhnya dan bibir kami
berlumatan. Tangannya menjambak rambutku, dan akhirnya pinggulnya
menyentak berhenti. Terasa cairan hangat membalur seluruh batang
kemaluanku.
Setelah tubuh Rina melemas, aku mendorong ia
telentang. Dan sambil menindihnya, aku mengejar puncakku sendiri.
Ketika aku mencapai klimaks, Rina tentu merasakan siraman air maniku di
liangnya, dan ia pun mengeluh lemas dan merasakan orgasmenya yang ke
dua.
Sekian lama kami diam terengah-engah, dan tubuh
kami yang basah kuyup dengan keringat masih saling bergerak bergesekan,
merasakan sisa-sisa kenikmatan orgasme.
“Aduh, Oom.. Rina lemes. Tapi enak banget.”
Aku hanya tersenyum sambil membelai rambutnya
yang halus. Satu tanganku lagi ada di pinggulnya dan meremas-remas.
Kupikir tubuhku yang lelah sudah terpuaskan, tapi segera kurasakan
kemaluanku yang telah melemas bangkit kembali dijepit liang vagina Rina
yang masih amat kencang.
Aku segera membawanya ke kamar mandi,
membersihkan tubuh kami berdua dan.. kembali ke kamar melanjutkan babak
berikutnya. Sepanjang malam aku mencapai tiga kali lagi orgasme, dan
Rina.. entah berapa kali. Begitupun di saat bangun pagi, sekali lagi
kami bergumul penuh kenikmatan sebelum akhirnya Rina kupaksa memakai
seragam, sarapan dan berangkat ke sekolah.
Kembali ke rumah Firman, aku masuk ke kamar
tidur tamu dan segera pulas kelelahan. Di tengah tidurku aku bermimpi
seolah Rina pulang sekolah, masuk ke kamar dan membuka bajunya, lalu
menarik lepas celanaku dan mengulum kemaluanku. Tapi segera saja aku
sadar bahwa itu bukan mimpi, dan aku memandangi rambutnya yang tergerai
yang bergerak-gerak mengikuti kepalanya yang naik-turun. Aku melihat
keluar kamar dan kelihatan VCD menyala, dengan film yang kemarin. Ah!
Merasakan caranya memberiku “blowjob”, aku tahu bahwa ia baru saja
belajar dari VCD.
Wednesday, 7 January 2009
Gairah Tubuh Rina, Anak Teman Bisnisku
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment