Saya adalah seorang mahasiswa yang sedang
pulang untuk liburan. Di suatu hari yang cerah, saya sedang berbaring
untuk mencoba tidur siang. Ternyata ibu memanggilku dari luar. Segera
saya beranjak dari tempat tidur untuk menemuinya, dan ternyata ibu
memintaku untuk mengantarkan sebuah bungkusan untuk diserahkan ke teman
arisannya. Tanpa banyak tanya saya segera bergerak ke alamat yang
dituju yang tidak berbeda jauh dari rumahku. Sesampainya di sana aku
melihat sebuah rumah yang besar dengan arsitektur yang menawan.
Aku segera memijit bel di pintu pagar rumah
tersebut. Tidak beberapa lama keluarlah seorang gadis manis yang
memakai kaos bergambar tweety kedodoran sehingga tidak terlihat bahwa
gadis itu memakai celana, walaupun akhirnya saya melihat dia memakai
celana pendek.
Singkat kata saya segera bertanya tentang keberadaan teman ibu saya.
“Hmm.., sorry nih, Ibu Raninya ada?, saya membawa kiriman untuk beliau”, tanyaku.
“Wah lagi pergi tuh, Kak.., Kakak siapa ya?”, tanyanya lagi.
“Oh saya anaknya Ibu Erlin”, jawabku.
Tiba-tiba cuaca mendung dan mulai gerimis. Sehingga gadis manis itu mempersilakan saya masuk dahulu.
“Kakak nganterin apaan sih?”, tanyanya.
“Wah.., nggak tahu tuh kayaknya sih berkas-berkas”, jawabku sambil mengikutinya ke dalam rumahnya.
“Memang sih tadi Mama titip pesen kalo nanti
ada orang yang nganterin barang buat Mama.., tapi aku nggak nyangka
kalo yang nganter cowo cakep!”, katanya sambil tersenyum simpul.
Mendengar pernyataan itu saya menjadi salah tingkah.
Saat saya memasuki ruang tengah rumah itu, saya
menjumpai seorang gadis manis lagi yang sedang asyik nonton TV, tapi
melihat kami masuk ia seperti gugup dan mematikan TV yang ditontonnya.
“Ehmm.., Trid siapa sih?”, tanya gadis itu.
“Oh iya aku Astrid dan itu temanku Dini, kakak
ini yang nganterin pesanan mamaku..”, jawab gadis pemilik rumah yang
ternyata bernama Astrid.
“Eh iya nama gue Ian”, jawabku.
Tidak lama kemudian aku dipersilakan duduk oleh
Astrid. Aku segera mencari posisi terdekat untuk duduk, tiba-tiba saat
aku mengangkat bantal yang ada di atas kursi yang akan aku duduki aku
menemukan sebuah VCD porno yang segera kuletakkan di sebelahku sambil
aku berkata, “Eh.., kalo ini punya kamu nyimpannya yang bener nanti
ketahuan lho”.
Dengan gugup Astrid segera menyembunyikan VCD
tersebut di kolong kursinya, lalu segera menyalakan TV yang ternyata
sedang menayangkan adegan 2 orang pasangan yang sedang bersetubuh.
Karena panik Astrid tidak dapat mengganti gambar yang ada.Untuk
menenangkannya tanpa berpikir aku tiba-tiba nyeletuk.
“Emang kalian lagi nonton begini nggak ada yang tahu?”.
Dengan muka memerah karena malu mereka menjawab secara bersamaan tapi tidak kompak sehingga terlihat betapa paniknya mereka.
“Ehh.., kita lagi buat tugas biologi tentang
reproduksi manusia”, jawab Astrid sekenanya. Dapat kulihat mimik
mukanya yang ketakutan karena ia duduk tepat di sampingku.
“Tugas biologi?, emangnya kalian ini kelas berapa sih?”, tanyaku lagi.
“Kita udah kelas 3 SMP kok!”, jawab Dini. Aku hanya mengangguk tanda setuju saja dengan alasan mereka.
“Kenapa kalian nggak nyari model asli atau dari buku kedokteran?”, tanyaku.
“Emang nyari dimana Kak?”, tanya mereka bersamaan.
“Hi.., hi.., hi.., siapa aja.., kalo gue jadi modelnya mo dibayar berapa?”, tanyaku becanda.
“Emang kakak mau jadi model kita?”, tanyanya.
Mendengar pertanyaan itu giliran aku yang menjadi gugup.
“Siapa takut!”, jawabku nekat.
Ternyata, entah karena mereka sudah ‘horny’
gara-gara film BF yang mereka tonton itu, Astrid segera mendekatiku
dengan malu-malu.
“Sorry Kak boleh ya ‘itunya’ kakak Astrid pinjem”, bisiknya.
Dengan jantung yang berdegup kencang aku
membiarkan Astrid mulai membuka retsleting celanaku dan terlihat
penisku yang masih tergeletak lemas.
“Hmm.., emangnya orang rumah kamu pada pulang
jam berapa?”, tanyaku mengurangi degup jantungku. Tanpa dijawab Astrid
hanya memegangi penisku yang mulai menegang.
“Kak, kalo cowok berdiri itu kayak gini ya?”, tanyanya.
“Wah segini sih belum apa-apa”, jawabku.
“Coba kamu raba dan elus-elus terus”, jawabku.
“Kalo di film kok kayaknya diremas-remas terus juga dimasukin mulut namanya apa sih?”, tanyanya lagi.
Ketegangan penisku hampir mencapai maksimal.
“Nah ukuran segini biasanya cowok mulai dapat
memulai untuk bersetubuh, gimana kalo sekarang aku kasih tahu tentang
alat kelamin wanita, Emm.., vagina namanya”, mintaku.
Tanpa banyak tanya ternyata Astrid segera
melepaskan celananya sehingga terlihat vaginanya yang masih ditutupi
bulu-bulu halus, Astrid duduk di sampingku sehingga dengan mudah aku
mengelus-elus bibir vaginanya dan mulai memainkan clitorisnya.
“Ahh.., geli.., Kak.., ahh.., mm..”, rintihnya dengan mata yang terpejam.
“Ini yang namanya clitoris pada cewek (tanpa
melepaskan jariku dari clitorisnya) nikmat kan kalo aku beginiin”,
tanyaku lagi. Dan dijawab dengan anggukan kecil.
Tiba-tiba Dini yang sudah telanjang bulat memasukkan penisku ke mulutnya.
“Kok kamu sudah tahu caranya”, tanyaku ke Dini.
“Kan nyontoh yang di film”, jawabnya.
Tiba-tiba terjadi gigitan kecil di penisku,
tapi kubiarkan saja dan mengarahkan tangan kiriku ke vaginanya sambil
kuciumi dan kujilati vagina Astrid. Vagina Astrid mulai dibasahi oleh
lendir-lendir pelumas yang meleleh keluar.
Tiba-tiba Astrid membisiku, “Kak ajarin bersetubuh dong..?”.
“Wah boleh”, jawabku sambil mencabut penisku dari mulut Dini.
“Tapi bakal sedikit sakit pertamanya, Trid. Kamu tahan yah..”, bisikku.
Aku mengangkangkan pahanya dan memainkan jariku
di lubang vaginanya agar membiasakan vagina yang masih perawan itu. Dan
aku pelan-pelan mulai menusukkan penisku ke dalam liang vagina Astrid,
walau susahnya setengah mati karena pasti masih perawan. Ketika akan
masuk aku segera mengecup bibirnya, “Tahan ya sayang..”.
“Aduh.., sakit..”, teriaknya.
Kubiarkan penisku di dalam vaginanya, beberapa
menit baru kumulai gerakan pantatku sehingga penisku bergerak masuk dan
keluar, mulai terlihat betapa menikmatinya Astrid akan pengalaman
pertamanya.
“Masih sakit nggak, Trid”, tanyaku.
“mm.., nggak.., ahh.., ahh.., uhh.., geli Kak”.
Hampir 30 menit kami bersetubuh dan Astrid mulai mencapai klimaksnya karena terasa vaginanya basah oleh lendir.
“Kak Astrid pingin pipis!”, tanyanya.
“Jangan ditahan keluarin aja”, jawabku.
“Ah.., ahh.., emm.., e..mm”, terasa otot vaginanya menegang dan meremas penisku.
“Nah Trid kamu kayaknya udah ngerasain ejakulasi tuh”.
Aku merebahkan tubuh Astid di sampingku dan segera menarik Dini yang sedang onani sambil melihat film porno di TV.
“Sini kamu mau nggak?”, tanyaku.
Tanpa banyak tanya Dini segera bergerak
mendekatiku, kuhampiri dia dan segera mengangkat kaki kirinya dan
kumasukkan penisku ke vaginanya dan tampaknya ia menahan sakit saat
menerima hunjaman penisku di lubang vaginanya sambil memejamkan matanya
rapat-rapat, tapi sekian lama aku mengocokkan penisku di vaginanya
mulai ia merintih keenakan. Aku terus melakukannya sambil berdiri
bersender ke tembok.
“aahh.., Kak.., Dini.., Dini”, jeritnya dan tiba-tiba melemas, ia sudah kelur juga pikirku.
Aku bopong gadis itu ke kursi dan rupanya
Astrid sudah di belakangku dan menyuruhku duduk dan memasukkan penisku
ke vaginanya dengan dibimbing tangannya. Aku telah berganti tempat dan
gaya, yang semua Astrid yang memerintahkan sesuai adegan di film sampai
akhirnya Astrid memberitahuku bahwa ia akan keluar.
“Trid tahan yah.., aku juga udah mau selesai
nih.., ahh.., aahh.., croot.., creett.., creet”, aku muntahkan beberapa
cairan maniku di dalam vaginanya dan sisanya aku semprotkan di
perutnya.
“Enak.., yah Kak.., hanget deh memekku..,
hmm.., ini sperma kamu?”, bisiknya dan kujawab dengan ciuman di
bibirnya sambil kubelai seluruh tubuh halusnya.
Setelah itu kami mandi membersihkan diri
bersama-sama sambil kuraba permukaan payudara Astrid yang kira-kira
berukuran cukup besar untuk gadis seusianya, karena terangsang mereka
menyerangku dan memulai permainan baru yang di sponsori gadis-gadis
manis ini, yang rupanya mereka telah cepat belajar.
Monday, 5 January 2009
Tetanggaku
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment