Saat itu saya baru kelas 3 SD, jadi belum
tahu apa-apa tentang seks. Apalagi berhubungan badan. Umur saya waktu
itu kira-kira masih 9 atau 10 tahun. Jadi saya rasa pembaca sekalian
pun mengerti kalau di saat-saat usia seperti itu boleh dibilang kita
tidak tahu apa-apa. Betul tidak? Sewaktu saya kecil seperti itu, saya
tinggal di desa SB dengan kakek dan nenek saya. Memang dari umur 1
sampai kira-kira 12 tahun saya tidak pernah tinggal bersama orang tua
saya. Boleh dikatakan di sana saya hidup tanpa teman, soalnya desa saya
dulunya mayoritas penduduk pribumi, sedangkan saya non pribumi. Jadi
hanya sebagian yang mau berteman dengan saya.
Karena apabila pulang sekolah saya tidak ada
teman bermain, saya sering bermain sendiri atau kadang-kadang pergi ke
rumah tetangga sebelah bermain-main. Tetangga sebelah saya juga
mempunyai seorang anak dan jarang bergaul. Jadi kami selalu bermain
bersama. Oh ya saya lupa, anak tetangga sebelah saya itu adalah seorang
cewek manis dengan rambut panjang dan memiliki tinggi lebih dari saya.
Dan satu lagi, umur dia lebih tua dari saya 2 tahun. Jadi pada saat
itu, dia masih berumur kira-kira 13 tahun. Memang benar kata guru
Biologi saya bahwa umumnya cewek lebih cepat dewasa ketimbang pria.
Hampir setiap hari saya main ke sebelah, dan
orang tuanya juga baik kepada saya. Ya mungkin juga gara-gara anaknya
jarang bergaul. Jadi mereka selalu senang kalau melihat saya
bermain-main dengannya. Cewek teman saya bermain ini, kita sebut saja
bernama Siska. Sering ditinggal sendiri di rumah, karena ibunya adalah
seorang bidan yang setiap hari jarang di rumah. Sedangkan ayahnya
adalah seorang pekerja. Jadi otomatis kalau ibunya pergi dia tinggal
sendirian di rumah. Karena dia sering sendiri, kadang-kadang dia datang
ke rumah saya untuk mengajak saya bermain di rumahnya. Terang saja saya
mau, soalnya di rumahnya selain banyak permainan, juga bebas karena
tidak ada orang yang melarang. Karena keseringan saya bersamanya, kami
sudah tidak ada perasaan malu satu sama lain. Kami juga sering menonton
acara TV berdua dan seingat saya waktu itu masih belum ada banyak
saluran. Hanya ada TVRI saja. Bila di rumah sedang kosong, kami
habiskan waktu dengan bermain-main, seperti main catur, main
rumah-rumahan dan bila sudah bosan kami duduk berdampingan nonton TV
bersama. Apabila nonton film horor saya sangat senang karena apabila
dia ketakutan kami sering berpelukan. Karena dia lebih tua dari saya,
tak jarang saya mendapat pelajaran tentang apa saja darinya.
Saya ingat pada suatu siang karena kecapaian
bermain, saya tertidur di kamarnya. Mungkin karena dia juga kecapaian
dia tidur juga di samping saya dan ketika saya bangun saya merasakan
tangan saya sudah memegang sesuatu yang lembut dari tubuhnya dan ketika
saya lihat ke samping ternyata tangan saya sedang memegang dadanya yang
pada saat itu masih belum membesar tapi sudah lumayan untuk dinikmati.
Karena belum mengerti apa-apa saya menggerakkan tangan saya untuk
menggeser agar tidak mengganggu tidurnya, namun tangannya yang lembut
tiba-tiba menangkap tangan saya agar tetap berada di dadanya. Sambil
menggerak-gerakkan tangannya yang menangkap tangan saya di dadanya,
saya lihat dia sepertinya keenakan. Dan walaupun saya waktu itu belum
mengerti tentang yang begituan, tapi naluri saya mengatakan untuk terus
melanjutkan kegiatan itu tanpa dikomando. Saya pun meletakkan tangan
saya satu lagi ke payudaranya dan meremas-remasnya perlahan. Walaupun
dia masih dalam keadaan tidur dan berpakaian lengkap. Namun sensasi
yang saya rasakan waktu itu begitu indah. Bahkan kemaluan saya bisa
berdiri sangat tegang.
Dia yang sudah merasakan bahwa tangan saya
telah bergerak sendiri pun mulai melepaskan genggamannya pada tanganku
dan membiarkan tangan saya bergerak sendiri. Kemudian tangannya
bergerak menuju ke batang kemaluan saya yang sudah berdiri tegak tetapi
karena waktu itu saya masih kecil, jadi batang kemaluan saya juga kecil
dan masih botak. Saya terang saja kaget, karena dia tiba-tiba
mengeluarkan kemaluan saya dan menggenggamnya. Saya waktu itu tidak
mengerti apa maunya dan tidak pernah mengerti soal bagituan. Namun
semakin lama saya semakin merasakan nikmat yang susah dilukiskan dengan
kata-kata. Saya melihat dia telah membuka matanya dan melihat dia
tersenyum melihat wajah polos saya yang tidak mengerti soal begituan.
Dia kemudian dengan tangan satunya lagi mengangkat kaosnya ke atas dan
sekarang hanya tinggal kaos kutangnya saja. Tangan saya yang kembali
diam ditariknya kembali ke perutnya yang telanjang dan
mengusap-usapkannya. Saya pun mulai mengusap-usap perutnya yang
berkulit halus dan putih itu, karena saya merasakan bahwa kulitnya
sangat enak dielus.
Dia yang tahu kalau saya sejak kecil tidak
pernah tinggal bersama orang tua kemudian bertanya, “Tango, apakah kamu
pernah minum ASI?” saya hanya menggeleng dan terus menikmati usapan
tangan saya dan genggaman tangannya di batang saya. “Apakah kamu mau
mencoba?” saya mengangguk dengan cepat, karena seumur-umur saya tidak
pernah merasakan. Dia pun kemudian membuka kaos kutangnya dan terlihat
olehku sepasang bukit yang tidak begitu tinggi mencuat ke atas.
Kemudian dia menghentikan aktifitasnya dan duduk bersila bersandar di
dinding. Dengan bertelanjang dada dia kemudian mengambil kepala saya
dengan lembut dan ditariknya agar rebah di pangkuannya dan setelah saya
rebah dengan kepala tepat berada di pangkuannya. Dia kemudian memegang
payudaranya yang sebelah kanan dan menyodorkannya ke mulut saya. Saya
kemudian pun menghisap-hisap payudaranya. Dia tertawa kegelian dan
kembali menangkap batang kemaluan saya dan mempermainkannya kembali.
“Kak, kok nggak ada susunya”, protes saya waktu itu.
“Kita kan sekarang lagi main rumah-rumahan, jadi kita ecek-ecek aja.”
Saya pun mengangguk dan kembali menghisap payudaranya yang masih berwarna merah muda itu.
“Nah, sekarang saya berperan jadi mama, dan
kamu anak mama yang masih kecil jadi kamu harus nurut”, katanya lagi
dan saya tetap setuju walau saya kurang mengerti arah permainannya.
Tapi saya tidak perduli karena sepertinya
permainan rumah-rumahan seperti begini yang baru pertama kali kami
mainkan sepertinya sangat menarik dan mengasyikkan. Karena batang
kemaluan saya terus dipermainkan dengan tangannya, tiba-tiba saya
merasakan seperti ingin kencing. “Siska, eh, mama saya mau kencing.”
Dia pun menghentikan kegiatannya dan kemudian mengangkat kepala saya
kemudian berkata, “Oke.. sekarang mama bawa kamu ke kamar mandi dan
sekalian mandi yah.” Saya kembali mengangguk. Sesampai di depan pintu
kamar mandi, dengan masih bertelanjang dada dia kemudian membuka semua
pakaian saya. Saya hanya menurut, dan kini saya tanpa sehelai benang
pun yang menutup ditariknya tangan saya ke kamar mandi, dia pun
kemudian menutup pintu dan mulai membuka celananya plus CD-nya. Kini
untuk pertama kalinya saya melihat dia telanjang bulat di depan saya.
Entah kenapa kemaluan saya yang tadi sempat turun, kembali naik setelah
melihat dia jongkok untuk pipis sehingga kemaluannya yang sudah mulai
ditumbuhi bulu-bulu halus terlihat jelas.
Liang kemaluannya yang kemerah-merahan membuat
saya terbengong. “Lho, katanya mau kencing?” katanya sambil tersenyum
dan kembali memandang junior saya yang sudah naik tinggi.
Saya pun kemudian berjalan menuju klosetnya dan kencing di sana, tapi
kencing saya sedikit saja. Setelah selesai bahu saya kemudian
dipegangnya dan kemudian dia membalikkan tubuh saya dan kembali
terlihat oleh saya teman bermain saya yang kini berperan sebagai ibu
dengan rambut diikatnya ke atas dengan tanpa busana. Kemudian dia pun
mulai memandikanku seperti seorang ibu memandikan anaknya atau bila
boleh dikata memandikan suaminya, sebab dia selalu saja memegang kemaluan saya.
Setelah selesai memandikan saya, saya
dimintanya untuk menunggu sebentar dan duduk di kloset karena dia
bilang kalau sekarang giliran mama yang mandi. Saya hanya duduk dan
melihat dia mandi. Setelah ia selesai membersihkan badannya. Dia
kemudian berjalan menuju saya dan berkata, “Sstt.. sekarang ceritanya
kamu sudah besar dan sedang mandi dengan istrimu”, kemudian dengan
sikap jongkok dia kembali sekali lagi menggenggam batang kemaluan saya
dan kali ini dia masukkan ke mulutnya yang mungil, sambil dikocok-kocok
dan mengulumnya. Saya merasakan geli dan nikmat menjadi satu. Kemudian
entah naluri dari mana tangan saya berusaha menggapai payudaranya.
Melihat tangan saya bergerak dan berusaha menggapai payudaranya tapi
tidak sampai karena Siska sedang berjongkok, dia pun kemudian naik dan
membungkuk dengan mulut tak lepas dari batang kemaluanku dengan maksud
agar tanganku sampai ke dadanya.
Setelah sampai saya pun meremas-remas dadanya.
Setelah lama bermain dengan gaya begitu, dia kemudian berdiri, dan
menyuruh saya agar ikut berdiri. Saya kembali hanya mengikutinya karena
saya menganggap permainannya kali ini sangat menarik. Dia kemudian
menyandarkan saya ke dinding kemudian saya lihat wajahnya sangat dekat
ke wajah saya. Saya sering melihat adegan berciuman di TV, maka saya
pun ingin merasakan berciuman dan saya rasa dia juga demikian. Maka
sedetik kemudian kami sudah saling mengulum walaupun pada saat itu kami
tidak mengerti caranya. Kami hanya saling mengisap dan mengulum. Karena
saya waktu itu lebih rendah beberapa centi darinya. Jadi sewaktu ia
menciumku, tubuhnya sangat rapat dan saya dapat merasakan payudaranya
menekan ke dada saya, sedangkan di bawah saya merasakan kalau
pinggulnya bergerak maju mundur, sebab saya waktu itu bisa merasakan
kalau batang saya yang sudah tegak itu bergesekan dengan
selangkangannya yang maju mundur.
Setelah puas berciuman tanpa bicara dia
kemudian memegang kemaluan saya dan mengarahkan ke liang kemaluannya.
Namun pada saat itu saya rasa dia telah mengerti soal keperawanan
sedangkan saya tidak tahu apa-apa (yang penting enak) dia hanya
memasukkan sedikit batang kemaluan saya ke liang kemaluannya. Hanya
kira-kira 1/3 dari panjangnya dia genggam dan masukkan ke lubang
kemaluannya. Kemudian setelah dia taksir tepat, dia pun mulai
menggerakkan pinggulnya maju mundur sehingga tepat 1/3 bagian yang
masuk ke lubangnya. Waktu itu saya melihat dia seperti merasakan
kenikmatan yang luar biasa karena berkali-kali dia mendesah dan
mendesis.
Setelah beberapa menit saya merasakan ada
cairan hangat membasahi batang kemaluan saya dan saya melihat dia
berhenti dari aktifitasnya sesaat dan kemudian mencabut kemaluan saya.
Dia kemudian mencolek sedikit cairan yang keluar dari lubang
kemaluannya dan menciumnya. “Ini apa yah? kok bisa keluar dari
memekku?” tanyanya kepada saya. Terang saja saya tidak tahu dan saya
pun ikut mencolek sedikit dari kemaluannya. Sewaktu jari saya mencolek
kemaluannya saya melihat dia mengejang sedikit, mungkin saat itu saya
menyentuh klitorisnya. Dan saya pun menciumnya, “Nggak tahu yah, kok
kental gini. Memangnya sebelumnya nggak pernah keluar?” dia hanya
menggeleng. “Sudah dech, nggak pa-pa, entar juga tahu sendiri”, katanya
santai.
Kemudian dia pun membersihkan kemaluannya.
Melihat saya masih terbengong dia pun kemudian menarik saya dan
membersihkan batang kemaluan saya. Pada saat dia membersihkan, dia
seperti mengocok-ngocok kemaluan saya dan kemudian menyiramnya dengan
air, namun tak lama kemudian saya kembali merasakan mau kencing,
“Siska, saya mau kencing nih.”
“Ah.. kamu kan tadi baru kencing masa kencing lagi”, jawabnya dengan tangan tetap membersihkan kelamin saya.
“Sis, udah nggak tahan nih, udah mau keluar”, ucap saya sambil menahan sesuatu yang akan keluar.
“Keluarkan aja kalau memang ada”, tantangnya.
Dan curr.. akhirnya saya tidak dapat menahannya
dan kami berdua kembali terkejut dan saling memandang satu sama lain
setelah apa yang tadi saya keluarkan habis. Sejenak saya bagai terbang
ke awang-awang.
“Lho, kok kencing kamu warnanya lain?” tanyanya kepada saya.
Saya hanya mengangkat bahu.
“Sama seperti tadi, eh, kok ini kamu mengecil?” tanyanya lagi sambi menunjuk ke kemaluanku.
Saya kembali mengangkat bahu dan menjawab,
“Nggak tahu yah.. tapi waktu tadi yang putih-putih itu keluar rasanya
kok enak sekali”, kali ini saya memberi respon.
“Iya, saya tadi juga merasakan kayak gitu”, katanya.
“Mungkin ini sebabnya orang dewasa suka kayak gitu”, sambungnya memberi alasan.
“Maksudnya?” tanyaku tak mengerti.
“Iya soalnya waktu tante saya datang dari
Medan, waktu malam saya nggak sengaja liat tante sama suaminya sedang
memasukkan kelaminnya seperti yang kita lakukan tadi, terus setelah
saya intip lama, kemudian tante sama paman sama-sama bilang, Ahh.. dan
kemudian mencabutnya, mungkin itu rasa nikmat karena cairan kayak gini
keluar”, Siska menjelaskan panjang lebar.
“Ooo.. tapi rasanya enak lho, lain kali kita main kayak gini lagi mau?” ajak saya.
“Ok, tapi kata mama saya, saya nggak boleh
masukkan sesuatu ke memek saya dalam-dalam, katanya entar bisa
berdarah, jadi saya takut. Tapi lain kali kita mainnya kayak tadi aja
yah?”
Kali ini saya setuju dan mengangguk cepat.
Kemudian kami mandi sekali lagi dan berpakaian kembali.
“Eh, Tango lu jangan bilang siapa-siapa yah tentang yang kita lakukan tadi, entar kita bisa dimarahin”, larangnya.
“Ok dech, tenang aja.. habis mandi enaknya ngapain yah?”
“Yuk kita nonton TV aja, sambil nunggu mamaku pulang.”
Dan kami pun menonton acara kartun di TV yang
pada saat itu sedang menayangkan kartun Kura-Kura Ninja. Setelah
kartunnya habis, tak lama kemudian mama Siska pulang, dan saya pun mau
pulang untuk belajar. Karena rumah saya hanya di sebelah dan hanya
dibatasi pagar batu rendah, saya pun biasa pulang dengan memanjat pagar
itu. Setelah sampai di atas pagar saya dengar Siska berteriak, “Tango,
besok-besok kita main rumah-rumahan lagi yah?” Saya kemudian mengangguk
dan mengacungkan jempolku kepadanya.
Nah, setelah kejadian itu saya semakin sering
ke rumahnya, namun karena mamanya sekarang jarang keluar siang, jadi
kami jarang bermain, dan seingat saya, saya hanya sempat bermain
seperti itu empat kali dengannya dan selama kami bermain rumah-rumahan,
keperawanannya tetap terjaga. Karena waktu saya umur 13 tahun, nenek
saya dipanggil Tuhan. Dan saya pun dibawa kembali bersama orang tua
saya dan melanjutkan sekolah saya di kota M, dan sampai sekarang saya
jarang pulang ke desa SB dan bila saya ke sana saya sudah tidak pernah
berjumpa Siska. Kata keluarganya dia ikut tantenya keluar kota. Dan
pernah suatu kali saya pulang ke SB dan bertemu dengannya, kami hanya
senyum-senyum tanpa berbicara, sebab kami berdua sepertinya malu kalau
mengingat kejadian sewaktu kami belum mengerti apa-apa.
Tuesday, 6 January 2009
Pengalaman Masa Kecilku
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment