Monday 5 January 2009

Valentine

Di cerita kali ini, untuk pertama kalinya aku mencoba untuk mengambil
sudut pandang lain. Kalau biasanya aku selalu mengambil sudut pandang
dari pihak laki-laki, kali ini aku akan mencoba menghayati apa yang
dirasakan seorang wanita dalam petualangannya. Aku sempat juga
bertanya sama dengan cewekku (dia jadi peran utama di cerita ini)
segala sesuatu tentang cewek dan bagaimana rasanya dia melakukan itu
denganku. Pokoknya aku les singkat dengannya, dan akhirnya kudapat
juga pengetahuan itu. Oke kita mulai saja cerita ini.

Namaku Vania, aku seorang gadis berumur 17 tahun, sekarang aku duduk
di kelas 3 SMA. Aku satu sekolah dengan Riko, penulis cerita ini.
Ayahku keturunan Barat dan ibuku keturunan Chinese. Perpaduan ini
yang membuatku menjadi seorang gadis tinggi ramping, berkulit putih
dan walaupun tubuhku tidak terlalu seksi, bisa kututupi kekurangan
itu dengan wajahku yang kata orang sih cantik. Tentu saja aku senang
mendengarnya, apalagi ketika Riko mengatakan kalau bibirku benar-
benar menggoda. Memang sih aku belum pernah tidur dengan seorang
pria, tetapi kalau soal yang begituan aku cukup ahli, yah mungkin
ketularan sama omes-nya (otak mesum) Riko dan teman-temannya yang
tidak kalah omes. Jadi kesimpulannya, aku juga termasuk ahli di
bidang begituan.

Hari itu, kira-kira jam 4 sore tanggal 12 Februari tahun ini, aku
jalan-jalan bersama Precill dan Yuli. Kami memang sedang mencari
sesuatu yang dapat kami berikan ke cowok yang paling dekat dengan
kami, kan 2 hari lagi Valentine, jadi harus memberikan yang istimewa
donk. Setelah sekitar 2 jam berkeliling mencari barang yang cocok,
aku akhirnya menyerah. Aku sama sekali tidak mendapatkan barang yang
benar-benar spesial untuk cowokku (hehehe, maksudnya untuk gue yang
nulis cerita ini).

Akhirnya kuputuskan untuk mencari di tempat lain saja besok. Aku
pulang tanpa membawa apa-apa, berbeda dengan Precill dan Yuli yang
sudah mendapatkan yang mereka cari. Aku memang susah mencari barang
untuk Riko, dia tuh orangnya senang yang romantis dan sedikit berbau
omes gitu lah. (Ini sepertinya pujian untuk gue). Tetapi aku yakin,
aku akan mendapatkan sesuatu untuknya. Kan kalau kita mau usaha,
pasti kita akan mendapatkan apa yang kita inginkan. Bener ngtidak..?

Singkat cerita, aku sama sekali tidak mendapatkan apa-apa, bahkan
besoknya juga aku masih tidak mendapatkan apa-apa. Aku tidak mau
memberikan sesuatu yang biasa, kupikir lebih bagus aku tidak
memberikan sama sekali daripada kuberikan sesuatu yang biasa di hari
yang spesial nanti. Ternyata Riko sudah berinisiatif lebih dulu, dia
mengajakku candle light dinner. Tepat seperti dugaanku, dia memang
suka keromantisan, kami hanya makan sedikit terus minum sedikit dan
kami sempat slow dance dulu sebelum akhirnya duduk lagi, hanya duduk
dan saling memandang.

Tidak tahu karena aku terbawa suasana atau memang si Riko jago (muji
gue lagi nih), yang jelas aku benar-benar menikmati malam itu. Riko
memberikan kalung cantik dan dia memasangkan di leherku.
Terus diciumnya pipiku dari belakang sambil berkata, “Biar hari ini
jadi hari yang eloe kenang selama hidup eloe. dan gue harap eloe juga
inget siapa yang ada di sini ngerayain hari Valentine ini sama eloe.”
(Mengganggu lagi nih, perasaan gue ngomongnya ngtidak gitu deh, tapi
intinya sih sama lah.)

Kalian pasti mengerti kan kalau cewek itu mudah terangsang kalau
suasana hatinya mendukung ditambah dengan sentuhan yang tepat. Tidak
seperti cowok, cowok itu mudah sekali terangsang, biasanya langsung
tegang itunya hanya karena melihat dada atau paha cewek. Oke, kembali
lagi deh ke cerita kita. Tidak tahu kenapa, yang jelas Riko melakukan
sesuai dengan apa yang kuharapkan, dan tidak tahu kenapa, aku
akhirnya menemukan sesuatu yang spesial untuk kuberikan kepadanya.
Kuajak dia ke rumahku, aku tahu persis orangtuaku tidak ada di rumah,
dan di rumah hanya ada si Iyem saja.

Sampai di rumah, Riko duduk di kursi tamu seperti biasa dan kubawakan
minuman untuk dia. Ketika aku balik lagi, Riko sedang melihat-lihat
album fotoku. Dia tersenyum ketika melihat fotoku ketika masih kecil.
Ketika aku datang dia langsung tersenyum ke arahku. Kuletakkan
minuman di meja dan bilang kalau aku tidak dapat memberikan apa-apa
di hari Valentine ini, tetapi aku punya sesuatu yang spesial buatnya
di hari spesial ini.

Aku duduk di sebelah Riko, kubiarkan Riko memelukku dan menciumku.
Bibirnya lembut membasahi bibirku, terus dia mengambil sirup di meja
dan pura-pura menumpahkannya di bajuku.
Kami berdua tertawa bersama, terus dia berkata, “Ups.., sorry ya.
Mendingan eloe ganti baju dulu, nanti masuk angin kalo pake baju
basah gini.”
Aku tahu Riko memang sengaja, dia mau mengajakku ke kamar. Deg-degan
juga sih, tetapi aku sudah bertekad kalau aku harus dapat memberikan
yang spesial buatnya hari ini.

Rupanya Riko sudah tahu kalau aku memang mau memberikan sesuatu yang
sudah 17 tahun kujaga baik-baik. Yap, aku memang memilihnya untuk
mengambil kesucianku. Kurasa memang dia orang yang tepat. Aku ke
kamar, dan seperti yang kuduga dan kuinginkan, Riko mengikutiku.
Terus dia duduk di ranjangku memperhatikanku jalan ke arah lemari
pakaianku.

Aku cuek saja buka baju di depan dia, tetapi waktu aku mau membuka BH-
ku, Riko memelukku dari belakang sambil berkata, “Biarkan malam ini
berjalan lambat, jangan habiskan waktu terlalu cepat.”
Aku menurut saja, kubiarkan dia mencium leherku, bahuku dan akhirnya
menggendongku ke tempat tidur. Riko masih belum puas bermain dengan
bibirnya, dia menciumku dua kali, dan begitu kusadar, tahu-tahu BH-ku
sudah hilang, tidak tahu kemana. Aku tidak sadar kapan Riko membuka
BH-ku itu, yang jelas sekarang dadaku sudah telanjang. Mungkin karena
aku terlalu terbawa suasana.

Riko mulai bosan bermain dengan bibirnya, kali ini dia menggunakan
lidahnya menjilati puting buah dadaku. Lembut dan membuatku enak
kegelian. Aku hanya memejamkan mata sambil merasakannya menjilat dan
sesekali menghisap putingku. Tiap kali dia hisap seperti ada setrum
di badanku, aku selalu menggeliat menahan geli. Aku tidak bosan-bosan
merasakan enaknya permainan lidah Riko. Entah berapa lama aku terdiam
merasakan nikmatnya sentuhan demi sentuhan dari bibir dan lidahnya.

Ternyata bersamaan dengan lidahnya bermain, tangan Riko tidak tinggal
diam. Soalnya waktu kubuka mata, aku kaget sekali, ternyata aku sudah
telanjang bulat, dan Riko hanya menggunakan celana dalam saja. Hebat
juga dia bisa menenlanjangiku dan melepas pakaiannya tanpa dapat
kuketahui. (Sekedar informasi, dia aja yang ngtidak sadar keenakan,
padahal gue lumayan lama juga ngebugilin dia dan gue sempat keluar
dulu minum sirup gue yang masih kesisa, masalahnya lidah gue udah
kering ngejilatin dadanya, hehehe.)

Kucoba untuk bangun, tetapi badanku terasa lemas, aku sama sekali
tidak bertenaga. Aku tidak dapat berbuat apa-apa ketika Riko mulai
turun terus mencium pusarku. Terus tangannya membuka pahaku lumayan
lebar. Aku merasa malu juga ketika Riko melihat vaginaku. Riko tidak
lama-lama melihatnya, dan tidak lama dia sudah menjilati bibir
kemaluanku.

Lebih gila lagi, ternyata ketika dia menjilat vaginaku, rasanya
jutaan kali lebih nikmat dari permainannya di puting payudaraku. Dia
menjilat beberapa kali, terus dia menjilat klitoris-ku. Ini lebih
hebat lagi, soalnya tanpa sadar aku mendesah. Sebenernya lebih mirip
teriak keenakan ketika lidahnya pertama kali menyentuh klitorisku
yang memang super sensitif. Gila, ternyata Riko tidak hanya
menjilatnya beberapa kali, tetapi berkali-kali, terus dia memelintir
perlahan klitoris-ku. Wah, itu sih tidak dapat dijelaskan, yang jelas
badanku refleks kejang dan aku menjambak rambutnya tanpa sadar.
Tetapi ketika rasa kesetrum itu mulai hilang, aku malah ingin lagi.
Ternyata Riko tahu, dia memelintir lagi klitoris-ku sekali lagi dan
seperti sebelumnya, aku kejang lagi. Terus dia malah lebih gila lagi,
digosok-gosokkannya klitorisku dengan ujung jarinya. Aku tidak tahan
kejang-kejang, tetapi Riko memegang pinggangku, jadi aku tidak dapat
bergerak bebas.

Rasa nikmat itu lalu memuncak dan aku tidak sadar lagi, semua terasa
gelap dan badanku kejang-kejang tidak karuan tanpa dapat kukontrol.
Aku tahu aku sudah sampai puncak, dan begitu kusadar lagi, Riko sudah
menggosok-gosok kepala penisnya yang besar sekali ukurannya. Aku
tidak yakin penis sebesar itu dapat masuk ke vaginaku, ada juga sih
rasa takut. Tetapi aku sudah bertekad, aku akan memberikan kesucianku
untuk Riko.

Riko terus menekan sedikit penisnya. Bibir kemaluanku terasa terbuka,
dan akhirnya kurasakan kepala penisnya di bagian luar vaginaku. Riko
terus mencium bibirku dan membuka pahaku lebih lebar, kututup mataku,
siap menerima apa yang akan terjadi. Ternyata tidak terjadi apa-apa,
sialnya ketika kubuka mata, Riko sedang menekan penisnya kuat-kuat ke
vaginaku. Kontan saja aku berteriak, lumayan kencang juga.

Belum habis rasa kagetku, Riko menyodok lagi penisnya ke vaginaku,
perih sekali rasanya. Sepertinya badanku terbagi dua karena robek
disodok penis sebesar itu. Tetapi rasa sakit itu berangsur-angsur
hilang dan berubah menjadi rasa nikmat yang tidak kalah dari rasa
nikmat ketika Riko memelintir-melintir klitoris-ku. Riko mulai goyang
maju mundur pelan-pelan, tetapi kerasanya hebat sekali ketika
penisnya menggosok-gosok dinding vaginaku. Sepertinya tidak ada
ruangan kosong lagi di vaginaku, semua terasa sudah sesak disodok-
sodok. Aku mencoba untuk menahan sakit dan itu berhasil. Rasa sakit
itu berubah menjadi sengatan-sengatan listrik yang membuatku ingin
lagi disodok-sodok.

Melihatku mulai tenang, Riko tambah mempercepat mengocok vaginaku
yang sudah banjir karena basah. Aku hanya dapat memejamkan mata dan
mendesah-desah menikmati permainan Riko. Yang jelas aku bener-bener
hanyut dalam suasana itu. Tiba-tiba Riko bergerak semakin cepat dan
ada sengatan yang lebih nikmat lagi dari dalam vaginaku. Sepertinya
aku akan mencapai puncak lagi, dan aku sudah tidak sabar menunggu
saat indah itu. Riko semakin cepat dan liar mengocok vaginaku. Sama
sekali sudah tidak ada iramanya lagi.

Tanpa sadar aku mulai berteriak-teriak kecil menikmati semuanya itu.
Terus akhirnya semua gelap, aku kejang-kejang lagi seperti tadi. Aku
baru sadar waktu ada sesuatu yang hangat di perutku, dan waktu kubuka
mata, Riko sedang mengocok-ngocok penisnya dengan tangannya dan dari
penisnya muncrat cairan putih kental ke perutku. Kubiarikan Riko
memuncratkan maninya sampai habis, baru aku berusaha bangun. Aku
pusing sebentar, tetapi terus hilang. Riko membersihkan badannya di
kamar mandi, terus menghampiriku yang sudah menggunakan pakaian
lengkap.

Riko mencium keningku, terus dia duduk di sebelahku, meremas jariku
sambil bilang kalau dia puas sekali dan dia bilang aku tidak akan
kecewa memilihnya. Aku percaya kalau Riko serius, aku tahu dia bukan
orang yang suka mempermainkan cewek. Aku yakin pilihanku kali ini
benar. Pasti benar deh.
“Thank’s buat hadiahnya, ini bener-bener hadiah yang tidak ternilai
buat gue.” kata Riko, terus menciumku lagi.
Kemudian dia membantuku ke kamar mandi untuk membersihkan badan. Aku
benar-benar lemas, dan ketika Riko ingin pulang, aku hanya
mengantarnya sampai pintu depan saja, tidak sampai gerbang. Terus
ketika Riko sudah pulang, kukunci pintu dan terus aku roboh di sofa.
Aku lemas sekali dan tidak ingat apa-apa.

Waktu kubangun pagi, aku benar-benar kaget, soalnya aku masih
telanjang. Aku langsung lari ke kamar dan pakai baju. Aku terus duduk
di ranjang. Ada sisa-sisa rasa pedih di selangkanganku, tetapi rasa
pedih itu kalah dengan kenangan nikmat tadi malam. Benar-benar malam
yang spesial untukku dan kuharapkan malam yang spesial juga untuk
Riko.

Di cerita kali ini, untuk pertama kalinya aku mencoba untuk mengambil
sudut pandang lain. Kalau biasanya aku selalu mengambil sudut pandang
dari pihak laki-laki, kali ini aku akan mencoba menghayati apa yang
dirasakan seorang wanita dalam petualangannya. Aku sempat juga
bertanya sama dengan cewekku (dia jadi peran utama di cerita ini)
segala sesuatu tentang cewek dan bagaimana rasanya dia melakukan itu
denganku. Pokoknya aku les singkat dengannya, dan akhirnya kudapat
juga pengetahuan itu. Oke kita mulai saja cerita ini.

Namaku Vania, aku seorang gadis berumur 17 tahun, sekarang aku duduk
di kelas 3 SMA. Aku satu sekolah dengan Riko, penulis cerita ini.
Ayahku keturunan Barat dan ibuku keturunan Chinese. Perpaduan ini
yang membuatku menjadi seorang gadis tinggi ramping, berkulit putih
dan walaupun tubuhku tidak terlalu seksi, bisa kututupi kekurangan
itu dengan wajahku yang kata orang sih cantik. Tentu saja aku senang
mendengarnya, apalagi ketika Riko mengatakan kalau bibirku benar-
benar menggoda. Memang sih aku belum pernah tidur dengan seorang
pria, tetapi kalau soal yang begituan aku cukup ahli, yah mungkin
ketularan sama omes-nya (otak mesum) Riko dan teman-temannya yang
tidak kalah omes. Jadi kesimpulannya, aku juga termasuk ahli di
bidang begituan.

Hari itu, kira-kira jam 4 sore tanggal 12 Februari tahun ini, aku
jalan-jalan bersama Precill dan Yuli. Kami memang sedang mencari
sesuatu yang dapat kami berikan ke cowok yang paling dekat dengan
kami, kan 2 hari lagi Valentine, jadi harus memberikan yang istimewa
donk. Setelah sekitar 2 jam berkeliling mencari barang yang cocok,
aku akhirnya menyerah. Aku sama sekali tidak mendapatkan barang yang
benar-benar spesial untuk cowokku (hehehe, maksudnya untuk gue yang
nulis cerita ini).

Akhirnya kuputuskan untuk mencari di tempat lain saja besok. Aku
pulang tanpa membawa apa-apa, berbeda dengan Precill dan Yuli yang
sudah mendapatkan yang mereka cari. Aku memang susah mencari barang
untuk Riko, dia tuh orangnya senang yang romantis dan sedikit berbau
omes gitu lah. (Ini sepertinya pujian untuk gue). Tetapi aku yakin,
aku akan mendapatkan sesuatu untuknya. Kan kalau kita mau usaha,
pasti kita akan mendapatkan apa yang kita inginkan. Bener ngtidak..?

Singkat cerita, aku sama sekali tidak mendapatkan apa-apa, bahkan
besoknya juga aku masih tidak mendapatkan apa-apa. Aku tidak mau
memberikan sesuatu yang biasa, kupikir lebih bagus aku tidak
memberikan sama sekali daripada kuberikan sesuatu yang biasa di hari
yang spesial nanti. Ternyata Riko sudah berinisiatif lebih dulu, dia
mengajakku candle light dinner. Tepat seperti dugaanku, dia memang
suka keromantisan, kami hanya makan sedikit terus minum sedikit dan
kami sempat slow dance dulu sebelum akhirnya duduk lagi, hanya duduk
dan saling memandang.

Tidak tahu karena aku terbawa suasana atau memang si Riko jago (muji
gue lagi nih), yang jelas aku benar-benar menikmati malam itu. Riko
memberikan kalung cantik dan dia memasangkan di leherku.
Terus diciumnya pipiku dari belakang sambil berkata, “Biar hari ini
jadi hari yang eloe kenang selama hidup eloe. dan gue harap eloe juga
inget siapa yang ada di sini ngerayain hari Valentine ini sama eloe.”
(Mengganggu lagi nih, perasaan gue ngomongnya ngtidak gitu deh, tapi
intinya sih sama lah.)

Kalian pasti mengerti kan kalau cewek itu mudah terangsang kalau
suasana hatinya mendukung ditambah dengan sentuhan yang tepat. Tidak
seperti cowok, cowok itu mudah sekali terangsang, biasanya langsung
tegang itunya hanya karena melihat dada atau paha cewek. Oke, kembali
lagi deh ke cerita kita. Tidak tahu kenapa, yang jelas Riko melakukan
sesuai dengan apa yang kuharapkan, dan tidak tahu kenapa, aku
akhirnya menemukan sesuatu yang spesial untuk kuberikan kepadanya.
Kuajak dia ke rumahku, aku tahu persis orangtuaku tidak ada di rumah,
dan di rumah hanya ada si Iyem saja.

Sampai di rumah, Riko duduk di kursi tamu seperti biasa dan kubawakan
minuman untuk dia. Ketika aku balik lagi, Riko sedang melihat-lihat
album fotoku. Dia tersenyum ketika melihat fotoku ketika masih kecil.
Ketika aku datang dia langsung tersenyum ke arahku. Kuletakkan
minuman di meja dan bilang kalau aku tidak dapat memberikan apa-apa
di hari Valentine ini, tetapi aku punya sesuatu yang spesial buatnya
di hari spesial ini.

Aku duduk di sebelah Riko, kubiarkan Riko memelukku dan menciumku.
Bibirnya lembut membasahi bibirku, terus dia mengambil sirup di meja
dan pura-pura menumpahkannya di bajuku.
Kami berdua tertawa bersama, terus dia berkata, “Ups.., sorry ya.
Mendingan eloe ganti baju dulu, nanti masuk angin kalo pake baju
basah gini.”
Aku tahu Riko memang sengaja, dia mau mengajakku ke kamar. Deg-degan
juga sih, tetapi aku sudah bertekad kalau aku harus dapat memberikan
yang spesial buatnya hari ini.

Rupanya Riko sudah tahu kalau aku memang mau memberikan sesuatu yang
sudah 17 tahun kujaga baik-baik. Yap, aku memang memilihnya untuk
mengambil kesucianku. Kurasa memang dia orang yang tepat. Aku ke
kamar, dan seperti yang kuduga dan kuinginkan, Riko mengikutiku.
Terus dia duduk di ranjangku memperhatikanku jalan ke arah lemari
pakaianku.

Aku cuek saja buka baju di depan dia, tetapi waktu aku mau membuka BH-
ku, Riko memelukku dari belakang sambil berkata, “Biarkan malam ini
berjalan lambat, jangan habiskan waktu terlalu cepat.”
Aku menurut saja, kubiarkan dia mencium leherku, bahuku dan akhirnya
menggendongku ke tempat tidur. Riko masih belum puas bermain dengan
bibirnya, dia menciumku dua kali, dan begitu kusadar, tahu-tahu BH-ku
sudah hilang, tidak tahu kemana. Aku tidak sadar kapan Riko membuka
BH-ku itu, yang jelas sekarang dadaku sudah telanjang. Mungkin karena
aku terlalu terbawa suasana.

Riko mulai bosan bermain dengan bibirnya, kali ini dia menggunakan
lidahnya menjilati puting buah dadaku. Lembut dan membuatku enak
kegelian. Aku hanya memejamkan mata sambil merasakannya menjilat dan
sesekali menghisap putingku. Tiap kali dia hisap seperti ada setrum
di badanku, aku selalu menggeliat menahan geli. Aku tidak bosan-bosan
merasakan enaknya permainan lidah Riko. Entah berapa lama aku terdiam
merasakan nikmatnya sentuhan demi sentuhan dari bibir dan lidahnya.

Ternyata bersamaan dengan lidahnya bermain, tangan Riko tidak tinggal
diam. Soalnya waktu kubuka mata, aku kaget sekali, ternyata aku sudah
telanjang bulat, dan Riko hanya menggunakan celana dalam saja. Hebat
juga dia bisa menenlanjangiku dan melepas pakaiannya tanpa dapat
kuketahui. (Sekedar informasi, dia aja yang ngtidak sadar keenakan,
padahal gue lumayan lama juga ngebugilin dia dan gue sempat keluar
dulu minum sirup gue yang masih kesisa, masalahnya lidah gue udah
kering ngejilatin dadanya, hehehe.)

Kucoba untuk bangun, tetapi badanku terasa lemas, aku sama sekali
tidak bertenaga. Aku tidak dapat berbuat apa-apa ketika Riko mulai
turun terus mencium pusarku. Terus tangannya membuka pahaku lumayan
lebar. Aku merasa malu juga ketika Riko melihat vaginaku. Riko tidak
lama-lama melihatnya, dan tidak lama dia sudah menjilati bibir
kemaluanku.

Lebih gila lagi, ternyata ketika dia menjilat vaginaku, rasanya
jutaan kali lebih nikmat dari permainannya di puting payudaraku. Dia
menjilat beberapa kali, terus dia menjilat klitoris-ku. Ini lebih
hebat lagi, soalnya tanpa sadar aku mendesah. Sebenernya lebih mirip
teriak keenakan ketika lidahnya pertama kali menyentuh klitorisku
yang memang super sensitif. Gila, ternyata Riko tidak hanya
menjilatnya beberapa kali, tetapi berkali-kali, terus dia memelintir
perlahan klitoris-ku. Wah, itu sih tidak dapat dijelaskan, yang jelas
badanku refleks kejang dan aku menjambak rambutnya tanpa sadar.
Tetapi ketika rasa kesetrum itu mulai hilang, aku malah ingin lagi.
Ternyata Riko tahu, dia memelintir lagi klitoris-ku sekali lagi dan
seperti sebelumnya, aku kejang lagi. Terus dia malah lebih gila lagi,
digosok-gosokkannya klitorisku dengan ujung jarinya. Aku tidak tahan
kejang-kejang, tetapi Riko memegang pinggangku, jadi aku tidak dapat
bergerak bebas.

Rasa nikmat itu lalu memuncak dan aku tidak sadar lagi, semua terasa
gelap dan badanku kejang-kejang tidak karuan tanpa dapat kukontrol.
Aku tahu aku sudah sampai puncak, dan begitu kusadar lagi, Riko sudah
menggosok-gosok kepala penisnya yang besar sekali ukurannya. Aku
tidak yakin penis sebesar itu dapat masuk ke vaginaku, ada juga sih
rasa takut. Tetapi aku sudah bertekad, aku akan memberikan kesucianku
untuk Riko.

Riko terus menekan sedikit penisnya. Bibir kemaluanku terasa terbuka,
dan akhirnya kurasakan kepala penisnya di bagian luar vaginaku. Riko
terus mencium bibirku dan membuka pahaku lebih lebar, kututup mataku,
siap menerima apa yang akan terjadi. Ternyata tidak terjadi apa-apa,
sialnya ketika kubuka mata, Riko sedang menekan penisnya kuat-kuat ke
vaginaku. Kontan saja aku berteriak, lumayan kencang juga.

Belum habis rasa kagetku, Riko menyodok lagi penisnya ke vaginaku,
perih sekali rasanya. Sepertinya badanku terbagi dua karena robek
disodok penis sebesar itu. Tetapi rasa sakit itu berangsur-angsur
hilang dan berubah menjadi rasa nikmat yang tidak kalah dari rasa
nikmat ketika Riko memelintir-melintir klitoris-ku. Riko mulai goyang
maju mundur pelan-pelan, tetapi kerasanya hebat sekali ketika
penisnya menggosok-gosok dinding vaginaku. Sepertinya tidak ada
ruangan kosong lagi di vaginaku, semua terasa sudah sesak disodok-
sodok. Aku mencoba untuk menahan sakit dan itu berhasil. Rasa sakit
itu berubah menjadi sengatan-sengatan listrik yang membuatku ingin
lagi disodok-sodok.

Melihatku mulai tenang, Riko tambah mempercepat mengocok vaginaku
yang sudah banjir karena basah. Aku hanya dapat memejamkan mata dan
mendesah-desah menikmati permainan Riko. Yang jelas aku bener-bener
hanyut dalam suasana itu. Tiba-tiba Riko bergerak semakin cepat dan
ada sengatan yang lebih nikmat lagi dari dalam vaginaku. Sepertinya
aku akan mencapai puncak lagi, dan aku sudah tidak sabar menunggu
saat indah itu. Riko semakin cepat dan liar mengocok vaginaku. Sama
sekali sudah tidak ada iramanya lagi.

Tanpa sadar aku mulai berteriak-teriak kecil menikmati semuanya itu.
Terus akhirnya semua gelap, aku kejang-kejang lagi seperti tadi. Aku
baru sadar waktu ada sesuatu yang hangat di perutku, dan waktu kubuka
mata, Riko sedang mengocok-ngocok penisnya dengan tangannya dan dari
penisnya muncrat cairan putih kental ke perutku. Kubiarikan Riko
memuncratkan maninya sampai habis, baru aku berusaha bangun. Aku
pusing sebentar, tetapi terus hilang. Riko membersihkan badannya di
kamar mandi, terus menghampiriku yang sudah menggunakan pakaian
lengkap.

Riko mencium keningku, terus dia duduk di sebelahku, meremas jariku
sambil bilang kalau dia puas sekali dan dia bilang aku tidak akan
kecewa memilihnya. Aku percaya kalau Riko serius, aku tahu dia bukan
orang yang suka mempermainkan cewek. Aku yakin pilihanku kali ini
benar. Pasti benar deh.
“Thank’s buat hadiahnya, ini bener-bener hadiah yang tidak ternilai
buat gue.” kata Riko, terus menciumku lagi.
Kemudian dia membantuku ke kamar mandi untuk membersihkan badan. Aku
benar-benar lemas, dan ketika Riko ingin pulang, aku hanya
mengantarnya sampai pintu depan saja, tidak sampai gerbang. Terus
ketika Riko sudah pulang, kukunci pintu dan terus aku roboh di sofa.
Aku lemas sekali dan tidak ingat apa-apa.

Waktu kubangun pagi, aku benar-benar kaget, soalnya aku masih
telanjang. Aku langsung lari ke kamar dan pakai baju. Aku terus duduk
di ranjang. Ada sisa-sisa rasa pedih di selangkanganku, tetapi rasa
pedih itu kalah dengan kenangan nikmat tadi malam. Benar-benar malam
yang spesial untukku dan kuharapkan malam yang spesial juga untuk
Riko.

No comments: