Monday 5 January 2009

Kenangan SMA

Ini kisahku dengan gadis yang selama 3 tahun ini kukejar-kejar karena
aku benar-benar falling in love dengan senyumnya dan manis wajahnya.
Namanya Prima, dia tidak terlalu mencolok dikalangan teman-temannya,
tubuhnya tidak terlalu tinggi, dan tidak kurus-kurusamat, ukuran BH-
nya 36B, rambutnya kriting pendek tapi tertata rapi oleh sisir yang
selalu dibawanya dalam tas. Sejak kelas 1 SMU kami selalu sekelas,
bahkan bangku kami pun selalu berdekatan. Biasanya aku duduk di
belakangnya agar bisa menerawang wangi tubuhnya danharum rambutnya,
yang selalu membuat penisku menegang. Yang amat jelas dari bentuk
tubuhnya adalah bahwa dia sangat montok dan menggiurkan. Sehingga
kebanyakan cowok yang menyukainya, cenderung karena tubuhnya dan
keakrabannya.

Suatu malam, di awal kelas 3, aku mengajaknya menghadiri perkemahan
dalam rangka pelantikan anggota Pecinta Alam yunior di sekolah kami.
Karena dari dulu kami memang sudah akrab dia pun tak menolak ajakanku
walaupun dia sudah punya cowok, yang tentunya cowok Prima itu pasti
turut serta dalam acara itu, sebab tak lain pacarnya itu adalah
panitia pelantikan itu.

Saat itu belum terlalu malam. Di perjalanan sengaja aku buat seolah-
olah sepeda motor yang kukendarai mengalami kerusakan. Jadi kami pun
berhenti, di tepi jalan menanjak. Langit sudah mulai menggelap,
sembari turun dari motor aku pura-pura memeriksa mesinnya. Tiba-tiba
bau wanginya mendekatiku. “Fai, apanya yang rusak?” tanyanya sambil
mendekat. Dekat sekali hingga bahunya menyentuh dadaku. “Ah, nggak
tahu, ya?” jawabku.

Aku tak tahan lagi, penisku yang tadinya masih mungil kini telah
memberontak dan membesar dalam waktu yang cukup singkat. Lalu dengan
sergap aku meraih tubuhnya dan menciumi bibir tebalnya yang indah.
Saat itu tak kurasakan atau bahkan kulihat adanya pemberontakan yang
kupikir akan dilakukan Prima. Tanpa disuruh perlahan bibirku turun ke
lehernya yang tertutup rambut keriting pendeknya. Prima tetap diam
saja, malah saat aku kembali melumati bibirnya ia ikut memainkan
lidahnya ke dalam mulutku. Lalu dengan sergap aku menariknya jatuh ke
dalam semak-semak yangada di sebelah kiri jalan yang tadinya kulalui.
Prima terbujur rapi di atas rumput basah di sesemakan itu. Sementara
aku menggiring sepeda motorku ke semak-semak, dia hanya terdiam
seolah tengah menantikan tubuhku untuk menindihnya.

Aku kembali menghampirinya, lalu tangan nakalku menguak jaket biru
tuanya hingga yang terlihat jelas hanya kaos ketat yang menyelubungi
tubuh manisnya. Lalu tanpa kupinta Prima pun melepaskan kaosnya dan
berbaring di atas rumput basah yang sebelumnya sudah dilapisi dengan
jaketnya tadi. Dengan kasar aku menarik BH-nya hingga menyebul
sepasang daging montok yang masih belia. Ya, ampun baru kali ini aku
melihat susu montok yang asli di depan mataku, perlahan namun pasti
aku menyentuh lembut puting susunya. Lalu dengan gesit kuciumi
susunya yang besar itu sembari mempermainkan puting coklatnya.
Lidahku pun turut bermain menjilat-jilat puting mungilnya yang
mengeras karena rangsanganku.

“Akh… akh… akh… Fai!” desahnya lembut.

Lalu semakin lama kuhisap semakin kencang pula susunya rupanya dia
juga terangsang dan menikmati permainan bibirku. Lalu tangannya mulai
membelai-belai rambutku. Dan menekannya lebih mantap pada susunya.
Hingga akhirnya tangannya dengan kasar mendorong kepalaku menuju
selangkangannya.

“Buka donk, Fai!” suruhnya.
Dengan hati-hati aku membuka celana panjangnya yang kemudian
kulanjutkan dengan melorotkan CD-nya yang basah karena terangsang.
“Ayo hisap…!” pintanya.

Pertama-tama aku masih sedikit jijik saat merasakan cairan yang
keluar dari liang kemaluannya itu, tapi lama-kelamaan aku pun
menikmati permainan itu. Dengan giatnya aku menghisap klitorisnya,
dan kubiarkan lidahku menyasar ke arah vaginanya yang terasa asin
oleh cairan kewanitaannya. “Akh… terus dong hisapnya, ayo…
masukin aja lidahmu…!” pintanya setengah mendesah. Aku hanya
menurutinya saja, lidahku kudorong masuk ke dalam lubang
kewanitaannya sembari terus memainkan putingnya dengan kedua tanganku
yang bebas. “Akh…!” desahnya sambil menggeliat, lalu kurasakan
kedua pahanya menjepit kepalaku yang masih asyik di antara
selangkangannya.

Setelah beberapa lama akhirnya Prima yang sudah telanjang bulat
bangkit dan mendorongku jatuh di atas jaket yang sedari tadi sudah ia
jadikan alas. Dengan pandangan mesumnya, Prima mulai membuka bajuku
dan juga celanaku. Hingga aku pun telanjang bulat tanpa ada sehelai
benang pun yang menutupi tubuhku. Prima mulai mempermainkan penisku,
pertama dengan jarinya lalu tiba-tiba lidahnya menjilat manis, ia
mulai menghisap-hisap batanganku yang benar-benar lebih besar dari
biasanya. Hisapan yang tentunya baru pertama kalinya aku rasakan.
Penis perjakaku yang tadinya hanya 15 cm dan berdiameter 3 cm tiba-
tiba saja memanjang jadi 17 cm dan diameter jadi 4 cm.

“Akh… Prim terus Say! ayo hisap terus sampai keluar!”

Lalu sambil menghisap penisku Prima mempermainkan telur kejantananku
dengan jemari basahnya. Hingga akhirnya lidahnya menjulur turun ke
testisku dan mengulumnya pelan nan lembut. “Akh… akh… mmmhhh…!”
desahku keenakan. Rasanya hangat membakar tapi juga mengasyikkan.
Tapi tak lama kemudian ia bangkit dan menduduki perutku, tangannya
tengah sibuk berusaha memasukanpenisku ke dalam vaginanya. Dan…

“Bluuss…”
“Akh…!” desahku.

Dengan cekatan seolah pernah melakukan kegiatan itu ia menggoyangkan
selangkangannya maju-mundur mengikuti irama desahan kami. Bahkan
susunya yang kencang pun ikut bergoyang sesuai irama. Prima melakukan
semuanya seperti seorang ahli. Benar-benar ahli. “Prim, kamu udah
pernah, ya, ama pacar kamu?” tanyaku penasaran. “Ah, dia nggak
ngaceng kalau liat tubuhku. Aku sering ginian ama Oomku, dia yang
ngajari aku dari detailnya.”

Rupanya gadis yang benar-benar kukagumi ini tidak sepenuhnya
sempurna, tapi hati nuraniku terkalahkan oleh nafsu ganasku. Aku
tidak akan memperdulikan latar belakangnya yang jelas saat ini aku
bisa benar-benar menikmati indah tubuhnya dan hangat sentuhnya serta
panas birahinya.

Setelah agak lama ia menggoyangkan tubuhnya, aku yang tadinya masih
perjaka pun tak kuasa menahan mani yang akan segera keluar dari
kemaluanku.
“Akh… aku udah keluar!” ucapku setengah mendesah.
“Ah… kamu ini masih perjaka, ya?” tanyanya ketus.
“Masa baru satu ronde gini kamu udah KO duluan, sich!”
“Abis musti gimana, donk?” jawabku serba salah.
“Ya udah kalau mau ngeluarin sekarang ya keluarin aja!” ujarnya
setengah membentakku.
“Tapi nanti kamu… hamil!”
“Santai aja aku nggak bakalan hamil kok, kamu nggak usah takut dong,
Fai. Aku selalu rutin minum pil KB milik mamaku kok!”

Beberapa detik kemudian, “Akh…!” aku pun orgasme. Karena
perkataannya yang agak tajam itu aku pun terdorong untuk membuatnya
KO, sebab yang kutahu pria mana, sih, yang mau dikalahkan sama wanita
di atas ranjang (walau kenyataannya aku tidak sedang di atas
ranjang). Lalu sambil mengumpulkan sisa kekuatanku, aku bangun dari
baringku, dengan kekuatanku yang meningkat tajam,sama tajamnya dengan
penisku, kubalikkan tubuhnya hingga ada di bawahku. Kemudian kumulai
lagipertempuran yang memang harusnya akulah yang ambil kendali.

Aku kembali memasukkan adikku yang masih segagah tadi, bahkan lebih
gagah lagi karena terbakar semangatku yang memanas. “Bluss!” Cukup
mudah karena lubang vaginanya tidak terlalu sempit. Mungkin benar
kata Prima kalau dia sudah sering nge-sex sama Oomnya. Aku yang masih
pemula pun mulai menggoyangkan tubuhku maju-mundur seperti yang Prima
lakukan tadi. “Akh… akh… akh… oookhh… bagus Fai, betul…
akh…!” desahnya keras. Peluhku pun berjatuhan karena capai, tapi
perang belum usai, si adik gagah sudah mulai mau mengeluarkan maninya.

“Prim kamu belum orgasme juga?” tanyaku tak tahan menahan mani yang
hendak menyembur keluar.
“Sebentar lagi kok, Fai!”
Lalu setelah maniku keluar dan orgasmeku hadir di ujung penis,
“Aaaakkhhh…!” desahnya keras sekali tepat di dekat telingaku.
“Aku udah orgasme, Fai!” ujarnya senang dan puas.

Ritual berikutnya ia memintaku memasukkan penisku ke dalam lubang
anusnya, aku hanya menurut saja. Tak seperti dugaanku ternyata mudah
sekali untuk memasukkannya ke dalam anusnya. Dalam beberapa goyangan
aku pun berhasil mencapai orgasme. “Akh… udah dulu ya Prim, aku
udah capai banget!” ujarku saat dia ingin melakukannya sekali lagi.

Kami pun segera berbenah setelah aktivitas tak terduga kami lakukan.
Aku sedikit merasa bersalah pada Prima dan pacarnya, walau
sesungguhnya aku sangat membenci pacarnya yang menurutku sangat
beruntung. Walau pun kenyataannya ia tidak seberuntung diriku.

“Fai, kamu pintar juga, ya!”
“Aku jadi nggak enak sama kamu dan pacarmu, Prim!” kataku padanya.
“Ah, santai aja sebenarnya aku jadian sama dia cuman untuk mainan aja
kok!” jawabnya santai.
“Kamu nggak apa-apa? Kamu nggak nyesel?”
“Buat apa nyesel, malah kalau kamu pengen lagi aku juga mau, kok.
Soalnya kalau sama Oom-ku aku cuman bisa 2 bulan sekali.”

Itulah Prima gadis pujaanku, dan semenjak saat itu kami mulai sering
nge-sex bareng. Bolos les-lah bahkan kadang-kadang kami sewa kamar di
puncak. Dan hasilnya aku pun makin mahir dari hari ke hari. Hingga
akhirnya Prima pun mengakui kehebatan penisku yang mampu bertahan
sembilan ronde. Kami memang tak pernah pacaran walau pun akhirnya ia
putus dengan pacarnya. Tapi, kami sama-sama saling memenuhi kebutuhan
sexual kami masing-masing.

No comments: