Cerita ini terjadi ketika aku masih duduk di
bangku kuliah. Sebagai seorang mahasiswa jurusan bahasa Inggris, sudah
dapat dipastikan kalau kemampuanku dalam bahasa inggris di atas
rata-rata dan dinilai cukup baik, apalagi yang meniai adalah seseorang
yang masih duduk di bangku kelas 3 SMP.
Berawal perkenalanku dengan gadis imut inilah,
kisah di bawah ini akan saya tuliskan. Semenjak saya berkenalan dengan
Evi, gadis imut yang cantik, dengan bulu mata yang lentik dan bibir
merah tipis yang merekah. Dalam pandangan saya, Evi adalah abg imut
yang enak di pandang mata. Dengan kelebihan ku dalam berbahasa inggris,
aku mulai beraksi untuk memberikan les gratis ke rumahnya, itupun atas
permintaannya.
“Kak, ajarin aku PR bahasa Inggris dong” pintanya sambil tersenyum.
“Boleh, emang PR nya susah ya?” tanyaku basa-basi.
“Iya, banyak lagi”
“Ya sudah, kamu ambil bukunya, nanti aku ajari” pintaku sambil mataku tak berhenti.
Menatap wajahnya yang cantik dan imut. Sungguh
hatiku jadi deg-deg an dan pikiran kotor terlintas dalam otakku. Timbul
rencana-rencana yang membuat burungku berdiri bila membayangkan bentuk
tubuhnya yang mulai mekar. Dadanya yang mungil, pantatnya yang sekel.
Ah, burungku tambah keras aja.
“Ini kak, bukunya, ” Tiba-tiba suara merdu mengagetkan lamunanku.
“Eh, Evi, cepet banget ambil bukunya?” tanyaku berdalih dan gelagapan.
“Rumahku dekat dari sini, yang itu, cat warna merah?”
Ia menunjukkan rumahnya sambil menudingkan
telunjuknya. Aku perhatikan bagian dadanya, saat dia menunujuk, kulihat
dari sela ketiaknya bulatan dadanya yang terbungkus kaos sungguh indah,
apalagi terbuka tiada satu lehai benangpun yang menutupinya. Pikiranku
mulai kotor.
“Kak, di ajak ngomong kok malah bengong.”
Evi dengan cepat menurunkan tangannya dan
me-nekuk punggungnya sehingga busungan dadanya mengecil. Rupanya dia
tahu apa yang aku perhatikan. Tapi meskipun posisinya begitu, tetap
saja dadanya terlihat, karena ukurannya sedikit besar. Dia tersenyum
memperhatikanku, menjadikan aku salah tingkah.
“Ah, enggak, enggak bengong kok,” jawabku sekenanya. Lalu aku meminta buku PR nya.
“Wah, ini mah sedikit susah, aku harus liat buku panduanku dulu”
Aku mencari alas an agar aku bebas berduaan dengannya.
“Buku panduan apaan sih?” tanya Evi.
“Pelajaran kuliahku, atau begini aja, kamu besok sepulang sekolah mampir ke rumahku, nanti aku ajari sampai bisa”
Alasanku mulai kususun untuk menjebaknya.
“Ya sudah, besok aja ya”
Aku menyerahkan kembali buku PR nya sambil
meremas tangannya, Evi buru-buru menarik tangannya sambil tersenyum dan
lari menuju rumahnya. Sebelum menghilang di balik tikungan, dia
tersenyum penuh arti kepadaku. Tepat jam 1 siang Evi datang di saat aku
lagi tiduran di kamarku. Pintu kamarku di ketuk.
“Kak.., kak..”
Evi memanggil, lalu kubuka pintu kamarku dan
menyuruhnya duduk di sofa ruang tamu. Sementara aku ganti pakaian.
Setelah basa-basi aku lantas mengerjakan Prnya dan mengajarinya bahasa
inggris. Burungku yang sedari kedatangannya tegang kini mulai terasa
pegal dan tak terhitung berapa kali aku menelan air liur, saat dia
membungkuk dan secara tak sengaja aku mengintip belahan dadanya.
Aku memperhatikan wajahnya yang sekarang begitu dekat dan mencium parfumnya yang bercampur sedikit keringat.
“Capek..?” kataku setelah dia selesai menulis Prnya dan menghela nafas berat kelelahan.
“Iya, sedikit..”
“Apanya yang capek?” tanyaku.
“Tangannya pegel, dari tadi nulis melulu” sembari memijit tangan kanannya.
“Ah, enak kak” desah Evi sambil menikmati pijatanki.
Akupun semakin berani memijat, dari tangan
pindah ke bahu, dari bahu pindah ke pangkal leher. Evi terlihat
memejamkan mata. Sepertinya Evi meresapi pijatan di pangkal lehernya.
“Enak enggak?” tanyaku parau.
“Enak sekali kak” desah Evi membuat anuku semakin keras.
Akupun memberanikan diri membuka kancing
bajunya yang paling atas, dan dia diam saja. Satu kancing baju sudah
cukup bagiku untuk melihat betapa mulusnya mundak ABG ini. Akupun
melakukan pemijatan yang pelan dan setengah mengelus elus pundak
tersebut.
“Ah.. Enak sekali kak, aku jadi ngantuk”
Terlihat Evi sudah sedikit tergoda dengan trik yang kumainkan.
“Enggak papa kalau kamu sambil tiduran, aku pijit komplit deh” Aku menawarkan jasa gratis.
“Enggak ah, begini juga sudah enak.” Evi menjawab sambil terpejam.
Aku terangsang bukan kepalang dan burungku
sudah berdenyut kencang. Aku meraba pundak dan turun sedikit ke bagian
dada atasnya. Dan Evi masih terdiam. Aku melangkah ke belakang tubuhnya
dan terus melakukan usapan, dan berusaha menempelkan anuku ke
punggungnya. Hangat. Aku beranikan untuk membuka kancing bajunya yang
kedua dan dia masih diam sambil terpejam. Aku sudah tak tahan, aku raba
dadanya yang montok dengan kedua telapak tanganku dan meremasnya
perlahan.
“Ah. Kak.. Jangan.. Malu, nanti dilihat orang,” kata Evi sambil berusaha memegang kedua tanganku.
Tapi Evi tidak berusah menghentikan aktifitas
tanganku yang sedang mengelus benda bundar di dadanya. Kemudian aku
mencium lehernya yang putih dari belakang.
“Ah.. Kak.. Aku malu nanti dilihat orang,” katanya sambil menghindar dari ciumanku.
Aku terus berusaha mencium lehernya dari
belakang saat Evi berusaha berdiri dan memeluknya. Tangan kiriku
memeluk perut, tangan kananku memeluk dadanya. Dia Seperti kaget
melihat tindakanku yang agresif ini. Tapi Evi tidak berusaha
menghindar.
“Evi.. Kamu cantik sekali,” gumamku dengan suara parau.
Evi hanya berdiri terdiam. Tangannya memgangi tanganku yang meraba dadanya. Matanya terpejam dan mulutnya mendesah.
“Ah.. Kakk..”
Tangan kananku berpindah dari dada turun
mengelus pahanya. Aku singkap rok birunya, burungku aku tempelkan pada
belahan pantatnya yang bahenol. Aku gesekkan kontolku pelan pelan. Enak
sekali rasanya. Aku buka kancing ketiga, keempat dan semua..
Evi diam saja. Tangan kananku mencoba meraba
daerah terlarangnya, tapi tiba-tiba, tanganku di pegangnya dan
ditepiskannya. Tanpa sepatah kata dia berlari ke kamarku yang tidak aku
kunci. Aku kaget. Namun aku jadi lega karena ia berlari ke arah kamar.
Berarti..
Aku segera menyulus dengan cepat ke arah kamar
sambil membenarkan posisi kontolku yang menonjol, karena aku tidak
pakai CD. Aku kunci kamar dan aku melihat Evi berdiri di depan cermin
besar dengan masih posisi bajunya terbuka, tidak dikancingkan. Aku
mendekat dan aku raih mukanya dengan kedua tanganku dan kemudian tanpa
kata-kata aku mencium bibirnya yang aduhai.
“Emm..”
Tangan kananku mencoba membuka pakaian seragam
SMPnya. Dan kini terpampang kedua dadanya yang dilapisi BH merah. Dia
sudah tidak perduli lagi dengan usahaku, bahkan tangannya merangkul
leherku sambil membalas lumatan bibirku.
Aku semakin berani membuka kancing Bhnya,
sambil mengelus punggungnya. Sementara bibirku terus mecium bibirnya
dengan lahap. Tak ada kata yang terucap, hanya suara beradunya bibir
dan dengau nafas yang kian memburu. Aku berhasil membuka Bhnya, tapi
kedua tangannya menutupi dadanya seolah tidak boleh dilihat. Aku tidak
perduli. Aku singkap rok birunya dan aku elus-elus pantatnya sambil
menempelkan kontolku tepat ke selangkangannya. Aku tekan sedikit dengan
tanganku yang menempel di pantatnya. Evi pun menekan selangkangannya ke
depan.
“Ah.., Evi..”
Aku mencoba membuka resleting roknya dan dengan sekali sentak, jatuhlah rok itu ke lantai.
“Kak.. Mau ngapain sihh pake lepas rokk..” suaranya sudah tidak beraturan.
“Enggak papa, cuma mau liat aja..” jawabku sekenanya.
Tangan kanan Evi menutup vagina nya dan tangan kiri menutup buah dadanya. Tapi aku terus mencium sekenanya.
“Evi.. Kakak boleh pegang ini enggak?” tanyaku sambil meraba toketnya.
“Enggak boleh..?” katanya sambil tersenyum manis.
“Sedikit aja, masak enggak boleh sih..” aku merayu.
Evi tidak menjawab dengan kata-kata tapi dia
tiba-tiba memelukku dengan menempelkan toketnya ke dadaku. Empuk
banget. Enak. Aku pegang payudara sebelah kirinya dengan tangan kananku
dan kuremas perlahan.
“Ah..” Evi mendesah.
Tangan kiriku meraba resleting celanaku dan membukanya dan..
“Kak.. Evii takut..” katanya sambil terus melihat ke kontolku yang ngacung tepat ke arah vagina nya yang masih tertutup CD.
“Enggak usah takut, enak kok, nanti kamu rasain aja, pasti ketagihan”
Lalu aku tuntun tangannya untuk memegang kontolku.
“Begini ya bentuknya kontol laki-laki..” kata Evi sambil memegang dan memperhatikan.
“Emang kamu belum pernah tahu?” tanyaku.
“Selama ini Evi hanya baca di stensil dan membayangkan aja.. Gimana bentuknya..”
Pantas, pikirku sedikit aneh, karena sejak dari
tadi Evi tidak berusaha untuk menghindar atau melawan saat aku kerjai,
rupanya dia penasaran dan ingin tahu lebih banyak tentang lelaki dan
membuktikan kebenaran cerita dari stensil yang dia baca.
“Apa semua bentuk kontol laki begini ya..?” Evi bertanya sambil mengelus.
“Eemm.. Shh.. Iyyaa.. Samaa..” jawabku keenakan karena elusan tangannya. Lalu aku mencium teteknya dan menghisapnya.
“Ahh.. Enak kak..” desahnya.
Tangannya semakin kencang memegang Kontolku.
Aku coba membuka CD nya dengan tangan kiri sementara tangan kanan
meremas pantatnya. Sedikit turun CD nya. Tapi sudah cukup untuk
memamerkan bulu-bulu tebal yang ada di sekitar vagina nya.
“Evi.. Enakk enggak..?” tanyaku basa-basi.
“Enakk kakk..?” jawabnya dengan mata tertutup.
Lalu aku sodokkan kontolku ke arah vagina nya
yang masih rapat karena posisinya berdiri. Hangat dan basah. Aku gesek
terus maju mundur dan enak sekali aku rasakan. Evipun terlihat mendesah
dan memelukku erat. Pantatnya aku dorong ke arahku seirama dengan
sodokanku ke vagina nya.
“Ahh.. Ahh.. Ehmm..” Evi mendesah enggak karuan.
Aku sadar bahwa kontol ku tidak masuk ke lubang
vagina nya, hanya menggesek bagian luar dan mungkin klit nya. Tapi
enaknya bukan kepalang.
“Kak.. Aku.. Mau pipiss.. Ohh.. Kak.. Ohh..”
Evi mendesah panjang. Rupanya dia mau klimaks, hanya dia tidak tahu,
makanya disebutnya mau pipis.
“Ah.. Kakakk.. Juggaa mauu.. Oh.. Shh.. Ouhh..”
Evi memeluk erat sekali. Semakin erat dan
erat.. Aku dorong kuat pantatku kedepan dan tanganku mendorong pantanya
kuat kuat. Dan muncratlah spermaku.
“Ahh.. Oh.. Shh.. Evii.. Ouhh..”
Evi tak kalah semangatnya. Dia mendorongkan pantatnya maju bersamaan dengan klimak yang ia dapat.
“Kakk.. Ahh.. Ahh.. Shh..” Dipeluknya aku erat-erat hingga hampir 1 menit.
“shh.. Aduhh.. Enakk.. Vii..”
Gumamku disela-sela pelukannya yang erat.
Keringat bercucuran dari kening dan punggung Evi. Aku elus semua
tubuhnya dan kuremas payudara dan pantatnya. Tampak ketegangan
menyelimuti mukanya yang ayu. Matanya masih tertutup menikmati
sisa-sisa kenikmatan yang ada. Setelah itu Evi melepaskan pelukannya
dan menuju kasur yang aku gelar sebagai tempat tidur. Dia baringkan
tubuhnya di situ dengan kaki di tekuk dan tangan di satukan menutupi
toketnya. Matanya kemudian terpejam dengan bibir tersenyum di tahan.
Aku sibuk mencari lap untuk mengelap cairan
sperma yang tumpah di lantai dan sisa yang menempel di kontol ku.
Sambil mengelap Kontol, aku perhatikan Evi yang terbaring meringkuk di
kasur. Ah.. Indah sekali bentuk tubuhnya. Aku mengenakan sarung dan
menyelimutinya dan duduk di sampingnya.
“Evi.. Kamu pernah melakukan ini ya? tanyaku menyelidik.
“Enggak pernah.” Jawabnya dengan tegas.
“Tapi kamu kok sepertinya tenang-tenang aja waktu aku..” kataku
“Aku penasaran kak, apa iya enak dan asyik seperti cerita di stensil”
“Kamu enggak keberatan kita begini?” tanyaku.
“Aku juga heran, kenapa aku enggak bias nolak dan sulit untuk melarang.”
“Kamu ngarepin juga kan?” kataku sambil tersenyum
“Ihh.. Enak aja..” Evi mencubit pahaku.
Wednesday, 7 January 2009
Oh… Evi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment