Fanny Damayanti, adalah seorang gadis dengan
wajah cantik, alis matanya melengkung, dan mata indah serta jernih,
dilindungi oleh bulu mata lentik, hidung mancung serasi melengkapi
kecantikannya, ditambah dengan bibir mungil merah alami yang serasi
pula dengan wajahnya. Rambutnya yang hitam dan dipotong pendek
menjadikannya lebih menarik, kulitnya putih mulus dan terawat, badannya
mulai tumbuh begitu indah dan seksi. Dia tumbuh di kalangan keluarga
yang cukup berada dan menyayanginya. Usianya baru 15 tahun, kadang
sifatnya masih kekanakan. Badannya tidak terlalu tinggi berkisar 155
cm, badannya ideal dengan tinggi badannya, tidak terlalu gemuk atau
terlalu kurus.
Seminggu yang lalu Fanny mulai rutin mengikuti
les privat Fisika di rumahku, Renne Lobo, aku seorang duda. Aku
mempunyai sebuah rumah mungil dengan dua buah kamar, diantaranya ada
sebuah kamar mandi yang bersih dan harum. Kamar depan diperuntukkan
ruang kerja dan perpustakaan, buku-buku tersusun rapi di dalam rak
dengan warna-warna kayu, sama seperti meja kerja yang di atasnya
terletak seperangkat komputer. Sebuah lukisan yang indah tergantung di
dinding, lukisan itu semakin tampak indah di latar belakangi oleh warna
dinding yang serasi. Ruang tidurnya dihiasi ornamen yang serasi pula,
dengan tempat tidur besar dan pencahayaan lampu yang membuat suasana
semakin romantis. Ruang tamu ditata sangat artistik sehingga terasa
nyaman.
Rumahku memang terkesan romantis dengan
terdengar pelan alunan lagu-lagu cinta, Fanny sedang mengerjakan tugas
yang baru kuperintahkan. Dia terlalu asyik mengerjakan tugas itu, tanpa
sengaja penghapusnya jatuh tersenggol. Fanny berusaha menggapai ke
bawah bermaksud untuk mengambilnya, tapi ternyata dia memegang tanganku
yang telah lebih dulu mengambilnya. Fanny kaget melihat ke arahku yang
sedang tersenyum padanya. Fanny berusaha tersenyum, saat tangan kirinya
kupegang dan telapak tangannya kubalikkan dengan lembut, kemudian
kutaruh penghapus itu ke dalam telapak tangannya.
Aku sebagai orang yang telah cukup
berpengalaman dapat merasakan getaran-getaran perasaan yang tersalur
melalui jari-jari gadis itu, sambil tersenyum aku berkata, “Fan, kamu
tampak lebih cantik kalau tersenyum seperti itu”. Kata-kataku membuat
gadis itu merasa tersanjung, dengan tidak sadar Fanny mencubit pahaku
sambil tersenyum senang.
“Udah punya pacar Fan?”, godaku sambil menatap Fanny.
“Belum, Kak!”, jawabnya malu-malu, wajahnya yang cantik itu bersemu merah.
“Kenapa, kan temen seusiamu sudah mulai punya pacar”, lanjutku.
“Habis mereka maunya cuma hura-hura kayak anak kecil, caper”, komentarnya sambil melanjutkan menulis jawaban tugasnya.
“Ohh!”, aku bergumam dan beranjak dari tempat duduknya, mengambil minuman kaleng dari dalam kulkas.
“Minum Coca Cola apa Fanta, Fan?”, lanjutku.
“Apa ya! Coca Cola aja deh Kak”, sahutnya sambil terus bekerja.
Aku mambawa dua kaleng minuman dan mataku terus
melihat dan menelusuri tubuh Fanny yang membelakangi, ternyata menarik
juga gadis ini, badannya yang semampai dan bagus cukup membuatku
bergairah, pikirku sambil tersenyum sendiri.
“Sudah Kak”, suara Fanny mengagetkan lamunanku,
kuhampiri dan kusodorkan sekaleng Coca-Cola kesukaan gadis itu.
Kemudian aku memeriksa hasil pekerjaan itu, ternyata benar semua.
“Ahh, ternyata selain cantik kamu juga pintar Fan “, pujiku dan membuat Fanny tampak tersipu dan hatinya berbunga-bunga.
Aku yang sengaja duduk di sebelah kanannya,
melanjutkan menerangkan pemecahan soal-soal lain, Bau wangi parfum yang
kupakai sangat lembut dan terasa nikmat tercium hidung, mungkin itu
yang membuatnya tanpa sadar bergeser semakin dekat padaku.
Pujian tadi membuatnya tidak dapat
berkonsentrasi dan berusaha mencoba mengerti apa yang sedang
dijelaskan, tapi gagal. Aku yang melihatnya tersenyum dalam hati dan
sengaja duduk menyamping, agak menghadap pada gadis itu sehingga
instingku mengatakan hatinya agak tergetar.
“Kamu bisa ngerti yang baru kakak jelaskan Fan”, kataku sambil melihat wajah Fanny lewat sudut mata.
Fanny tersentak dari lamunannya dan menggeleng,
“Belum, ulang dong Kak!”, sahutnya. Kemudian aku mengambil kertas baru
dan diletakkan di depannya, tangan kananku mulai menuliskan rumus-rumus
sambil menerangkan, tangan lainnya diletakkan di sandaran kursi
tempatnya duduk dan sesekali aku sengaja mengusap punggungnya dengan
lembut.
Fanny semakin tidak bisa berkonsentrasi, saat
merasakan usapan lembut jari tanganku itu, jantungnya semakin berdegup
dengan keras, usapan itu kuusahakan senyaman dan selembut mungkin dan
membuatnya semakin terlena oleh perasaan yang tak terlukiskan. Dia sama
sekali tidak bisa berkonsentrasi lagi. Tanpa terasa matanya terpejam
menikmati belaian tangan dan bau parfum yang lembut.
Dia berusaha melirikku, tapi aku cuek saja,
sebagai perempuan yang selalu ingin diperhatikan, Fanny mulai mencoba
menarik perhatianku. Dia memberanikan diri meletakkan tangan di atas
pahaku. Jantungnya semakin berdegup, ada getaran yang menjalar lembut
lewat tanganku.
Selesai menerangkan aku menatapnya dengan
lembut, dia tak kuasa menahan tatapan mata yang tajam itu, perasaannya
menjadi tak karuan, tubuhnya serasa menggigil saat melihat senyumku,
tanpa sadar tangan kirinya meremas lembut pahaku, akhirnya Fanny
menutup mata karena tidak kuat menahan gejolak didadanya. Aku tahu apa
yang dirasakan gadis itu dengan instingku.
“Kamu sakit?”, tanyaku berbasa basi. Fanny
menggelengkan kepala, tapi tanganku tetap meraba dahinya dengan lembut,
Fanny diam saja karena tidak tahu apa yang harus dilakukan. Aku genggam
lembut jari tangan kirinya.
Udara hangat menerpa telinganya dari hidungku,
“Kamu benar-benar gadis yang cantik, dan telah tumbuh dewasa Fan”,
gumamku lirih. pujian itu membuat dirinya makin bangga, tubuhnya
bergetar, dan nafasnya sesak menahan gejolak di dadanya. Dan Fanny
ternyata tak kuasa untuk menahan keinginannya meletakkan kepalanya di
dadaku, “Ahh..”, Fanny mendesah kecil tanpa disadari.
Aku sadar gadis ini mulai menyukaiku, dan
berhasil membangkitkan perasaan romantisnya. Tanganku bergerak mengusap
lembut telinga gadis itu, kemudian turun ke leher, dan kembali lagi
naik ke telinga beberapa kali. Fanny merasa angan-angannya melambung,
entah kenapa dia pasrah saja saat aku mengangkat dagunya, mungkin
terselip hatinya perasaan ingin terus menikmati belaian-belaian lembut
itu.
“Kamu memang sangat cantik dan aku yakin jalan pikiranmu sangat dewasa, Aku kagum!”, kataku merayu.
Udara hangat terasa menerpa wajahya yang
cantik, disusul bibir hangatku menyentuh keningnya, lalu turun pelan ke
telinga, hangat dan lembut, perasaan nikmat seperti ini pasti belum
pernah dialaminya. Anehnya dia menjadi ketagihan, dan merasa tidak rela
untuk cepat-cepat mengakhiri semua kejadian itu.
“Ja.., jangan Kak”, pintanya untuk menolak.
Tapi dia tidak berusaha untuk mengelak saat bibir hangatku dengan
lembut penuh perasaan menyusuri pipinya yang lembut, putih dan halus,
saat merasakan hangatnya bibirku mengulum bibirnya yang mungil merah
merekah itu bergeter, aku yakin baru pertama kali ini dia merasakan
nikmatnya dikulum dan dicium bibir laki-laki.
Jantung di dadanya berdegup makin keras,
perasaan nikmat yang menyelimuti hatinya semakin membuatnya melambung.
“Uuhh..!”, hatinya tergelitik untuk mulai membalas ciuman dan
kuluman-kuluman hangatku.
“Aaahh..”, dia mendesah merasakan remasanku
lembut di payudara kiri yang menonjol di dadanya, seakan tak kuasa
melarang. Dia diam saja, remasan lembut menambah kenikmatan tersendiri
baginya.
“Dadamu sangat indah Fan”, sebuah pujian yang
membuatnya semakin mabuk, bahkan tangannya kini memegang tanganku,
tidak untuk melarangnya, tapi ikut menekan dan mengikuti irama remasan
di tanganku. Dia benar-benar semakin menikmatinya. Serdadukupun mulai
menegang.
“Aaahh”, Fanny mendesah kembali dan pahanya
bergerak-gerak dan tubuhnya bergetar menandakan vaginanya mulai basah
oleh lendir yang keluar akibat rangsangan yang dialaminya, hal itu
membuat vaginanya terasa geli, merupakan kenikmatan tersendiri. Dia
semakin terlena diantara degup-degup jantung dan keinginannya untuk
mencapai puncak kenikmatan. Diimbanginya kuluman bibir dan remasan
lembut di atas buah dadanya.
Saat tanganku mulai membuka kancing baju seragamnya, tangannya mencoba menahannya.
“Jangan nanti dilihat orang”, pintanya, tapi
tidak kupedulikan. Kulanjutkan membuka satu persatu, dadanya yang putih
mulus mulai terlihat, buah dadanya tertutup bra warna coklat.
Seakan dia sudah tidak peduli lagi dengan
keadaannya, hanya kenikmatan yang ingin dicapainya, dia pasrah saat
kugendong dan merebahkannya di atas tempat tidur yang bersprei putih.
Di tempat tidur ini aku merasa lebih nyaman, semakin bisa menikmati
cumbuan, dibiarkannya dada yang putih mulus itu makin terbuka.
“Auuhh”, bibirku mulai bergeser pelan mengusap
dan mencium hangat di lehernya yang putih mulus. “Aaahh”, dia makin
mendesah dan merasakan kegelian lain yang lebih nikmat.
Aku semakin senang dengan bau wangi di
tubuhnya. “Tubuhmu wangi sekali”, kembali rayuan itu membuatnya makin
besar kepala. Tanganku itu dibiarkan menelusuri dadanya yang terbuka.
Fanny sendiri tidak kuasa menolak, seakan ada perasaan bangga tubuhnya
dilihat dan kunikmati. Tanganku kini menelusuri perutnya dengan lembut,
membuatnya menggelinjang kegelian. Bibir hangatku beralih menelusuri
dadanya.
“Uhh.!”, tanganku menarik bajunya ke atas
hingga keluar dari rok abu-abunya, kemudian jari-jarinya melepas
kancing yang tersisa dan menari lembut di atas perutnya. “Auuhh”
membuatnya menggelinjang nikmat, perasaannya melambung mengikuti irama
jari-jariku, sementara serdaduku terasa makin tegang.
Dia mulai menarik kepalaku ke atas dan mulai
mengimbagi ciuman dan kuluman, seperti caraku mengulum dan mencium
bibirnya. “Ooohh”, terdengar desah Fanny yang semakin terlena dengan
ciuman hangat dan tarian jari-jariku diatas perutnya, kini dada dan
perutnya terlihat putih, mulus dan halus hanya tertutup bra coklat muda
yang lembut.
Aku semakin tegang hingga harus mengatur
gejolak birahi dengan mengatur pernafasanku, aku terus mempermainkan
tubuh dan perasaan gadis itu, kuperlakukan Fanny dengan halus, lembut,
dan tidak terburu-buru, hal ini membuat Fanny makin penasaran dan makin
bernafsu, mungkin itu yang membuat gadis itu pasrah saat tanganku
menyusup ke belakang, dan membuka kancing branya.
Tanganku mulai menyusup di bagian dada yang menonjol di bawah bra gadis itu, terasa kenyal dan padat di tanganku.
“Aaahh.. Uuuhh. oohh”, Fanny menggelinjang
gelinjang geli dan nikmat, jemari itu menari dan mengusap lembut di
atas buah dadanya yang mulai berkembang lembut dan putih, seraya terus
berpagutan. Dia merasa semakin nikmat, geli dan melambungkan
angan-angannya.
Ujung jariku mulai mempermainkan puting susunya
yang masih kecil dan kemerahan itu dengan sangat hati-hati. “Kak..
Aaahh.. uuhh.. ahh”. Fanny mulai menunjukkan tanda-tanda terangsang
hingga berusaha ikut membuka kancing bajuku, agak susah, tapi dia
berhasil. Tangannya menyusup kebalik baju dan mengelus dadaku,
sementara birahinya makin memuncak. “Ngghh.. “, vaginanya yang basah
semakin membuatnya nikmat, pikirku. Fanny menurut ketika badannya
diangkat sedikit, dibiarkannya baju dan branya kutanggalkan, lalu
dilempar ke samping tempat tidur.
Sekarang tubuh bagian atasnya tidak tertutup
apapun, dia tampak tertegun dan risih sejenak, saat mataku menelusuri
lekuk tubuhnya. Di sisi lain dia merasa kagum dengan dua gunung indah
yang masih perawan yang menyembul di atas dadanya, belum pernah
terjamah oleh siapapun selain dirinya sendiri. Sedangkan aku tertegun
sejenak melihat pemandangan di depan mataku, birahiku bergejolak
kembali, aku berusaha mengatur pernafasan, karena tidak ingin
melepaskan nafsu binatangku hingga menyakiti perasaan gadis cantik yang
tergolek pasrah di depanku ini.
Aku mulai mengulum buah dada gadis itu
perlahan, terasa membusung lembut, putih dan kenyal. Diperlakukan
seperti itu Fanny menggelinjang, “Ahh.. uuhh.. aahh”. Pengalaman
pertamanya ini membuat angan-angannya terbang tinggi. Buah dadanya yang
putih, lembut, dan kenyal itu terasa nikmat kuhisap lembut, tarian
lidah diputing susunya yang kecil kemerahan itu mulai berdiri dan
mengeras.
“Aaahh..!”, dia merintih geli dan makin
mendekap kepalaku, vaginanya mungkin kini terasa membanjir. Birahinya
semakin memuncak. “Kak.. ahh, terus Kak.. ahh.. Uhh”, rintihnya makin
panjang. Aku terus mempermainkan buah dada gadis lugu itu dengan bibir
dan lidahku, sambil membuka kancing bajuku sendiri satu persatu,
kemudian baju itu kutanggalkan, terlihat dadaku yang bidang dan
atletis.
Kembali ujung bibirnya kukulum, terasa geli dan
nikmat. Saat Fanny akan membalas memagutnya, telapak tangannya kupegang
dan kubimbing naik ke atas kepalanya. Aku mulai mencium dan menghisap
lembut, dan menggigit kecil tangan kanannya, mulai dari pangkal lengan,
siku sampai ujung jarinya diisap-isap. Membuatnya bertambah geli dan
nikmat. “Geli.. ahh.. ohh!”
Perasaannya melambung kembali, ketika buah
dadanya dikulum, dijilati dan dihisap lembut. “Uuuhh.!”, dia makin
mendekapkan kepalaku, itu akan membuat vaginanya geli, membuat
birahinya semakin memuncak.
“Kak.. ahh, terus kak.. ahh.. sst.. uhh”, dia
merintih rintih dan menggelinjang, sesekali kakinya menekuk ke atas,
hingga roknya tersingkap.
Sambil terus mempermainkan buah dada gadis itu.
aku melirik ke paha mulus, indah terlihat di antara rok yang
tersingkap. Darahku berdesir, kupindahkan tanganku dan terus menari
naik turun antara lutut dan pangkal paha putih mulus, masih tertutup
celana yang membasah, Aku merasakan birahi Fanny semakin memuncak. Aku
terus mempermainkan buah dada gadis itu.
“Kak.. ahh, terus Kak.. ahh.. uhh”, terdengar
gadis itu merintih panjang. Aku dengan pelan dan pasti mulai membuka
kancing, lalu menurunkan retsleting rok abu-abu itu, seakan Fanny tidak
peduli dengan tindakanku itu. Rangsangan yang membuat birahinya
memuncak membuatnya bertekuk lutut, menyerah.
“Jangan Kak.. aahh”, tapi aku tidak peduli,
bahkan kemudian Fanny malah membantu menurunkan roknya sendiri dengan
mengangkat pantatnya. Aku tertegun sejenak melihat tubuh putih mulus
dan indah itu. Kemudian badan gadis itu kubalikkan sehingga posisinya
tengkurap, bibirku merayap ke leher belakang dan punggung.
“Uuuhh”, ketika membalikkan badan, Fanny
melihat sesuatu yang menonjol di balik celana dalamku. Dia kaget, malu,
tapi ingin tahu. “Aaahh”. Fanny mulai merapatkan kakinya, ada perasaan
risih sesaat, kemudian hilang kalah oleh nafsu birahi yang telah
menyelimuti perasaannya. “Ahh..”, dia diam saja saat aku kembali
mencium bibirnya, membimbing tangannya ke bawah di antara pangkal paha,
dia kini memegang dan merasakan serdadu yang keras bulat dan panjang di
balik celanaku, sejenak Fanny sejenak mengelus-elus benda yang membuat
hatinya penasaran, tapi kemudian dia kaget dan menarik tangannya.
“Aaahh”, Fanny tak kuberikan kesempatan untuk
berfikir lain, ketika mulutku kembali memainkan puting susu mungil yang
berdiri tegak dengan indahnya di atas tonjolan dada. Vaginanya terasa
makin membanjir, hal ini membuat birahinya makin memuncak. “Ahh.. ahh..
teruus.. ahh.. uhh”, sambil terus memainkan buah dadanya, tanganku
menari naik turun antara lutut dan pangkal pahanya yang putih mulus
yang masih tertutup celana. Tanpa disadarinya, karena nikmat, tanganku
mulai menyusup di bawah celana dalamnya dan mengusap-usap lembut bawah
pusar yang mulai ditumbuhi rambut, pangkal paha, dan pantatnya yang
kenyal terbentuk dengan indahnya bergantian.
“Teruuss.. aahh.. uuhh”, karena geli dan nikmat
Fanny mulai membuka kakinya, jari-jari Rene yang nakal mulai menyusup
dan mengelus vaginanya dari bagian luar celana, birahinya memuncak
sampai kepala.
“Ahh.. terus.. ahh.. ohh”, gadis itu kaget
sejenak, kemudian kembali merintih rintih. Melihat Fanny menggelinjang
kenikmatan, tanganku mencoba mulai menyusup di balik celana melalui
pangkal paha dan mengelus-elus dengan lembut vaginanya yang basah
lembut dan hangat. Fanny makin menggelinjang dan birahinya makin
membara. “Ahh.. teruuss ooh”, Fanny merintih rintih kenikmatan.
Aku tahu gadis itu hampir mencapai puncak
birahi, dengan mudah tanganku mulai beraksi menurunkan celana dalam
gadis itu perlahan. Benar saja, Fanny membiarkannya, sudah tidak peduli
lagi bahkan mengangkat pantat dan kakinya, sehingga celana itu terlepas
tanpa halangan.
Tubuh gadis itu kini tergolek bugil di depan
mataku, tampak semakin indah dan merangsang. Pangkal pahanya yang
sangat bagus itu dihiasi bulu-bulu lembut yang mulai tumbuh halus.
Vaginanya tampak kemerahan dan basah dengan puting vagina mungil di
tengahnya. Aku terus memainkan puting susu yang sekarang berdiri tegak
sambil terus mengelus bibir vagina makin membanjir. “Kak.. ahh, terus
Kak.. ahh.. uhh”.
Vagina yang basah terasa geli dan gatal, nikmat
sampai ujung kepala. “Kak.. aahh”, Fanny tak tahan lagi dan tangannya
menyusup di bawah celana dalamku dan memegang serdadu yang keras bulat
dan panjang itu. Fanny tidak merasa malu lagi, bahkan mulai mengimbangi
gerakanku.
Aku tersenyum penuh kemenangan melihat tindakan
gadis itu, secara tidak langsung gadis itu meminta untuk bertindak
lebih jauh lagi. Aku melepas celana dalamku, melihat serdaduku yang
besar dan keras berdiri tegak dengan gagahnya, mata gadis itu
terbelalak kagum.
Sekarang kami tidak memakai penutup sama
sekali. Fanny kagum sampai mulutnya menganga melihat serdadu yang besar
dan keras berdiri tegak dengan gagahnya, baru pertama kali dia melihat
benda itu. Vaginanya pasti sudah sangat geli dan gatal, dia tidak
peduli lagi kalau masih perawan, kemudian telentang dan pelan-pelan
membuka leber-lebar pahanya.
Sejenak aku tertegun melihat vagina yang bersih
kemerahan dan dihisi bulu-bulu yang baru tumbuh, lubang vaginanya
tampak masih tertutup selaput perawan dengan lubang kecil di tengahnya.
Fanny hanya tertegun saat aku berada di atasnya
dengan serdadu yang tegak berdiri. Sambil bertumpu pada lutut dan siku,
bibirku melumat, mencium, dan kadang menggigit kecil menjelajahi
seluruh tubuhnya. Kuluman di puting susu yang disertai dengan
gesekan-gesekan ujung burung ke bibir vaginanya kulakukan dengan
hati-hati, makin membasah dan nikmat tersendiri. “Kak.. ahh, terus
ssts.. ahh.. uhh”, birahinya memuncak bisa-bisa sampai kepalanya terasa
kesemutan, dipegangnya serdaduku. “Ahh” terasa hangat dan kencang.
“Kak.. ahh!”, dia tak dapat lagi menahan
gejolak biraninya, membimbing serdaduku ke lubang vaginanya, dia mulai
menginginkan serdaduku menyerang ke lubang dan merojok vaginanya yang
terasa sangat geli dan gatal. “Uuuhh.. aahh”, tapi aku malah memainkan
topi baja serdaduku sampai menyenggol-nyenggol selaput daranya. “Ooohh
Kak masukkan ahh”, gadis itu sampai merintih rintih dan meminta-minta
dengan penuh kenikmatan.
Dengan hati-hati dan pelan-pelan aku terus
mempermainkan gadis itu dengan serdaduku yang keras, hangat tapi lembut
itu menyusuri bibir vagina.
“Ooohh Kak masukkan aahh”, di sela rintihan
nikmat gadis itu, setelah kulihat puting susunya mengeras dan
gerakannya mulai agak lemas, serdadu mulai menyerang masuk dan menembus
selaput daranya, Sreetts “Aduuhh.. aahh”, tangannya mencengkeram
bahuku. Dengan begitu, Fanny hanya merasa lubang vaginanya seperti
digigit nyamuk, tidak begitu sakit, saat selaput dara itu robek,
ditembus serdaduku yang besar dan keras. Burungku yang terpercik darah
perawan bercampur lendir vaginanya terus masuk perlahan sampai
setengahnya, ditarik lagi pelan-pelan dan hati-hati. “Ahh”, dia
merintih kenikmatan.
Aku tidak mau terburu-buru, aku tidak ingin
lubang vagina yang masih agak seret itu menjadi sakit karena belum
terbiasa dan belum elastis. Burung itu masuk lagi setengahnya dan..
Sreets “Ohh..”, kali ini tidak ada rasa sakit, Fanny hanya merasakan
geli saat dirasakan burung itu keluar masuk merojok vaginanya. Fanny
menggelinjang dan mengimbangi gerakan dan mendekap pinggangnya.
“Kak.. ahh, terus Kak.. ohh.. uhh”, serdaduku
terus menghunjam semakin dalam. Ditarik lagi, “Aaahh”, masuk lagi.
“Ahh, terus.. ahh.. uhh”, lubang vagina itu makin lama makin
mengembang, hingga burung itu bisa masuk sampai mencapai pangkalnya
beberapa kali. Fanny merasakan nikmat birahinya memuncak di kepala,
perasaannya melayang di awan-awan, badannya mulai bergeter getar dan
mengejang, dan tak tertahankan lagi. “Aaahh, oohh, aahh” vaginanya
berdenyut-denyut melepas nikmat. Dia telah mencapai puncak orgasme,
kemudian terlihat lega yang menyelimuti dirinya.
Melihat Fanny sudah mencapai orgasme, aku kini
melepas seluruh rasa birahi yang tertahan sejak tadi dan makin cepat
merojok keluar masuk lubang vagina Fanny, “Kak.. ahh.. sst.. ahh..
uhh”, Fanny merintih dan merasakan nikmat birahinya memuncak kembali.
Badannya kembali bergetar dan mengejang, begitu juga denganku.
“Ahh.. oohh.. ohh.. aahh!”, kami merintih
rintih panjang menuju puncak kenikmatan. Dan mereka mencapai orgasme
hampir bersamaan, terasa serdadu menyemburkan air mani hangat ke dalam
vagina gadis itu yang masih berdenyut nikmat.
Aku mengeluarkan serdadu yang terpercik darah
perawan itu pelan-pelan, berbaring di sebelah Fanny dan memeluknya
supaya Fanny merasa aman, dia tampak merasa sangat puas dengan
pelajaran tahap awal yang kuberikan.
“Bagaimana kalau Fanny hamil Kak”, katanya sambil sudut matanya mengeluarkan air mata.
Sesaat kemudian aku dengan sabar menjelaskan
bahwa Fanny tidak mungkin hamil, karena tidak dalam masa siklus subur,
berkat pengalamanku menganalisa kekentalan lendir yang keluar dari
vagina dan siklus menstruasinya.
Fanny semakin merasa lega, aman, merasa
disayang. Kejadian tadi bisa berlangsung karena merupakan keinginan dan
kerelaannya juga. Diapun bisa tersenyum puas dan menitikkan air mata
bahagia, kemudian tertidur pulas dipelukanku yang telah menjadikannya
seorang perempuan.
Bangun tidur, Fanny membersihkan badan di kamar
mandi. Selesai mandi dia kembali ke kamar, dilepasnya handuk yang
melilit tubuhnya, begitu indah dan menggairahkan sampai-sampai aku tak
berkedip memandangnya. Diambilnya pakaian yang berserakan dan
dikenakannya kembali satu persatu. Kemudian dia pamit pulang dan
mencium pipiku yang masih berbaring di tempat tidur.
No comments:
Post a Comment