Aku masih duduk di kelas tiga SMP ketika
bapakku memanggilku ke ruangan kerjanya. Dari kecil aku sudah terbiasa
untuk hidup secara menyenangkan. Setiap keinginanku dituruti, sebagai
anak bungsu, aku sangat dimanja dengan segala fasilitas. Aku mempunyai
sopir pribadi yang siap mengantarkanku ke mana saja aku mau. Ayahku
memberiku uang jajan yang bisa aku belikan apa saja sesukaku.
Namun, ketika krismon tiba, musibah itupun
tidak bisa dipungkiri oleh keluarga kami. Kami jatuh bangkrut. Itupun
kami memiliki hutang pajak yang tertunggak. Sudah seminggu lamanya,
tukang pajak menyatroni rumah kami dan menghutang segala berkas berkas
perusahaan ayahku. Ketika aku dipanggil masuk, petugas pajak dan ayahku
sedang duduk di ruang kerja. Petugas pajak itu sudah cukup tua.
Kira-kira seumur ayahku, tapi matanya dengan nanar memandangi tubuhku
yang termasuk bongsor. Dia tersenyum memandangku, wajahku memang
termasuk lumayan, maklum dengan tampang orientalku yang klasik, banyak
yang mengincarku. Termasuk petugas pajak bernama Pak Amir yang duduk di
hadapanku. Ayahku secara panjang lebar menceritakan kesulitannya yang
dihadapinya dan bagaimana Pak Amir menawarkan bantuannya untuk
mengurangi hutang pajak yang tertunggak kepadanya. Tapi untuk itu ada
harga yang sangat mahal. Masalahnya, ayahku sedang tidak memiliki uang
sama sekali. Sedangkan bila hutang pajak itu tidak diselesaikan, ayahku
akan dimasukkan ke penjara. Pak Amir berkata, bisa dibayar asal aku mau
memberikan keperawananku kepadanya. Ayahku hanya tertunduk saja. Aku
sangat kaget karena mendengar hal yang sebelumnya tidak pernah aku
bayangkan.
Setelah dijelaskan secara panjang lebar, akupun
menuruti perintah ayah. Secara gontai, dia meninggalkan kami berdua
keluar dari kamar kerja. Saat itu, aku mengenakan t-shirt dan rok mini.
Pak Amir secara perlahan mulai mengelus tanganku. Aku hanya bisa
memejamkan mata. Dia mulai berani dan mengelus rambutku, tiba-tiba aku
mencium bau rokok, ternyata Pak Amir mulai menciumi bibirku. Aku tidak
bisa bergerak karena tubuhnya yang besar telah menimpa tubuhku yang
kecil. Ciumanpun turun ke dadaku yang membusung. Tangannya secara
perlahan meraba betis dan naik ke pahaku.
Secara perlahan, rokku di kibaskan dan aku
merasa kemaluanku dipermainkan oleh jarinya. Aku hanya bisa berteriak
kecil ketika jarinya menusuk alat kemaluanku dan tak lama kemudian alat
kemaluankupun menjadi basah. Tiba-tiba Pak Amir berdiri dan membuka
celananya. Aku tidak bisa berbuat apa-apa ketika dia memaksa memasukkan
alat kemaluannya ke mulutku. Aku mencoba berontak, tapi apa daya? Bau
sekali penisnya tapi aku teringat akan nasib ayahku yang saat ini
sedang berada di tanganku, mengingat hal itu, aku mencoba merubah
sikapku dari pasif menjadi aktif. Aku tidak ragu lagi melahap penis Pak
Amir yang besar itu dengan mulutku. Kukulum dan kuhisap seperti orang
ahli. Dia memegang kepalaku seakan tidak mau penisnya keluar dari
mulutku.
Setelah puas, dia memaksaku membuka celana
dalamku. Akupun hanya bisa telentang ketika lidahnya memainkan
clitorisku. Aku hanya bisa merem-melek keasyikan, baru kali ini rasanya
aku merasakan kenikmatan yang begitu dahsyat. Tak lama kemudian, tak
hanya lidah saja yang berbicara.
Rupanya Pak Amir tidak sabar lagi untuk mencoba
vaginaku yang masih perawan. Aku menjerit kecil ketika aku merasakan
penisnya yang besar memasuki vaginaku untuk pertama kalinya. Aku hanya
bisa mengaduh kesakitan ketika dia dengan ganasnya melahap
keperawananku. Setelah bosan dengan posisi itu, dia memaksaku dengan
posisi menungging dan dia menghantamku dari belakang. Aku hanya bisa
memejamkan mata antara menikmati dan kesakitan. Diapun berganti posisi
dan duduk di bangku dan aku disuruhnya untuk duduk di atasnya, dengan
posisi duduk, aku memiliki kendali atas dirinya dan entah kenapa aku
telah lepas kendali, sehingga aku menggoyangkan penisnya dengan cepat
sekali, dia tidak tahan lagi dan akupun dipaksa untuk menjilati air
maninya, rasanya aneh. Tapi karena aku disuruh telan, akupun tanpa
pikir panjang menelannya.
Selesai tugasku untuk membantu ayahku dan
selesai pula pengalaman seks pertamaku dengan seorang petugas pajak
yang sebenarnya lebih pantas menjadi ayahku. Apa mau dikata. Akupun
tidak tahu apakah aku harus menyesal atau menikmati kejadian tersebut.
Rasanya aku jadi ketagihan juga sih.
Wednesday, 7 January 2009
Keperawananku, Oh Keperawananku
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment