Ketika itu saya baru berumur 12 tahun,
sebagai anak tunggal. Sewaktu orang tua saya sedang pergi keluar
negeri. Teman baik ibuku, Tante Susi, yang berumur 26 tahun, diminta
oleh orang tuaku untuk tinggal di rumah menjagaiku. Karena suaminya
harus keluar kota, Tante Susi akan menginap di rumahku sendirian. Tante
Susi badannya agak tinggi, rambutnya dipotong pendek sebahu, kulitnya
putih bersih, wajahnya ayu, pakaian dan gayanya seksi. Tentu saja saya
sangat setuju sekali untuk ditemani oleh Tante Susi.
Biasanya, setiap ada kesempatan saya suka
memainkan kemaluanku sendirian. Tapi belum pernah sampai keluar, waktu
itu saya masih belum mengerti apa-apa, hanya karena rasanya nikmat.
Mengambil kesempatan rumah lagi kosong dan Tante Susi juga belum
datang. Setelah pulang sekolah, saya ke kamar tidurku sendirian
memijit-mijit kemaluanku sembari menghayalkan tubuh Tante Susi yang
seksi. Kubayangkan seperti yang pernah kulihat di majalah porno dari
teman-temankuku di sekolah. Selagi asyiknya bermain sendirian tanpa
kusadari Tante Susi sudah tiba di rumahku dan tiba-tiba membuka pintu
kamarku yang lupa kukunci.
Dia sedikit tercengang waktu melihatku
berbaring diatas ranjang telanjang bulat, sembari memegangi kemaluanku
yang berdiri. Aduh malunya setengah mati, ketangkap basah lagi mainin
burung. Segera kututupi kemaluanku dengan bantal, wajahku putih pucat.
Melihatku ketakutan, Tante Susi hanya tersenyum
dan berkata”, Eh, kamu sudah pulang sekolah Asan., Tante juga baru saja
datang”. Saya tidak berani menjawabnya.
“Tidak usah takut dan malu sama Tante, itu hal
biasa untuk anak-anak mainin burungnya sendiri” ujarnya. Saya tetap
tidak berani berkutik dari tempat tidur karena sangat malu.
Tante Susi lalu menambah, “Kamu terusin saja mainnya, Tante hanya mau membersihkan kamar kamu saja, kok”.
“Tidak apa-apa kan kalau Tante turut melihat
permainanmu”, sembari melirik menggoda, dia kembali berkata “Kalau kamu
mau, Tante bisa tolongin kamu, Tante mengerti kok dengan permainanmu,
Asan.”, tambahnya sembari mendekatiku.
“Tapi kamu tidak boleh bilang siapa-siapa yah,
ini akan menjadi rahasia kita berdua saja”. Saya tetap tidak dapat
menjawab apa-apa, hanya mengangguk kecil walaupun saya tidak begitu
mengerti apa maksudnya.
Tante Susi pergi ke kamar mandi mengambil Baby
Oil dan segera kembali ke kamarku. Lalu dia berlutut di hadapanku.
Bantalku diangkat perlahan-lahan, dan saking takutnya kemaluanku segera
mengecil dan segera kututupi dengan kedua telapak tanganku.
“Kemari dong, kasih Tante lihat permainanmu,
Tante janji akan berhati-hati deh”, katanya sembari membujukku.
Tanganku dibuka dan mata Tante Susi mulai turun ke bawah kearah
selangkanganku dan memperhatikan kemaluanku yang mengecil dengan
teliti. Dengan perlahan-lahan dia memegang kemaluanku dengan kedua
jarinya dan menuruni kepalanya, dengan tangan yang satu lagi dia
meneteskan Baby Oil itu di kepala kemaluanku, senyumnya tidak pernah
melepaskan wajahnya yang cantik.
“Tante pakein ini supaya rada licin, kamu pasti suka deh” katanya sembari mengedipkan sebelah matanya.
Malunya setengah mati, belum ada orang yang
pernah melihat kemaluanku, apa lagi memegangnya. Hatiku berdebar dengan
kencang dan wajahku merah karena malu. Tapi sentuhan tangannya terasa
halus dan hangat.
“Jangan takut Asan., kamu rebahan saja”,
ujarnya membujukku. Setelah sedikit tenang mendengar suaranya yang
halus dan memastikan, saya mulai dapat menikmati elusan tangannya yang
lembut. Tangannya sangat mahir memainkan kemaluanku, setiap sentuhannya
membuat kemaluanku bergetar dengan kenikmatan dan jauh lebih nikmat
dari sentuhan tanganku sendiri.
“Lihat itu sudah mulai membesar kembali”,
kemudian Tante Susi melumuri Baby Oil itu ke seluruh batang kemaluanku
yang mulai menegang dan kedua bijinya. Kemudian Tante Susi mulai
mengocok kemaluanku digenggamannya perlahan-lahan sambil membuka lebar
kedua pahaku dan mengusap bijiku yang mulai panas membara.
Kemaluanku terasa kencang sekali, berdiri tegak
seenaknya dihadapan muka Tante Susi yang cantik. Perlahan Tante Susi
mendekati mukanya kearah selangkanganku, seperti sedang mempelajarinya.
Terasa napasnya yang hangat berhembus di paha dan di bijiku dengan
halus. Saya hampir tidak bisa percaya, Tante Susi yang baru saja
kukhayalkan, sekarang sedang berjongkok diantara selangkanganku.
Setelah kira-kira lima menit kemudian, saya
tidak dapat menahan rasa geli dari godaan jari-jari tangannya.
Pinggulku tidak bisa berdiam tenang saja di ranjang dan mulai mengikuti
setiap irama kocokan tangan Tante Susi yang licin dan berminyak. Belum
pernah saya merasa seperti begitu, semua kenikmatan duniawi ini seperti
berpusat tepat ditengah-tengah selangkanganku.
Mendadak Tante Susi kembali berkata, “Ini pasti
kamu sudah hampir keluar, dari pada nanti kotorin ranjang Tante hisap
saja yah”. Saya tidak mengerti apa yang dia maksud. Dengan tiba-tiba
Tante Susi mengeluarkan lidahnya dan menjilat kepala kemaluanku lalu
menyusupinya perlahan ke dalam mulutnya.
Hampir saja saya melompat dari atas ranjang.
Karena bingung dan kaget, saya tidak tahu harus membikin apa, kecuali
menekan pantatku keras ke dalam ranjang. Tangannya segera disusupkan ke
bawah pinggulku dan mengangkatnya dengan perlahan dari atas ranjang.
Kemaluanku terangkat tinggi seperti hendak diperagakan dihadapan
mukanya. Kembali lidahnya menjilat kepala kemaluanku dengan halus,
sembari menyedot ke dalam mulutnya. Bibirnya merah merekah tampak
sangat seksi menutupi seluruh kemaluanku. Mulut dan lidahnya terasa
sangat hangat dan basah. Lidahnya dipermainkan dengan sangat mahir.
Matanya tetap memandang mataku seperti untuk meyakinkanku. Tangannya
kembali menggenggam kedua bijiku. Kepalanya tampak turun naik
disepanjang kemaluanku, saya berasa geli setengah mati. Ini jauh lebih
nikmat daripada memakai tangannya.
Sekali-sekali Tante Susi juga menghisap kedua
bijiku bergantian dengan gigitan-gigitan kecil. Dan perlahan turun ke
bawah menjilat lubang pantatku dan membuat lingkaran kecil dengan ujung
lidahnya yang terasa sangat liar dan hangat. Saya hanya dapat
berpegangan erat ke bantalku, sembari mencoba menahan rintihanku.
Kudekap mukaku dengan bantal, setiap sedotan kurasa seperti yang saya
hendak menjerit. Napasku tidak dapat diatur lagi, pinggulku menegang,
kepala saya mulai pening dari kenikmatan yang berkonsentrasi tepat
diantara selangkanganku. Mendadak kurasa kemaluanku seperti akan
meledak. Karena rasa takut dan panik, kutarik pinggulku kebelakang.
Dengan seketika, kemaluanku seperti mempunyai hidup sendiri, berdenyut
dan menyemprot cairan putih yang lengket dan hangat ke muka dan ke
rambut Tante Susi. Seluruh badanku bergetar dari kenikmatan yang tidak
pernah kualami sebelumnya. Saya tidak sanggup untuk menahan kejadian
ini. Saya merasa telah berbuat sesuatu kesalahan yang sangat besar.
Dengan napas yang terengah-engah, saya meminta maaf kepada Tante Susi
atas kejadian tersebut dan tidak berani untuk menatap wajahnya.
Tetapi Tante Susi hanya tersenyum lebar, dan
berkata “Tidak apa-apa kok, ini memang harus begini”, kembali dia
menjilati cairan lengket itu yang mulai meleleh dari ujung bibirnya dan
kembali menjilati semua sisa cairan itu dari kemaluanku sehingga
bersih.
“Tante suka kok, rasanya sedap”, tambahnya.
Dengan penuh pengertian Tante Susi menerangkan
bahwa cairan itu adalah air mani dan itu wajar untuk dikeluarkan
sekali-sekali. Kemudian dengan penuh kehalusan dia membersihkanku
dengan handuk kecil basah dan menciumku dengan lembut dikeningku.
Setelah semuanya mulai mereda, dengan malu-malu saya bertanya, “Apakah perempuan juga melakukan hal seperti ini?”.
Tante Susi menjawab “Yah, kadang-kadang kita
orang perempuan juga melakukan itu, tapi caranya agak berbeda”. Dan
Tante Susi berkata yang kalau saya mau, dia dapat menunjukkannya. Tentu
saja saya bilang yang saya mau menyaksikannya.
Kemudian jari-jari tangan Tante Susi yang
lentik dengan perlahan mulai membuka kancing-kancing bajunya,
memperagakan tubuhnya yang putih. Waktu kutangnya dibuka buah dadanya
melejit keluar dan tampak besar membusung dibandingkan dengan perutnya
yang mengecil ramping. Kedua buah dadanya bergelayutan dan bergoyang
dengan indah. Dengan halus Tante Susi memegang kedua tanganku dan
meletakannya di atas buah dadanya. Rasanya empuk, kejal dan halus
sekali, ujungnya agak keras. Putingnya warna coklat tua dan agak besar.
Tante Susi memintaku untuk menyentuhnya. Karena belum ada pengalaman
apa-apa, saya pencet saja dengan kasar. Tante Susi kembali tersenyum
dan mengajariku untuk mengelusnya perlahan-lahan. Putingnya agak
sensitif, jadi kita harus lebih perlahan disana, katanya. Tanganku
mulai meraba tubuh Tante Susi yang putih bersih itu. Kulitnya terasa
sangat halus dan panas membara dibawah telapak tanganku. Napasnya
memburu setiap kusentuh bagian yang tertentu. Saya mulai mempelajari
tempat-tempat yang disukainya.
Tidak lama kemudian Tante Susi memintaku untuk
menciumi tubuhnya. Ketika saya mulai menghisap dan menjilat kedua buah
dadanya, putingnya terasa mengeras di dalam mulutku. Napasnya semakin
menderu-deru, membuat buah dadanya turun naik bergoyang dengan irama.
Lidahku mulai menjilati seluruh buah dadanya sampai keduanya berkilat
dengan air liurku mukanya tampak gemilang dengan penuh gairah. Bibirnya
yang merah merekah digigit seperti sedang menahan sakit. Roknya yang
seksi dan ketat mulai tersibak dan kedua lututnya mulai melebar
perlahan. Pahanya yang putih seperti susu mulai terbuka menantang
dengan gairah di hadapanku. Tante Susi tidak berhenti mengelus dan
memeluki tubuhku yang masih telanjang dengan kencang. Tangannya
menuntun kepalaku ke bawah kearah perutnya. Semakin ke bawah ciumanku,
semakin terbuka kedua pahanya, roknya tergulung ke atas. Saya mulai
dapat melihat pangkal paha atasnya dan terlihat sedikit bulu yang hitam
halus mengintip dari celah celana dalamnya. Mataku tidak dapat
melepaskan pemandangan yang sangat indah itu.
Kemudian Tante Susi berdiri tegak di hadapanku
dengan perlahan Tante Susi mulai membuka kancing roknya satu persatu
dan membiarkan roknya terjatuh di lantai. Tante Susi berdiri di
hadapanku seperti seorang putri khayalan dengan hanya memakai celana
dalamnya yang putih, kecil, tipis dan seksi. Tangannya ditaruh di
pingulnya yang putih dan tampak serasi dengan kedua buah dadanya
diperagakannya di hadapanku. Pantatnya yang hanya sedikit tertutup
dengan celana dalam seksi itu bercuat menungging ke belakang. Tidak
kusangka yang seorang wanita dapat terlihat begitu indah dan
menggiurkan. Saya sangat terpesona memandang wajah dan keindahan
tubuhnya yang bercahaya dan penuh gairah.
Tante Susi menerangkan yang bagian tubuh
bawahnya juga harus dimainkan. Sambil merebahkan dirinya di ranjangku,
Tante Susi memintaku untuk menikmati bagiannya yang terlarang. Saya
mulai meraba-raba pahanya yang putih dan celana dalamnya yang agak
lembab dan bernoda. Pertama-tama tanganku agak bergemetar, basah dari
keringat dingin, tetapi melihat Tante Susi sungguh-sungguh menikmati
semua perbuatanku dan matanya juga mulai menutup sayu, napasnya semakin
mengencang. Saya semakin berani dan lancang merabanya. Kadang-kadang
jariku kususupkan ke dalam celana dalamnya menyentuh bulunya yang
lembut. Celana dalamnya semakin membasah, noda di bawah celana dalamnya
semakin membesar. Pingulnya terangkat tinggi dari atas ranjang. Kedua
pahanya semakin melebar dan kemaluannya tercetak jelas dari celana
dalamnya yang sangat tipis itu.
Setelah beberapa lama, Tante Susi dengan
merintih memintaku untuk membuka celana dalamnya. Pinggulnya diangkat
sedikit supaya saya dapat menurunkan celana dalamnya ke bawah. Tante
Susi berbaring di atas ranjang tanpa sehelai benangpun yang menutupi
tubuhnya. Disitu untuk pertama kali saya dapat menyaksikan kemaluan
seorang wanita dari jarak yang dekat dan bukan hanya dari majalah.
Bulu-bulu di atas kemaluannya itu tampak hitam lembut, tumbuh dengan
halus dan rapi dicukur, sekitar kemaluannya telah dicukur hingga bersih
membuat lekuk kemaluannya tampak dari depan. Tante Susi membuka
selangkangannya dengan lebar dan menyodorkan kewanitaannya kepadaku
tanpa sedikit rasa malu. Sembari bangkit duduk di tepi ranjang, Tante
Susi memintaku untuk berjongkok diantara kedua pahanya untuk
memperhatikan vagina nya dari jarak dekat. Dengan penuh gairah kedua
jarinya mengungkap bibir kemaluannya yang rada tebal dan
kehitam-hitaman dan memperagakan kepadaku lubang vaginanya yang basah
dan berwarna merah muda.
Dengan nada yang ramah, Tante Susi menggunakan
jari tangannya sendiri dengan halus, menerangkan kepadaku satu persatu
seluruh bagian tubuh bawahnya. Tempat-tempat dan cara-caranya untuk
menyenangkan seorang wanita. Kemudian Tante Susi mulai menggunakan jari
tanganku untuk diraba-rabakan kebagian tubuh bawahnya. Rasanya sangat
hangat, lengket dan basah. Clitorisnya semakin membesar ketika saya
menyentuhnya. Aroma dari vaginanya mulai memenuhi udara di kamarku,
aromanya menyenangkan dan berbau bersih. Dari dalam lubang vaginanya
perlahan-lahan keluar cairan lengket berwarna putih dan kental dan
mulai melumuri semua permukaan lubang vaginanya. Mengingat apa yang dia
sudah lakukan dengan air maniku, saya kembali bertanya “Boleh nggak
saya mencicipi air mani Tante?” Tante Susi hanya mengangguk kecil dan
tersenyum.
Perlahan saya mulai menjilati pahanya yang
putih dan sekitar lubang vagina Tante Susi yang merah dan lembut.
Cairannya mulai mengalir keluar dengan deras ke selangkangannya.
Lidahku menangkap tetesan itu dan mengikuti aliran cairan itu sampai
balik ke asal lubangnya. Rasanya agak keasinan dengan berbau sangat
khas, tidak seperti kata orang, cairan Tante Susi sangat bersih dan
tidak berbau amis. Begitu pertama saya mencicipi alat kelamin Tante
Susi, saya tahu yang saya dapat menjilatinya terus-menerus, karena saya
sangat menyukai rasanya. Tante Susi mendadak menjerit kecil ketika
lidahku menyentuh clitorisnya. Saya tersentak takut karena mungkin saya
telah membuatnya sakit. Tetapi Tante Susi kembali menjelaskan bahwa itu
hal biasa kalau seseorang mengerang waktu merasa nikmat.
Semakin lama, saya semakin berani untuk
menjilati dan menghisapi semua lubang vagina dan clitorisnya.
Pinggulnya diangkat naik tinggi. Tangannya tidak berhenti memeras buah
dadanya sendiri, cengkramannya semakin menguat. Napasnya sudah tidak
beraturan lagi. Kepalanya terbanting ke kanan dan ke kiri. Pinggul dan
pahanya kadang-kadang mengejang kuat, berputar dengan liar. Kepalaku
terkadang tergoncang keras oleh dorongan dari kedua pahanya. Tangannya
mulai menjambak rambutku dan menekan kepalaku erat kearah
selangkangannya. Dari bibirnya yang mungil itu keluar desah dan
rintihan memanggil namaku, seperti irama di telingaku. Keringatnya
mulai keluar dari setiap pori-pori tubuhnya membuat kulitnya tampak
bergemilang di bawah cahaya lampu. Matanya sudah tidak memandangku
lagi, tapi tertutup rapat oleh bulu mata yang panjang dan lentik.
Sembari merintih Tante Susi memintaku untuk menyodok-nyodokkan lidahku
ke dalam lubang vaginanya dan mempercepat iramaku. Seluruh mukaku basah
tertutup oleh cairan yang bergairah itu.
Kemudian Tante Susi memintaku untuk berbalik
supaya dia juga dapat menghisap kemaluanku bersamaan. Setelah melumuri
kedua buah dadanya yang busung itu dengan Baby Oil, Tante Susi
menggosok-gosokkan dan menghimpit kemaluanku yang sudah keras kembali
diantara buah dadanya, dan menghisapinya bergantian. Kemudian Tante
Susi memintaku untuk lebih berkonsentrasi di clitorisnya dan
menyarankanku untuk memasuki jariku ke lubang vaginanya. Dengan penuh
gairah saya pertama kalinya merasakan bahwa kelamin wanita itu dapat
berasa begitu panas dan basah. Otot vaginanya yang terlatih terasa
memijiti jari tanganku perlahan. Bibir dan lubang vaginanya tampak
merekah, berkilat dan semakin memerah. Clitorisnya bercahaya dan
membesar seperti ingin meledak. Setelah tidak beberapa lama, Tante Susi
memintaku untuk memasukkan satu jariku ke dalam lubang pantatnya yang
ketat. Dengan bersamaan, Tante Susi juga masukkan satu jarinya pula ke
dalam lubang pantatku. Tangannya dipercepat mengocok kemaluanku.
Pahanya mendekap kepalaku dengan keras. Pinggulnya mengejang keras.
Terasa dilidahku urat-urat sekitar dinding vaginanya berkontraksi keras
ketika dia keluar. Saya menjerit keras bersama-sama Tante Susi sembari
memeluknya dengan erat, kita berdua keluar hampir bersamaan. Kali ini
Tante Susi menghisap habis semua air maniku dan terus menghisapi
kemaluanku sampai kering.
Setelah itu kita berbaring telanjang terengah
mengambil napas. Badannya yang berkeringat dan melemah, terasa sangat
hangat memeluki tubuhku dari belakang, tangannya tetap menghangati dan
mengenggam kemaluanku yang mengecil. Aroma dari yang baru saja kita
lakukan masih tetap memenuhi udara kamarku. Wajahnya tampak gemilang
bercahaya menunjukan kepuasan, senyumnya kembali menghiasi wajahnya
yang terlihat lelah. Lalu kita jatuh tertidur berduaan dengan angin
yang sejuk meniup dari jendela yang terbuka. Setelah bangun tidur, kita
mandi bersama. Waktu berpakaian Tante Susi mencium bibirku dengan
lembut dan berjanji yang nanti malam dia akan mengajari bagaimana
caranya bila kejantananku dimasukkan ke dalam kewanitaannya.
Sejak hari itu, selama satu minggu penuh,
setiap malam saya tidur di kamar tamu bersama Tante Susi dan mendapat
pelajaran yang baru setiap malam. Tetapi setelah kejadian itu, kita
tidak pernah mendapat kesempatan kembali untuk melanjutkan hubungan
kami. Hanya ada peristiwa sekali, waktu orangtuaku mengadakan pesta di
rumah, Tante Susi datang bersama suaminya. Di dapur, waktu tidak ada
orang lain yang melihat, Tante Susi mencium pipiku sembari meraba
kemaluanku, tersenyum dan berbisik “Jangan lupa dengan rahasia kita
Asan.”
Dua bulan kemudian Tante Susi pindah ke kota
lain bersama suaminya. Sampai hari ini saya tidak akan dapat melupakan
satu minggu yang terbaik itu di dalam sejarah hidupku. Dan saya merasa
sangat beruntung untuk mendapat seseorang yang dapat mengajariku
bersetubuh dengan cara yang sangat sabar, sangat profesional dan
semanis Tante Susi.
Monday, 5 January 2009
Rahasia Kita Berdua
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment